Oleh: Zakariya al-Bantany
Tidak terasa kita sudah melewati tahun 2018 yang penuh dengan
romantisme politik sejarah rakyat negeri ini, dan menjadi pintu gerbang
kebangkitan perjuangan umat Islam dalam aktivitas membela Islam dan membela
tauhid, serta membela bendera tauhid ar-Royah dan al-Liwa' di zaman now ini.
Dan kini pun kita telah memasuki awal Januari tahun 2019 yang
notabene merupakan tahun yang sangat panas yakni tahun politik, di mana akan
digelar pemilu serentak baik pileg maupun pilpres pada bulan April mendatang di
tahun 2019 ini dalam memilih wakil rakyat yang baru sekaligus presiden yang
baru yang tentunya akan menjadi kepala negara RI yang baru atau pemimpin yang
baru dalam memimpin dan mengurusi rakyat dan negara NKRI selama 5 tahun lamanya
ke depan.
Terasa sangat kentaranya dan sangat panasnya aura pertarungan
politik antara kubu petahana dan kubu oposisi baik di dunia nyata maupun di
dunia maya atau di media sosial di tahun-tahun politik di musim pemilu ini
sejak tahun 2016 dan tahun 2017 hingga tahun 2018 yang lalu. Dan kini di tahun
2019 akan menjadi puncak pertarungan politik antara kubu petahana dan kubu
oposisi untuk merebut hati para pemilih yakni rakyat negeri ini demi
memenangkan dan meraih kekuasaan dari tangan rakyat dalam pesta demokrasi
tersebut untuk menjadi penguasa baru atau pemimpin baru bagi rakyat dan negeri
NKRI selama 5 tahun mendatang.
Namun ketahuilah, memilih pemimpin negara bukan sekedar memilih
orangnya saja, tapi juga memilih dengan cara apa ia memimpin, mengurus dan
mengelola negara. Apakah ia memimpin, mengurus dan mengelola negara dengan cara
tuntunan Allah yakni cara Islam ataukah justru cara hawa nafsu pribadinya, dan
cara hawa nafsu setan, serta cara hawa nafsu mayoritas kebanyakan manusia
seperti cara demokrasi, cara komunis, cara teokrasi, cara monarkhi dan cara
barbar..?!
Karena itulah, kita salah memilih pemimpin negara, jika pemimpin
negara yang kita pilih tersebut dalam visi dan misi serta tujuan dan seluruh
program kerjanya dalam memimpin, mengurus dan mengelola negara tidak mau
menggunakan cara dari Allah atau cara Islam namun justru menggunakan cara hawa
nafsu manusia dan setan seperti cara demokrasi, cara komunis, cara teokrasi,
cara monarkhi dan cara barbar.
Maka orang yang memilih
pemimpin negara yang tidak mau menggunakan cara Islam, tentunya akan memperoleh
dosa investasi atas dosa-dosa yang dilakukan oleh penguasa dzhalim yang dipilih
tersebut. Dan dosa yang terbesar yang dilakukan
oleh kita dan penguasa tersebut adalah mencampakkan hukum-hukum Allah dan
menerapkan hukum-hukum jahiliyah buatan manusia seperti demokrasi kapitalisme
sekulerisme, sosialisme komunisme, teokrasi, monarkhi dan barbar.
Jika seandainya pemimpin negara tersebut mati dan masuk neraka
gara-gara tidak mau menggunakan cara Islam, maka kita pun akan ikutan terseret
menemani pemimpin dzhalim tersebut ke neraka. Sebab setiap pilihan hidup kita
akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT termasuk pemimpin dan yang
dipimpin pun akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah SWT.
وعن
بن عمر رضي الله
عنهما عن النبي
صلى الله عليه
وسلّم قال: كُلُّكُمْ
رَاعٍ وَكُلُّكُمْ
مَسْئُوْلٌ عَنْ
رَعيّتِهِ, والأميرُ
راعٍ, والرّجُلُ
راعٍ على أهلِ
بيتِهِ, والمرأةُ
رَاعِيَّةٌ على
بيتِ زوجِها وَوَلَدِهِ,
فكلّكم راعٍ وكلّكم
مسئولٌ عنْ رَعِيَّتِهِ.
(متفق عليه)
Dari Ibn Umar ra. Dari Nabi saw, beliau bersabda:
“Kalian adalah pemimpin dan kalian akan dimintai pertanggungjawaban
atas kepemimpinan kalian. Seorang penguasa adalah pemimpin, seorang suami
adalah seorang pemimpin seluruh keluarganya, demikian pula seorang isteri
adalah pemimpin atas rumah suami dan anaknya. Kalian adalah pemimpin yang akan
dimintai pertanggungtawaban atas kepemimpinan kalian." (HR. Bukhari dan
Muslim)
Allah SWT pun berfirman:
إِذْ
تَبَرَّأَ الَّذِينَ
اتُّبِعُوا مِنَ
الَّذِينَ اتَّبَعُوا
وَرَأَوُا الْعَذَابَ
وَتَقَطَّعَتْ
بِهِمُ الْأَسْبَابُ
﴿١٦٦﴾ وَقَالَ
الَّذِينَ اتَّبَعُوا
لَوْ أَنَّ لَنَا
كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ
مِنْهُمْ كَمَا
تَبَرَّءُوا مِنَّا
ۗ
كَذَٰلِكَ يُرِيهِمُ
اللَّهُ أَعْمَالَهُمْ
حَسَرَاتٍ عَلَيْهِمْ
ۖ
وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ
مِنَ النَّارِ
"Ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari
orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala
hubungan antara mereka terputus sama sekali.
Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: “Seandainya kami dapat
kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana
mereka berlepas diri dari kami.” Demikianlah Allâh memperlihatkan kepada mereka
amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak
akan keluar dari api neraka." (QS. al-Baqarah: 166-167)
وَبَرَزُوا
لِلَّهِ جَمِيعًا
فَقَالَ الضُّعَفَاءُ
لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا
إِنَّا كُنَّا
لَكُمْ تَبَعًا
فَهَلْ أَنْتُمْ
مُغْنُونَ عَنَّا
مِنْ عَذَابِ اللَّهِ
مِنْ شَيْءٍ ۚ
قَالُوا لَوْ هَدَانَا
اللَّهُ لَهَدَيْنَاكُمْ
ۖ
سَوَاءٌ عَلَيْنَا
أَجَزِعْنَا أَمْ
صَبَرْنَا مَا
لَنَا مِنْ مَحِيصٍ
"Dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) akan berkumpul
menghadap ke hadirat Allâh, lalu berkatalah orang-orang yang lemah kepada
orang-orang yang sombong: “Sesungguhnya kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu,
maka dapatkah kamu menghindarkan dari kami azab Allâh (walaupun) sedikit saja?”
Mereka menjawab: “Seandainya Allâh memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami
dapat memberi petunjuk kepadamu. Sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh
ataukah bersabar. Sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan
diri." (QS. Ibrâhîm: 21)
وَإِذْ
يَتَحَاجُّونَ
فِي النَّارِ فَيَقُولُ
الضُّعَفَاءُ
لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا
إِنَّا كُنَّا
لَكُمْ تَبَعًا
فَهَلْ أَنْتُمْ
مُغْنُونَ عَنَّا
نَصِيبًا مِنَ
النَّارِ
﴿٤٧﴾ قَالَ الَّذِينَ
اسْتَكْبَرُوا
إِنَّا كُلٌّ فِيهَا
إِنَّ اللَّهَ
قَدْ حَكَمَ بَيْنَ
الْعِبَادِ
"Dan (ingatlah), ketika mereka berbantah-bantah dalam neraka,
maka orang-orang yang lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri:
“Sesungguhnya kami adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan
dari kami sebahagian azab api neraka?” Orang-orang yang menyombongkan diri
menjawab: “Sesungguhnya kita semua sama-sama dalam neraka, karena sesungguhnya
Allâh telah menetapkan keputusan antara hamba-hamba-(Nya)." (QS. Ghafir:
47-48)
وَلَوْ
تَرَىٰ إِذِ الظَّالِمُونَ
مَوْقُوفُونَ
عِنْدَ رَبِّهِمْ
يَرْجِعُ بَعْضُهُمْ
إِلَىٰ بَعْضٍ
الْقَوْلَ يَقُولُ
الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا
لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا
لَوْلَا أَنْتُمْ
لَكُنَّا مُؤْمِنِينَ﴿٣١﴾قَالَ
الَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا
لِلَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا
أَنَحْنُ صَدَدْنَاكُمْ
عَنِ الْهُدَىٰ
بَعْدَ إِذْ جَاءَكُمْ
ۖ
بَلْ كُنْتُمْ
مُجْرِمِينَ﴿٣٢﴾وَقَالَ
الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا
لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا
بَلْ مَكْرُ اللَّيْلِ
وَالنَّهَارِ
إِذْ تَأْمُرُونَنَا
أَنْ نَكْفُرَ
بِاللَّهِ وَنَجْعَلَ
لَهُ أَنْدَادًا
ۚ
وَأَسَرُّوا النَّدَامَةَ
لَمَّا رَأَوُا
الْعَذَابَ وَجَعَلْنَا
الْأَغْلَالَ
فِي أَعْنَاقِ
الَّذِينَ كَفَرُوا
ۚ
هَلْ يُجْزَوْنَ
إِلَّا مَا كَانُوا
يَعْمَلُونَ
"Dan orang-orang kafir berkata: “Kami sekali-kali tidak akan
beriman kepada Al-Qur’an ini dan tidak (pula) kepada kitab yang sebelumnya.”
Dan (alangkah hebatnya) kalau kamu lihat ketika orang-orang yang zhalim itu
dihadapkan kepada Rabbnya, sebahagian dari mereka menghadapkan perkataan kepada
sebagian yang lain; orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang
yang menyombongkan diri: “Kalau tidaklah karena kamu, tentulah kami menjadi
orang-orang yang beriman.” Orang-orang yang menyombongkan diri berkata kepada
orang-orang yang dianggap lemah: “Kamikah yang telah menghalangi kamu dari
petunjuk sesudah petunjuk itu datang kepadamu? (Tidak), sebenarnya kamu sendirilah
orang-orang yang berdosa.” Dan orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada
orang-orang yang menyombongkan diri: “(Tidak), sebenarnya tipudaya(mu) di waktu
malam dan siang (yang menghalangi kami), ketika kamu menyeru kami supaya kami
kafir kepada Allâh dan menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya.” Kedua belah pihak
menyatakan penyesalan tatkala mereka melihat adzab. Dan Kami akan memasang
belenggu di leher orang-orang yang kafir. mereka tidak dibalas melainkan dengan
apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Saba’: 31-33)
قَالُوا
رَبَّنَا مَنْ
قَدَّمَ لَنَا
هَٰذَا فَزِدْهُ
عَذَابًا ضِعْفًا
فِي النَّارِ
"Mereka (para pengikut) berkata (lagi): “Ya Rabb kami; orang
yang telah menjerumuskan kami ke dalam adzab ini, maka tambahkanlah adzab
kepadanya dengan berlipat ganda di dalam neraka." (QS. Shaad: 61)
إِنَّ
اللَّهَ لَعَنَ
الْكَافِرِينَ
وَأَعَدَّ لَهُمْ
سَعِيرً﴿٦٤﴾اخَالِدِينَ
فِيهَا أَبَدًا
ۖ
لَا يَجِدُونَ
وَلِيًّا وَلَا
نَصِيرًا﴿٦٥﴾يَوْمَ
تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ
فِي النَّارِ يَقُولُونَ
يَا لَيْتَنَا
أَطَعْنَا اللَّهَ
وَأَطَعْنَا الرَّسُولَا﴿٦٦﴾وَقَالُوا
رَبَّنَا إِنَّا
أَطَعْنَا سَادَتَنَا
وَكُبَرَاءَنَا
فَأَضَلُّونَا
السَّبِيلَا﴿٦٧﴾رَبَّنَا
آتِهِمْ ضِعْفَيْنِ
مِنَ الْعَذَابِ
وَالْعَنْهُمْ
لَعْنًا كَبِيرًا
"Sesungguhnya Allâh melaknat orang-orang kafir dan menyediakan
bagi mereka api yang menyala-nyala (neraka); mereka kekal di dalamnya selama-lamanya;
mereka tidak memperoleh seorang pelindungpun dan tidak (pula) seorang penolong.
Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata:
“Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allâh dan taat (pula) kepada
Rasul.” Dan mereka berkata: ”Ya Rabb kami, sesungguhnya kami telah mentaati
pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari
jalan (yang benar). Ya Rabb kami, timpakanlah kepada mereka adzab dua kali
lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar." (QS. al-Ahzâb:
64-68)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Thâwus rahimahullah
mengatakan, “Saadatana yaitu para pemimpin, sedangkan kubaro-ana
(pembesar-pembesar kami) adalah ulama.” (Riwayat Ibnu Abi Haatim). Yaitu, kami
dahulu telah mentaati para penguasa dan para pembesar dari kalangan ulama’, dan
kami telah menyelisihi para Rasul, kami dahulu meyakini bahwa mereka memiliki
sesuatu (manfaat, Pen.), dan bahwa mereka di atas sesuatu (kebenaran, Pen.),
namun ternyata mereka tidak di atas sesuatu (kebenaran). [Tafsir Ibnu Katsir,
surat al-Ahzâb/33 ayat 67-68, dengan ringkas]
Karena itu, sebelum terlambat dan sebelum menyesal kelak di
kemudian hari, maka jangan sampai salah pilih untuk kesekian kalinya. Jangan
pernah memilih pemimpin yang suka bohong dan suka ingkar janji, serta suka
menyelisihi dan memusuhi serta mengkriminalisasi hukum-hukum Allah dan seluruh
ajaran Islam (sistem Islam baik akidah Islam maupun Syariah Islam khususnya
ajaran Islam perihal Syariah, dakwah, jihad dan Khilafah). Jadi, jangan pernah memilih pemimpin
yang tidak mau menerapkan Islam, dan sangat anti Islam, serta menjadi
pengkhianat umat dan pengkhianat akidah Islam.
Namun, pilihlah dengan pilihan yang benar dan tepat nan cerdas
sesuai Syariah yaitu memilih pemimpin yang dikehendaki Syariah Islam yakni
memilih pemimpin yang memenuhi syarat-syarat legal syar'i yaitu Islam,
laki-laki, baligh, berakal, merdeka, adil dan mampu, yang tentunya pemimpin yang memenuhi
syarat-syarat legal syar'i tersebut hanya mau menerapkan dan mau menjalankan
hukum-hukum Allah semata, yaitu pemimpin yang mau menerapkan dan
menjalankan sistem Islam secara kaffah baik akidah Islam maupun Syariah Islam
(Al-Qur’an dan As-Sunnah) dalam segala aspek kehidupan dalam bingkai negara
Khilafah Rasyidah Islamiyah semata untuk Indonesia yang lebih baik penuh rahmah
dan penuh berkah, serta berkeadilan penuh kedamaian dan penuh kesejahteraan
hingga menebar rahmah dan berkah bagi dunia dan alam semesta. Mau..?!
Wallahu a'lam bish shawab. []
#2019HaramPilihPemimpinIngkarJanji
#2019HaramPilihPemimpinPembohong
#2019HaramPilihPemimpinAntiIslam.
#2019GantiRezimGantiSistem
#2019TumbangkanDemokrasi
#2019TegakkanKhilafah