Monday, November 11, 2019

Bukti Cinta Nabi SAW Adalah Cinta Syariah Dan Khilafah



Oleh: Zakariya al-Bantany


Cinta Akan Membuat Seseorang Bersama Yang Dicintainya

Seseorang itu akan bersama dengan orang yang dicintainya baik di dunia maupun di Akhirat nanti. Dalam sebuah hadits, dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu, beliau berkata:

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، كَيْفَ تَقُولُ فِي رَجُلٍ أَحَبَّ قَوْمًا وَلَمْ يَلْحَقْ بِهِمْ ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (المَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ

"Ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah lalu berkata: "Ya Rasulullah, bagaimanakah pendapat Rasul mengenai seorang yang mencintai sesuatu kaum, tetapi tidak pernah menemui kaum itu?" Rasulullah bersabda: "Seorang itu beserta orang yang dicintainya." (HR. Bukhari, No. 6169 dan Muslim, No. 2640)

Dalam hadits yang lain juga disebutkan, dari Sahabat Anas bin Malik radiyallahu anhu, beliau bercerita:

“Seorang lelaki pernah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu dia bertanya, “Ya Rasulullah, kapan hari kiamat?”

Rasulullah ﷺ balik bertanya:

 وَمَا أَعْدَدْتَ لِلسَّاعَةِ

Apa yang telah anda siapkan untuk hari Kiamat?”

“Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya”, Jawab lelaki tersebut.

Rasulullah ﷺ menanggapi:

فَإِنَّكَ مع من أحببت

Sesungguhnya anda bersama orang yang anda cintai.” (HR. Muslim)

Ibnu Hajar Al-Asqolani menjelaskan hadits ini dalam kitab “Fathul Bari”:

قَوْلُهُ :” (إِنَّكَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ) أَيْ: مُلْحَقٌ بِهِمْ حَتَّى تَكُونَ مِنْ زُمْرَتِهِم

“Anda bersama orang yang anda cintai, maksudnya, dibangkitkan bersama mereka, sampai anda menjadi bagian dari barisan mereka.”

Sahabat Anas bin Malik radhiyallahu anhu pernah mengatakan ucapan yang indah:

فما فرحنا بعد الإسلام فرحا أشد من قول النبي-صلى الله عليه وسلم- “فإك مع من أحببت”, فأنا أحب الله ورسوله وأبا بكر وعمر فأرجو أن أكون معهم وإن لم أعمل بأعمالهم.

“Kami tidak pernah lebih gembira setelah masuk Islam daripada gembiranya yang disebabkan sabda Nabi Muhammad ﷺ, ‘Sesungguhnya engkau bersama yang engkau cintai’, maka aku mencintai Allah, Rasul-Nya, Abu Bakar dan Umar, dan berharap aku bersama mereka meskipun aku tidak beramal seperti amalan mereka.”

Oleh karenanya jadikanlah cinta kita kepada orang-orang yang beriman dan shalih serta bertaqwa sehingga dibangkitkan dalam barisan mereka, dan bukan kepada orang-orang kafir, yang justru akan merugikan kita di Akhirat sebagai kehidupan yang hakiki.

Akan tetapi, hal ini bukan berarti mendapatkan balasan yang sama dengan orang yang dicintai, maka sebagaimana bertingkat-tingkatnya amalan begitu juga dengan balasan. Sehingga seseorang sama dalam satu barisan bukan berarti sama dalam kedudukannya.

Ibnu Hajar Al-Asqolani mengatakan dalam kitabnya “Fathul Bari”:

وَلَيْسَ مِنْ لَازِمِ الْمَعِيَّةِ الِاسْتِوَاءُ فِي الدَّرَجَاتِ

“Sama dalam kebersamaan bukan berarti sama dalam kedudukan.”

Cinta akan membawa seseorang kepada kedekatan dan ketaatan serta pengorbanan sehingga memberikan dampak pada dirinya, sehingga tercermin dalam pola pikir dan pola perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.

Imam Ibnul Qoyyim menuturkan dalam kitabnya “Zadul Ma’ad”:

 قَرَنَ كُلَّ صَاحِبِ عَمَلٍ بِشَكْلِهِ وَنَظِيرِهِ، فَقَرَنَ بَيْنَ الْمُتَحَابَّيْنِ فِي اللَّهِ فِي الْجَنَّةِ، وَقَرَنَ بَيْنَ الْمُتَحَابَّيْنِ فِي طَاعَةِ الشَّيْطَانِ فِي الْجَحِيمِ

“Pelaku satu perbuatan dikumpulkan bersama mereka yang sama kelakuannya, maka orang-orang yang saling mencintai karena Allah dikumpulkan bersama-sama di surga, dan orang-orang yang saling mencintai karena ketaatan kepada syaitan dikumpulkan di neraka.” (Zadul Ma’ad, 4/248).

Selain dibangkitkan bersama orang-orang beriman dan shalih serta bertaqwa, orang-orang yang saling mencintai karena Allah juga mendapatkan keutamaan lainnya, yaitu Allah berikan naungan saat di hari tidak ada naungan selain naungan-Nya. Rasulullah ﷺ bersabda:

  “سبعة يظلهم الله يوم لا ظل الا ظله منها
“رجلان تحبا فى الله اجتمع عليه وتفرق عليه”~ 
"Ada tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan di hari tidak ada naungan selain naungan Allah. Di antaranya adalah, “seseorang yang saling mencintai karena Allah, bertemu dan berpisah karena Allah." (HR. Bukhari dan Muslim)

Imam Al-Mubarakfuri memaparkan dalam Tuhfatul Ahwadzi yang merupakan syarah kitab Sunan At-Tirmidzi bahwa dari ragam riwayat itu, keseluruhannya saling melengkapi tentang bagaimana seorang muslim yang tidak mampu melakukan banyak amal shalih seperti orang-orang shalih, agar tetap optimis, dan terus mempertahankan cinta pada Allah, Rasul-Nya dan para shalihin.


مَنْ أَحَبَّ قَوْمًا بِالْإِخْلَاصِ يَكُونُ مِنْ زُمْرَتِهِمْ وَإِنْ لَمْ يَعْمَلْ عَمَلَهُمْ لِثُبُوتِ التَّقَارُبِ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَرُبَّمَا تُؤَدِّي تِلْكَ الْمَحَبَّةُ إِلَى مُوَافَقَتِهِمْ

 “Jika seseorang mencintai kalangan shalih dengan ikhlas, maka sebagaimana dinyatakan Nabi, ia termasuk golongan mereka kendati amalannya tidak seperti yang dilakukan orang-orang shalih tadi, sebab keterpautan hati dengan mereka. Kiranya rasa cinta itu memotivasi agar bisa berbuat serupa.” (Muhammad bin Abdurrahman al Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadzi bi Syarhi Jami’ at Tirmidzi [Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyyah], juz 7, hal 53)


Cinta Hakiki

Jadi, wujud cinta hakiki itu adalah ketaatan totalitas dan pengorbanan setulus hati serta meneladani secara kaffah dengan segenap jiwa raga kepada yang dicintainya. Begitulah seharusnya cinta kepada Nabi ﷺ sebagai wujud keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman:

وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ

“Dan orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah: 165)


Para Sahabat Radhiyallahu anhum pun sangat mencintai dan mengagungkan Nabi ﷺ lebih dari kecintaan mereka kepada diri dan anak-anak mereka, sebagaimana yang terdapat dalam kisah ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu, yaitu sebuah hadits dari Sahabat ‘Abdullah bin Hisyam Radhiyallahu anhu, ia berkata:

كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ آخِدٌ بِيَدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، فَقَالَ لَهُ عُمَرُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، َلأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِلاَّ مِنْ نَفْسِي. فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ وَالَّذِي نَفْسِيْ بِيَدِهِ، حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ. فَقَالَ لَهُ عَمَرُ: فَإِنَّهُ اْلآنَ، وَاللهِ، َلأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اْلآنَ يَا عُمَرُ.

“Kami mengiringi Nabi ﷺ, dan beliau menggandeng tangan ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu. Kemudian ‘Umar berkata kepada Nabi ﷺ: ‘Wahai Rasulullah, sungguh engkau sangat aku cintai melebihi apapun selain diriku.’ Maka Nabi ﷺ menjawab: ‘Tidak, demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, hingga aku sangat engkau cintai melebihi dirimu.’ Lalu ‘Umar berkata kepada beliau: ‘Sungguh sekaranglah saatnya, demi Allah, engkau sangat aku cintai melebihi diriku.’ Maka Nabi ﷺ bersabda: ‘Sekarang (engkau benar), wahai ‘Umar.’” (HR. Al-Bukhari (no. 6632), dari Sahabat ‘Abdullah bin Hisyam Radhiyallahu anhu)


Oleh karena itulah, bukti cinta Nabi ﷺ adalah cinta pula dengan seluruh ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah ﷺ khususnya ajaran Syariah dan Khilafahnya yang notabene adalah warisan Rasulullah ﷺ. Seperti cintanya para Sahabat kepada Sang Nabi ﷺ khususnya cintanya Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu. Sampai-sampai Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu berkata:

ثَلَاثٌ لَأَنْ يَكُونَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيَّنَهُمْ لَنَا أَحَبُّ إِلَيَّ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا: الْخِلَافَةُ، وَالْكَلَالَةُ وَالرِّبَا

Sungguh tiga perkara yang Rasulullah terangkan kepada kami, lebih aku sukai daripada dunia dan seisinya, yakni: Khilafah, al-kalâlah dan riba.” (HR. Al-Hakim, Abu Dawud dan Al-Baihaqi).


Mencintai Warisan Nabi

Sesungguhnya Rasulullah ﷺ telah meninggalkan dua warisan yang utama wajib hukumnya dicintai dan dipelihara oleh kita Umat Islam. Selama 2 warisan ini dicintai dan dipelihara dengan baik oleh kita umat Islam, maka akan baiklah kondisi kita umat Islam.

Namun, bila sebaliknya jika salah satu atau kedua warisan ini musnah atau diabaikan ataupun dibenci dan dimusuhi oleh kita umat Islam, maka kita umat Islam akan mengalami kondisi kerusakan (fasaad) seperti yang terjadi saat ini di seluruh penjuru dunia khususnya di negeri ini.

Kedua warisan utama tersebut adalah: Syariah Islam, yang bersumber Al-Kitab (Al-Qur’an) dan As-Sunnah; dan Khilafah, dengan para Khalifahnya yang bertugas menerapkan Syariah Islam secara kaffah (keseluruhan) dalam segala aspek kehidupan tanpa kecuali dan menyatukan seluruh umat Islam serta menyebarluaskan risalah Islam ke segala penjuru dunia dengan dakwah dan jihad .

Mengenai warisan pertama, yaitu Syariah Islam, Rasulullah ﷺ bersabda:

تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما كتاب الله
وسنة نبيه

Telah aku tinggalkan di tengah kalian dua perkara yang kalian tak akan tersesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya; Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya.” (HR. Malik, Al-Muwaththa`, no 1594).


Adapun warisan kedua, yaitu Khilafah, Rasulullah ﷺ telah bersabda:

كَانَتْ بَنُوْإِسْرَائِيْلَ تَسُوْسُهُمُ اْلأَنْبِيَاءُ، كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ، وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِيْ وَسَتَكُوْنُ خُلَفَاءُ فَتَكْثُرُ. قَالُوْا: فَمَا تَأْمُرُنَا؟ قَالَ: فُوْا بِبَيْعَةِ اْلأَوَّلِ فَاْلأَوَّلِ.  وَأَعْطُوْهُمْ حَقَّهُمْ، فَإِنَّ اللهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ

Dulu Bani Israil selalu diurus oleh para Nabi. Setiap kali seorang Nabi meninggal, ia digantikan oleh Nabi yang lain. Sungguh tidak akan ada Nabi setelahku, tetapi akan ada banyak Khalifah.” Para Sahabat bertanya, “Apa yang engkau perintahkan kepada kami?” Beliau menjawab, “Penuhilah baiat yang pertama, yang pertama saja. Beri mereka hak mereka karena Allah nanti akan meminta pertanggungjawaban mereka atas urusan saja yang telah diserahkan kepada mereka.” (HR Muslim, No. 1842)


Itulah dua warisan utama Rasulullah ﷺ yang ditinggalkan beliau untuk kita umat Islam umatnya beliau ﷺ, pasca wafatnya beliau ﷺ pada tahun 11 H, sebagai bekal kita dalam menghadapi dan mengarungi luas dan dalamnya samudra kehidupan khususnya di akhir zaman ini yang penuh fitnah hingga datangnya Hari Kiamat nanti.

Dua warisan utama tersebut wajib hukumnya dicintai dan dipelihara dan dibumikan kembali serta dilestarikan demi kemaslahatan umat Islam dan seluruh umat manusia dan makhluk lainnya baik di dunia maupun di Akhirat.

Apabila umat Islam lalai atau abai memelihara warisan-warisan tersebut atau justru membenci dan menolak warisan-warisan Sang Nabi ﷺ tersebut, maka umat Islam akan jatuh ke jurang kerusakan dan kemudharatan serta kebinasaan, sebagaimana yang termaktub dalam firman Allah SWT ini:

فَمَنْ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلا يَضِلُّ وَلا يَشْقَى وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكاً

Maka barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit…” (QS. Thaha : 123-124)


Terkait dua warisan utama Sang Nabi ﷺ tersebut dalam perkembangan sejarahnya ternyata mengalami dinamika yang luar biasa. Ada yang terus eksis, ada yang sudah lenyap seperti Khilafah.

Mengenai warisan pertama, yakni Islam khususnya Syariah Islam yang terwujud dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, Rasulullah ﷺ telah bersabda bahwa Syariah Islam (Islam) suatu saat akan kembali menjadi asing sebagaimana awalnya:

بدأ الإسلام غريبا وسيعود كما بدأ غريبا فطوبى للغرباء

Islam itu bermula dalam keadaan asing, dan akan kembali asing sebagaimana bermulanya Islam. Maka beruntunglah orang-orang yang asing.” (HR Muslim, No 232).

Hadits ini menunjukkan bahwa suatu saat Islam khususnya Syariah Islam akan kembali menjadi asing bagi umatnya sendiri. Dan hal ini ternyata sudah terjadi saat ini di zaman now di era digital ini. Contohnya, saat ini umat Islam merasa asing dengan hijab, rajam, qishash, hudud, jihad, poligami, Khilafah dan lain-lain.

Akhirnya, ajaran-ajaran Islam tersebut khususnya Khilafah sebagai ajaran Islam sekaligus tuntutan dan tuntunan dari Syariah Islam itu sendiri yang semestinya dicintai dijaga dengan baik oleh umat Islam malah seakan-akan dijadikan musuh bersama umat yang sangat berbahaya dan harus dihancurkan sampai ke akar-akarnya.


Warisan kedua, yaitu Khilafah, telah mengalami kehancuran yang tragis pada tahun 1924 masehi di Turki oleh Inggris melalui agennya seorang yahudi yang bernama Mustafa Kamal Attarturk laknatullahi 'alaihim.

Sejak diruntuhkannya Khilafah tersebut, yang memimpin umat Islam bukan lagi Khalifah-Khalifah yang menggantikan fungsi Nabi ﷺ sebagai pelaksana Syariah Islam dalam kehidupan umat, namun para pemimpin (‘umaro`) ruwaibidhah yang sesat dan jahat.

Oleh Sang Nabi ﷺ mereka disebut dengan berbagai macam, antara lain sebutan mulkan jabriyatan (kekuasaan diktator) (HR. Ahmad), dengan sebutan ruwaibidhah (orang bodoh yang bicara urusan orang banyak) (HR. Ibnu Majah), atau dengan sebutan imaaratus sufahaa` (kepemimpinan orang-orang bodoh) (HR. Ahmad).


Sabda Rasulullah ﷺ yang menyebut sebutan mulkan jabriyatan (kekuasaan diktator) adalah sebagaimana yang termaktub dalam hadits yang diriwayatkan oleh Hudzaifah bin Al-Yaman radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda:

تكون النبوة فيكم ما شاء الله أن تكون ثم يرفعها إذا شاء أن يرفعها ثم تكون خلافة على منهاج النبوة فتكون ما شاء الله أن تكون ثم يرفعها إذا شاء الله أن يرفعها ثم تكون ملكا عاضا فيكون ما شاء الله أن يكون ثم يرفعها إذا شاء أن يرفعها ثم تكون ملكا جبرية فتكون ما شاء الله أن تكون ثم يرفعها إذا شاء أن يرفعها ثم تكون خلافة على منهاج النبوة ثم سكت

“Adalah Kenabian (Nubuwwah) itu ada di tengah-tengah kamu sekalian, yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang menempuh jejak kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Kekuasaan yang menggigit (Mulkan ‘Aadhdhon), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Kekuasaan yang memaksa (diktator) (Mulkan Jabariyah), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya, apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang menempuh jejak Kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah). Kemudian beliau (Nabi) diam.” (Musnad Ahmad, Juz IV, hlm, 273, nomor hadits 18.430).

Hadits ini dinilai hasan oleh Nashiruddin Al Albani, Silsilah Al Ahadits Al Shahihah, 1/8; dinilai hasan pula oleh Syaikh Syu’aib Al Arna’uth, dalam Musnad Ahmad bi Hukm Al Arna’uth, Juz 4 no hadits 18.430; dan dinilai shahih oleh Al Hafizh Al ‘Iraqi dalam Mahajjah Al Qurab fi Mahabbah Al ‘Arab, 2/17).


Sabda Rasulullah ﷺ mengenai ruwaibidhah :

سَيَأْتِى عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتٌ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِى أَمْرِ الْعَامَّةِ

“Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah berbicara.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?”. Beliau menjawab, “Orang bodoh yang bicara urusan masyarakat luas.” (HR. Ibnu Majah).


Maka dari itu, jelaslah bahwa ternyata ada dua warisan utama Rasulullah ﷺ kepada umat Islam ternyata ada yang sudah lenyap, yaitu Khilafah, dan Syariah Islam sebagian khususnya Syariah Islam yang mengatur urusan mu'amalah seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, kesehatan, pendidikan, hukum, peradilan, persanksian, pertahanan dan keamanan.

Di sinilah kita sebagai bagian umat Islam wajib mencintai dan mengembalikan kembali dua warisan utama Rasulullah ﷺ tersebut pada tempat asalnya semula, yaitu sebagai sesuatu perkara utama yang wajib ada di muka bumi dan wajib pula difungsikan sebaik-baiknya sesuai tuntutan dan tuntunan ajaran Islam itu sendiri, demi kemaslahatan umat Islam dan umat manusia serta seluruh makhluk lainnya baik di dunia maupun di Akhirat.


Memang mencintai dan memelihara dua warisan utama Rasulullah ﷺ tersebut saat ini tidaklah mudah dan tidaklah segampang yang kita bayangkan. Karena faktanya memang banyak muncul berbagai ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan serta teror.

Ketaatan totalitas dan pengorbanan setulusnya dan segenap jiwa raga pun akan menjadi suatu tuntutan yang tidak bisa terhindarkan dan tak terelakkan, baik pengorbanan waktu, tenaga, harta, pikiran, perasaan dan bahkan nyawa pun sebagai taruhannya. Dan dalam bayang-bayang persekusi, kriminalisasi, radikalisasi, terorisasi dan penjara serta moncong senjata dan tiang gantungan sang rezim ruwaibidhah demokrasi dan para penjajah kafir kapitalis asing dan aseng.

Namun, semua perjuangan ini dan cinta hakiki ini insya Allah tidak akan sia-sia di sisi Allah SWT. Insya Allah, bi idznillah mereka yang totalitas sabar, istiqamah dan ikhlas berjuang akan mendapatkan balasan pahala yang sangat besar nan agung dari sisi Allah SWT, sebagaimana dijanjikan oleh Rasulullah ﷺ, yaitu mendapat pahala 50 orang shahabat Nabi ﷺ bagi umat Islam yang tetap teguh memegang ajaran Islam khususnya Syariah dan Khilafah warisan utama Sang Nabi ﷺ di tengah situasi yang sangat sulit seperti sekarang ini di akhir zaman yang penuh fitnah ini. Rasulullah ﷺ bersabda:

إن من ورائكم أيام الصبر، الصبر فيهن مثل القبض على الجمر، للعامل فيهن أجر خمسين رجلا يعلمون مثل عمله، قيل : يا رسول الله أجر خمسين رجلا منهم؟ قال : بل أجر خمسين رجلا منكم

“Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari kesabaran. Kesabaran pada masa itu bagaikan menggenggam bara api. Bagi yang tetap istiqamah menjalankan ajaran Islam pada masa itu, akan mendapat pahala 50 orang yang mengamalkan seperti ajaran Islam itu. Ada yang bertanya, ”Hai Rasulullah, apakah pahala 50 orang di antara mereka?” Jawab Rasulullah ﷺ,” Bahkan pahala 50 orang di antara kalian (para Shahabat).” (HR. Abu Dawud, hadits hasan)


Oleh karena itulah, harusnya cinta Nabi ﷺ juga semestinya dibarengi cinta Syariah dan Khilafah warisan utama Sang Nabi ﷺ tersebut, dengan berupaya sekuat daya upaya penuh kesabaran, keistiqamahan dan keikhlasan dengan tekad baja dan dengan struggle-nya berjuang bersama menegakkannya kembali dalam kehidupan di muka bumi milik Allah ini. Untuk mewujudkan kembalinya Islam rahmatan lil Alamin yang menebar rahmah dan berkah bagi dunia dan alam semesta yang merupakan salah-satu misi utama dilahirkan dan diutusnya Sang Nabi ﷺ ke dunia. Allah SWT berfirman:

وَما أَرْسَلْناكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعالَمِينَ

Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh manusia” (QS. Al-Anbiya: 107)


Benci Syariah Dan Khilafah, Maka Cintanya Palsu Kepada Nabi Saw

Jika mengaku cinta Nabi ﷺ dan rajin memperingati Maulid Nabi ﷺ setiap tahunnya serta bersuka cita dengan semaraknya memperingati Maulid Nabi ﷺ, namun justru membenci, menolak dan memusuhi Syariah dan Khilafah warisan Sang Nabi ﷺ tersebut, ataupun bahkan meradikalisasi, mengkriminalisasi, menterorisasi dan memonsterisasi Syariah dan Khilafah warisan Sang Nabi ﷺ tersebut maka sangat jelas sudah cintanya tersebut adalah cinta palsu dan bohong besar belaka, dan tentunya itu adalah sebuah kejahatan dan dosa besar. Allah SWT berfirman:

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

"Demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim atas perkara yang mereka perselisihkan, kemudian tidak ada keberatan di dalam hati mereka atas putusan yang kamu berikan dan mereka menerima keputusan itu dengan sepenuhnya." (QS. An-Nisa’: 65)


Karena itu, janganlah seperti Abu Lahab yang hanya bersukacita atas kelahiran Nabi Muhammad ﷺ hingga Abu Lahab pun membebaskan budaknya demi merayakan kelahiran Sang Nabi ﷺ yang notabene keponakannya tersebut. Namun, pada saat yang sama Abu Lahab justru mengabaikan dan meragukan serta menolak Al-Qur’an, menolak Syariahnya, bahkan Abu Lahab pun sangat enggan diatur dengan hukum-hukumnya, hingga parahnya Abu Lahab pun menjadi musuh Dakwah nomor wahid Sang Nabi Muhammad ﷺ. Dan Abu Lahab pun berakhir dengan kematian yang sangat tragis penuh hina dan dipastikan masuk neraka kekal selamanya. Na'udzubillaah mindzalik. Allah SWT berfirman:

تَبَّتْ يَدَآ اَبِيْ لَهَبٍ وَّتَبَّ

"Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia!"

مَآ اَغْنٰى عَنْهُ مَالُهٗ وَمَا كَسَبَۗ

"Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan."

سَيَصْلٰى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍۙ

"Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (neraka)."

وَّامْرَاَتُهٗ ۗحَمَّالَةَ الْحَطَبِۚ

"Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah)."

فِيْ جِيْدِهَا حَبْلٌ مِّنْ مَّسَدٍ

"Di lehernya ada tali dari sabut yang dipintal." (QS. Al-Lahab: 1-5)


Maka, segera bertaubatlah saudara, janganlah menjadi Abu Lahab zaman now...!!!

Dan wujud nyata karakter seorang Mukmin sejati umatnya Nabi Muhammad ﷺ yang cinta Nabi ﷺ beserta seluruh ajaran Islamnya khususnya cinta Syariah dan Khilafah warisan utama Sang Nabi ﷺ tersebut, harusnya sebagaimana yang termaktub dalam firman Allah SWT ini:

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

"Sesungguhnya jawaban orang-orang Mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh". Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. An-Nuur: 51)

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللَّهَ وَيَتَّقْهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ

"Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan." (QS. An-Nuur: 52)


Oleh sebab itu, sambutlah seruan Allah dan Rasul-Nya sebagai wujud cinta hakiki kita kepada Sang Nabi Muhammad ﷺ dan Allah SWT. Allah SWT berfirman:

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya." (QS. Al-Hasyir: 7)


Wallahu a'lam bish shawab. []


#CintaNabiCintaSyariah
#CintaNabiCintaKhilafah
#CintaNabiBersemiKembali
#SholawatUntukNabi
#SemarakMaulid1441H
#KamiPerluSyafaatmuYaaNabi
#IkhlasTaatiNabiSAW

Channel Youtube Kopi Nikmat

Channel Youtube Kopi Nikmat
(klik gambar logo)

Fanpage di Facebook

Popular Posts

Search This Blog