Oleh: Zakariya
al-Bantany
Cinta Akan
Membuat Seseorang Bersama Yang Dicintainya
Seseorang itu akan
bersama dengan orang yang dicintainya baik di dunia maupun di Akhirat nanti.
Dalam sebuah hadits, dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu
'anhu, beliau berkata:
جَاءَ
رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : يَا
رَسُولَ اللَّهِ ، كَيْفَ تَقُولُ فِي رَجُلٍ أَحَبَّ قَوْمًا وَلَمْ يَلْحَقْ
بِهِمْ ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (المَرْءُ
مَعَ مَنْ أَحَبَّ
"Ada seorang
lelaki datang kepada Rasulullah lalu berkata: "Ya Rasulullah, bagaimanakah
pendapat Rasul mengenai seorang yang mencintai sesuatu kaum, tetapi tidak
pernah menemui kaum itu?" Rasulullah bersabda: "Seorang itu beserta
orang yang dicintainya." (HR. Bukhari, No. 6169 dan Muslim, No. 2640)
Dalam hadits yang lain
juga disebutkan, dari Sahabat Anas bin Malik radiyallahu
anhu, beliau bercerita:
“Seorang lelaki pernah
mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, lalu dia bertanya, “Ya Rasulullah, kapan hari kiamat?”
Rasulullah ﷺ balik
bertanya:
وَمَا أَعْدَدْتَ
لِلسَّاعَةِ
“Apa yang telah anda siapkan untuk hari Kiamat?”
“Cinta kepada Allah
dan Rasul-Nya”, Jawab lelaki tersebut.
Rasulullah ﷺ
menanggapi:
فَإِنَّكَ
مع من أحببت
“Sesungguhnya anda bersama orang yang anda cintai.”
(HR. Muslim)
Ibnu Hajar Al-Asqolani
menjelaskan hadits ini dalam kitab “Fathul Bari”:
“قَوْلُهُ :” (إِنَّكَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ) أَيْ: مُلْحَقٌ
بِهِمْ حَتَّى تَكُونَ مِنْ زُمْرَتِهِم
“Anda bersama orang
yang anda cintai, maksudnya, dibangkitkan bersama mereka, sampai anda menjadi
bagian dari barisan mereka.”
Sahabat Anas bin Malik
radhiyallahu anhu pernah mengatakan
ucapan yang indah:
فما
فرحنا بعد الإسلام فرحا أشد من قول النبي-صلى الله عليه وسلم- “فإك مع من أحببت”,
فأنا أحب الله ورسوله وأبا بكر وعمر فأرجو أن أكون معهم وإن لم أعمل بأعمالهم.
“Kami tidak pernah
lebih gembira setelah masuk Islam daripada gembiranya yang disebabkan sabda
Nabi Muhammad ﷺ, ‘Sesungguhnya engkau bersama
yang engkau cintai’, maka aku mencintai Allah, Rasul-Nya, Abu Bakar dan
Umar, dan berharap aku bersama mereka meskipun aku tidak beramal seperti amalan
mereka.”
Oleh karenanya
jadikanlah cinta kita kepada orang-orang yang beriman dan shalih serta bertaqwa
sehingga dibangkitkan dalam barisan mereka, dan bukan kepada orang-orang kafir,
yang justru akan merugikan kita di Akhirat sebagai kehidupan yang hakiki.
Akan tetapi, hal ini
bukan berarti mendapatkan balasan yang sama dengan orang yang dicintai, maka
sebagaimana bertingkat-tingkatnya amalan begitu juga dengan balasan. Sehingga
seseorang sama dalam satu barisan bukan berarti sama dalam kedudukannya.
Ibnu Hajar Al-Asqolani
mengatakan dalam kitabnya “Fathul Bari”:
وَلَيْسَ
مِنْ لَازِمِ الْمَعِيَّةِ الِاسْتِوَاءُ فِي الدَّرَجَاتِ
“Sama dalam
kebersamaan bukan berarti sama dalam kedudukan.”
Cinta akan membawa
seseorang kepada kedekatan dan ketaatan serta pengorbanan sehingga memberikan
dampak pada dirinya, sehingga tercermin dalam pola pikir dan pola perilakunya
dalam kehidupan sehari-hari.
Imam Ibnul Qoyyim
menuturkan dalam kitabnya “Zadul Ma’ad”:
قَرَنَ كُلَّ صَاحِبِ عَمَلٍ
بِشَكْلِهِ وَنَظِيرِهِ، فَقَرَنَ بَيْنَ الْمُتَحَابَّيْنِ فِي اللَّهِ فِي
الْجَنَّةِ، وَقَرَنَ بَيْنَ الْمُتَحَابَّيْنِ فِي طَاعَةِ الشَّيْطَانِ فِي
الْجَحِيمِ
“Pelaku satu perbuatan
dikumpulkan bersama mereka yang sama kelakuannya, maka orang-orang yang saling
mencintai karena Allah dikumpulkan bersama-sama di surga, dan orang-orang yang
saling mencintai karena ketaatan kepada syaitan dikumpulkan di neraka.” (Zadul Ma’ad, 4/248).
Selain dibangkitkan
bersama orang-orang beriman dan shalih serta bertaqwa, orang-orang yang saling
mencintai karena Allah juga mendapatkan keutamaan lainnya, yaitu Allah berikan
naungan saat di hari tidak ada naungan selain naungan-Nya. Rasulullah ﷺ bersabda:
“سبعة يظلهم الله يوم لا ظل الا ظله منها”
“رجلان
تحبا فى الله اجتمع عليه وتفرق عليه”~
"Ada tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan di
hari tidak ada naungan selain naungan Allah. Di antaranya adalah, “seseorang
yang saling mencintai karena Allah, bertemu dan berpisah karena Allah."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Al-Mubarakfuri
memaparkan dalam Tuhfatul Ahwadzi yang
merupakan syarah kitab Sunan At-Tirmidzi bahwa dari ragam riwayat
itu, keseluruhannya saling melengkapi tentang bagaimana seorang muslim yang
tidak mampu melakukan banyak amal shalih seperti orang-orang shalih, agar tetap
optimis, dan terus mempertahankan cinta pada Allah, Rasul-Nya dan para shalihin.
مَنْ
أَحَبَّ قَوْمًا بِالْإِخْلَاصِ يَكُونُ مِنْ زُمْرَتِهِمْ وَإِنْ لَمْ يَعْمَلْ
عَمَلَهُمْ لِثُبُوتِ التَّقَارُبِ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَرُبَّمَا تُؤَدِّي تِلْكَ
الْمَحَبَّةُ إِلَى مُوَافَقَتِهِمْ
“Jika seseorang mencintai kalangan shalih
dengan ikhlas, maka sebagaimana dinyatakan Nabi, ia termasuk golongan mereka
kendati amalannya tidak seperti yang dilakukan orang-orang shalih tadi, sebab
keterpautan hati dengan mereka. Kiranya rasa cinta itu memotivasi agar bisa
berbuat serupa.” (Muhammad bin Abdurrahman al Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadzi bi Syarhi Jami’ at Tirmidzi
[Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyyah], juz 7, hal 53)
Cinta Hakiki
Jadi, wujud cinta
hakiki itu adalah ketaatan totalitas dan pengorbanan setulus hati serta
meneladani secara kaffah dengan segenap jiwa raga kepada yang dicintainya.
Begitulah seharusnya cinta kepada Nabi ﷺ sebagai wujud keimanan dan ketaqwaan
kita kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman:
وَالَّذِينَ
آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ
“Dan orang-orang yang beriman sangat besar cintanya
kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah: 165)
Para Sahabat Radhiyallahu anhum pun sangat mencintai dan
mengagungkan Nabi ﷺ lebih dari kecintaan mereka kepada diri dan anak-anak
mereka, sebagaimana yang terdapat dalam kisah ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu, yaitu sebuah hadits dari
Sahabat ‘Abdullah bin Hisyam Radhiyallahu anhu,
ia berkata:
كُنَّا
مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ آخِدٌ بِيَدِ عُمَرَ بْنِ
الْخَطَّابِ، فَقَالَ لَهُ عُمَرُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، َلأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ
مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِلاَّ مِنْ نَفْسِي. فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ وَالَّذِي نَفْسِيْ بِيَدِهِ، حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ
إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ. فَقَالَ لَهُ عَمَرُ: فَإِنَّهُ اْلآنَ، وَاللهِ،
َلأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ اْلآنَ يَا عُمَرُ.
“Kami mengiringi Nabi
ﷺ, dan beliau menggandeng tangan ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu. Kemudian ‘Umar berkata kepada Nabi ﷺ: ‘Wahai
Rasulullah, sungguh engkau sangat aku cintai melebihi apapun selain diriku.’
Maka Nabi ﷺ menjawab: ‘Tidak, demi yang jiwaku
berada di tangan-Nya, hingga aku sangat engkau cintai melebihi dirimu.’
Lalu ‘Umar berkata kepada beliau: ‘Sungguh sekaranglah saatnya, demi Allah,
engkau sangat aku cintai melebihi diriku.’ Maka Nabi ﷺ bersabda: ‘Sekarang (engkau benar), wahai ‘Umar.’” (HR.
Al-Bukhari (no. 6632), dari Sahabat ‘Abdullah bin Hisyam Radhiyallahu anhu)
Oleh karena itulah,
bukti cinta Nabi ﷺ adalah cinta pula dengan seluruh ajaran Islam yang dibawa
oleh Rasulullah ﷺ khususnya ajaran Syariah dan Khilafahnya yang notabene adalah
warisan Rasulullah ﷺ. Seperti cintanya para Sahabat kepada Sang Nabi ﷺ khususnya
cintanya Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu.
Sampai-sampai Umar bin Khaththab radhiyallahu
'anhu berkata:
ثَلَاثٌ
لَأَنْ يَكُونَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيَّنَهُمْ لَنَا
أَحَبُّ إِلَيَّ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا: الْخِلَافَةُ، وَالْكَلَالَةُ
وَالرِّبَا
“Sungguh tiga perkara yang Rasulullah ﷺ terangkan kepada kami, lebih aku sukai daripada
dunia dan seisinya, yakni: Khilafah, al-kalâlah dan riba.” (HR.
Al-Hakim, Abu Dawud dan Al-Baihaqi).
Mencintai
Warisan Nabi ﷺ
Sesungguhnya
Rasulullah ﷺ telah meninggalkan dua warisan yang utama wajib hukumnya dicintai
dan dipelihara oleh kita Umat Islam. Selama 2 warisan ini dicintai dan
dipelihara dengan baik oleh kita umat Islam, maka akan baiklah kondisi kita
umat Islam.
Namun, bila sebaliknya
jika salah satu atau kedua warisan ini musnah atau diabaikan ataupun dibenci
dan dimusuhi oleh kita umat Islam, maka kita umat Islam akan mengalami kondisi
kerusakan (fasaad) seperti yang terjadi
saat ini di seluruh penjuru dunia khususnya di negeri ini.
Kedua warisan utama
tersebut adalah: Syariah
Islam, yang bersumber Al-Kitab (Al-Qur’an) dan As-Sunnah; dan Khilafah, dengan para
Khalifahnya yang bertugas menerapkan Syariah Islam secara kaffah (keseluruhan)
dalam segala aspek kehidupan tanpa kecuali dan menyatukan seluruh umat Islam
serta menyebarluaskan risalah Islam ke segala penjuru dunia dengan dakwah dan
jihad .
Mengenai warisan
pertama, yaitu Syariah Islam, Rasulullah ﷺ bersabda:
تركت
فيكم أمرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما كتاب الله
وسنة
نبيه
“Telah aku tinggalkan di tengah kalian dua perkara
yang kalian tak akan tersesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya;
Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya.” (HR. Malik, Al-Muwaththa`, no 1594).
Adapun warisan kedua,
yaitu Khilafah, Rasulullah ﷺ telah bersabda:
كَانَتْ
بَنُوْإِسْرَائِيْلَ تَسُوْسُهُمُ اْلأَنْبِيَاءُ، كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ
خَلَفَهُ نَبِيٌّ، وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِيْ وَسَتَكُوْنُ خُلَفَاءُ
فَتَكْثُرُ. قَالُوْا: فَمَا تَأْمُرُنَا؟ قَالَ: فُوْا بِبَيْعَةِ اْلأَوَّلِ
فَاْلأَوَّلِ. وَأَعْطُوْهُمْ حَقَّهُمْ،
فَإِنَّ اللهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ
“Dulu Bani Israil selalu diurus oleh para Nabi. Setiap
kali seorang Nabi meninggal, ia digantikan oleh Nabi yang lain. Sungguh tidak
akan ada Nabi setelahku, tetapi akan ada banyak Khalifah.” Para Sahabat
bertanya, “Apa yang engkau perintahkan kepada kami?” Beliau menjawab, “Penuhilah baiat yang pertama, yang pertama saja. Beri
mereka hak mereka karena Allah nanti akan meminta pertanggungjawaban mereka
atas urusan saja yang telah diserahkan kepada mereka.” (HR Muslim, No.
1842)
Itulah dua warisan
utama Rasulullah ﷺ yang ditinggalkan beliau untuk kita umat Islam umatnya
beliau ﷺ, pasca wafatnya beliau ﷺ pada tahun 11 H, sebagai bekal kita dalam
menghadapi dan mengarungi luas dan dalamnya samudra kehidupan khususnya di
akhir zaman ini yang penuh fitnah hingga datangnya Hari Kiamat nanti.
Dua warisan utama
tersebut wajib hukumnya dicintai dan dipelihara dan dibumikan kembali serta
dilestarikan demi kemaslahatan umat Islam dan seluruh umat manusia dan makhluk
lainnya baik di dunia maupun di Akhirat.
Apabila umat Islam
lalai atau abai memelihara warisan-warisan tersebut atau justru membenci dan
menolak warisan-warisan Sang Nabi ﷺ tersebut, maka umat Islam akan jatuh ke
jurang kerusakan dan kemudharatan serta kebinasaan, sebagaimana yang termaktub
dalam firman Allah SWT ini:
فَمَنْ
اتَّبَعَ هُدَايَ فَلا يَضِلُّ وَلا يَشْقَى وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ
لَهُ مَعِيشَةً ضَنكاً
“Maka barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak
akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku,
maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit…” (QS. Thaha :
123-124)
Terkait dua warisan
utama Sang Nabi ﷺ tersebut dalam perkembangan sejarahnya ternyata mengalami
dinamika yang luar biasa. Ada yang terus eksis, ada yang sudah lenyap seperti
Khilafah.
Mengenai warisan
pertama, yakni Islam khususnya Syariah Islam yang terwujud dalam Al-Qur’an dan
As-Sunnah, Rasulullah ﷺ telah bersabda bahwa Syariah Islam (Islam) suatu saat
akan kembali menjadi asing sebagaimana awalnya:
بدأ
الإسلام غريبا وسيعود كما بدأ غريبا فطوبى للغرباء
“Islam itu bermula dalam keadaan asing, dan akan
kembali asing sebagaimana bermulanya Islam. Maka beruntunglah orang-orang yang
asing.” (HR Muslim, No 232).
Hadits ini menunjukkan
bahwa suatu saat Islam khususnya Syariah Islam akan kembali menjadi asing bagi
umatnya sendiri. Dan hal ini ternyata sudah terjadi saat ini di zaman now di
era digital ini. Contohnya, saat ini umat Islam merasa asing dengan hijab, rajam,
qishash, hudud, jihad, poligami, Khilafah dan lain-lain.
Akhirnya,
ajaran-ajaran Islam tersebut khususnya Khilafah sebagai ajaran Islam sekaligus
tuntutan dan tuntunan dari Syariah Islam itu sendiri yang semestinya dicintai
dijaga dengan baik oleh umat Islam malah seakan-akan dijadikan musuh bersama
umat yang sangat berbahaya dan harus dihancurkan sampai ke akar-akarnya.
Warisan kedua, yaitu
Khilafah, telah mengalami kehancuran yang tragis pada tahun 1924 masehi di
Turki oleh Inggris melalui agennya seorang yahudi yang bernama Mustafa Kamal
Attarturk laknatullahi 'alaihim.
Sejak diruntuhkannya
Khilafah tersebut, yang memimpin umat Islam bukan lagi Khalifah-Khalifah yang
menggantikan fungsi Nabi ﷺ sebagai pelaksana Syariah Islam dalam kehidupan
umat, namun para pemimpin (‘umaro`) ruwaibidhah yang sesat dan jahat.
Oleh Sang Nabi ﷺ
mereka disebut dengan berbagai macam, antara lain sebutan mulkan jabriyatan (kekuasaan diktator) (HR.
Ahmad), dengan sebutan ruwaibidhah
(orang bodoh yang bicara urusan orang banyak) (HR. Ibnu Majah), atau dengan
sebutan imaaratus sufahaa` (kepemimpinan
orang-orang bodoh) (HR. Ahmad).
Sabda Rasulullah ﷺ
yang menyebut sebutan mulkan jabriyatan
(kekuasaan diktator) adalah sebagaimana yang termaktub dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Hudzaifah bin Al-Yaman radhiyallahu
'anhu, bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda:
تكون
النبوة فيكم ما شاء الله أن تكون ثم يرفعها إذا شاء أن يرفعها ثم تكون خلافة على
منهاج النبوة فتكون ما شاء الله أن تكون ثم يرفعها إذا شاء الله أن يرفعها ثم تكون
ملكا عاضا فيكون ما شاء الله أن يكون ثم يرفعها إذا شاء أن يرفعها ثم تكون ملكا
جبرية فتكون ما شاء الله أن تكون ثم يرفعها إذا شاء أن يرفعها ثم تكون خلافة على
منهاج النبوة ثم سكت
“Adalah Kenabian (Nubuwwah) itu ada di tengah-tengah kamu
sekalian, yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila
Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang menempuh jejak
kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah),
yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia
berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Kekuasaan yang menggigit (Mulkan ‘Aadhdhon), yang ada atas kehendak
Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya.
Kemudian akan ada Kekuasaan yang memaksa (diktator) (Mulkan Jabariyah), yang
ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya, apabila Dia berkehendak
mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang menempuh jejak Kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah). Kemudian
beliau (Nabi) diam.” (Musnad Ahmad, Juz
IV, hlm, 273, nomor hadits 18.430).
Hadits ini dinilai
hasan oleh Nashiruddin Al Albani, Silsilah Al
Ahadits Al Shahihah, 1/8; dinilai hasan pula oleh Syaikh Syu’aib Al
Arna’uth, dalam Musnad Ahmad bi Hukm Al
Arna’uth, Juz 4 no hadits 18.430; dan dinilai shahih oleh Al Hafizh Al
‘Iraqi dalam Mahajjah Al Qurab fi Mahabbah Al
‘Arab, 2/17).
Sabda Rasulullah ﷺ
mengenai ruwaibidhah :
سَيَأْتِى
عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتٌ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ
فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الأَمِينُ
وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ
التَّافِهُ فِى أَمْرِ الْعَامَّةِ
“Akan datang kepada
manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan
sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan
orang yang amanah justru dianggap pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah
berbicara.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?”.
Beliau menjawab, “Orang bodoh yang bicara urusan masyarakat luas.” (HR. Ibnu
Majah).
Maka dari itu,
jelaslah bahwa ternyata ada dua warisan utama Rasulullah ﷺ kepada umat Islam
ternyata ada yang sudah lenyap, yaitu Khilafah, dan Syariah Islam sebagian
khususnya Syariah Islam yang mengatur urusan mu'amalah seperti politik,
ekonomi, sosial, budaya, hukum, kesehatan, pendidikan, hukum, peradilan,
persanksian, pertahanan dan keamanan.
Di sinilah kita
sebagai bagian umat Islam
wajib mencintai dan mengembalikan kembali dua warisan utama Rasulullah ﷺ
tersebut pada tempat asalnya semula, yaitu sebagai sesuatu perkara utama
yang wajib ada di muka bumi dan wajib pula difungsikan sebaik-baiknya sesuai
tuntutan dan tuntunan ajaran Islam itu sendiri, demi kemaslahatan umat Islam
dan umat manusia serta seluruh makhluk lainnya baik di dunia maupun di Akhirat.
Memang mencintai dan
memelihara dua warisan utama Rasulullah ﷺ tersebut saat ini tidaklah mudah dan
tidaklah segampang yang kita bayangkan. Karena faktanya memang banyak muncul
berbagai ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan serta teror.
Ketaatan totalitas dan
pengorbanan setulusnya dan segenap jiwa raga pun akan menjadi suatu tuntutan
yang tidak bisa terhindarkan dan tak terelakkan, baik pengorbanan waktu,
tenaga, harta, pikiran, perasaan dan bahkan nyawa pun sebagai taruhannya. Dan
dalam bayang-bayang persekusi, kriminalisasi, radikalisasi, terorisasi dan
penjara serta moncong senjata dan tiang gantungan sang rezim ruwaibidhah demokrasi dan para penjajah kafir
kapitalis asing dan aseng.
Namun, semua
perjuangan ini dan cinta hakiki ini insya Allah
tidak akan sia-sia di sisi Allah SWT. Insya Allah, bi idznillah mereka yang totalitas sabar,
istiqamah dan ikhlas berjuang akan mendapatkan balasan pahala yang sangat besar
nan agung dari sisi Allah SWT, sebagaimana dijanjikan oleh Rasulullah ﷺ,
yaitu mendapat pahala 50 orang shahabat Nabi ﷺ bagi umat Islam yang tetap teguh
memegang ajaran Islam khususnya Syariah dan Khilafah warisan utama Sang Nabi ﷺ
di tengah situasi yang sangat sulit seperti sekarang ini di akhir zaman yang
penuh fitnah ini. Rasulullah ﷺ bersabda:
إن
من ورائكم أيام الصبر، الصبر فيهن مثل القبض على الجمر، للعامل فيهن أجر خمسين
رجلا يعلمون مثل عمله، قيل : يا رسول الله أجر خمسين رجلا منهم؟ قال : بل أجر
خمسين رجلا منكم
“Sesungguhnya di
belakang kalian ada hari-hari kesabaran. Kesabaran pada masa itu bagaikan
menggenggam bara api. Bagi yang tetap istiqamah menjalankan ajaran Islam pada
masa itu, akan mendapat pahala 50 orang yang mengamalkan seperti ajaran Islam
itu. Ada yang bertanya, ”Hai Rasulullah, apakah pahala 50 orang di antara
mereka?” Jawab Rasulullah ﷺ,” Bahkan pahala 50 orang di antara kalian (para
Shahabat).” (HR. Abu Dawud, hadits hasan)
Oleh karena itulah,
harusnya cinta Nabi ﷺ juga
semestinya dibarengi cinta Syariah dan Khilafah warisan utama Sang Nabi
ﷺ tersebut, dengan berupaya sekuat daya upaya penuh kesabaran, keistiqamahan
dan keikhlasan dengan tekad baja dan dengan struggle-nya
berjuang bersama menegakkannya kembali dalam kehidupan di muka bumi milik Allah
ini. Untuk mewujudkan kembalinya Islam rahmatan
lil Alamin yang menebar rahmah dan berkah bagi dunia dan alam semesta
yang merupakan salah-satu misi utama dilahirkan dan diutusnya Sang Nabi ﷺ ke
dunia. Allah SWT berfirman:
وَما
أَرْسَلْناكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعالَمِينَ
“Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan
sebagai rahmat bagi seluruh manusia” (QS. Al-Anbiya: 107)
Benci Syariah
Dan Khilafah, Maka Cintanya Palsu Kepada Nabi Saw
Jika mengaku cinta
Nabi ﷺ dan rajin memperingati Maulid Nabi ﷺ setiap tahunnya serta bersuka cita
dengan semaraknya memperingati Maulid Nabi ﷺ, namun justru membenci, menolak
dan memusuhi Syariah dan Khilafah warisan Sang Nabi ﷺ tersebut, ataupun bahkan meradikalisasi,
mengkriminalisasi, menterorisasi dan memonsterisasi Syariah dan Khilafah
warisan Sang Nabi ﷺ tersebut maka sangat jelas sudah cintanya tersebut adalah
cinta palsu dan bohong besar belaka, dan tentunya itu adalah sebuah kejahatan
dan dosa besar. Allah SWT berfirman:
فَلَا
وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ
لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
"Demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman
hingga mereka menjadikan kamu hakim atas perkara yang mereka perselisihkan,
kemudian tidak ada keberatan di dalam hati mereka atas putusan yang kamu
berikan dan mereka menerima keputusan itu dengan sepenuhnya." (QS.
An-Nisa’: 65)
Karena itu, janganlah
seperti Abu Lahab yang hanya bersukacita atas kelahiran Nabi Muhammad ﷺ hingga
Abu Lahab pun membebaskan budaknya demi merayakan kelahiran Sang Nabi ﷺ yang
notabene keponakannya tersebut. Namun, pada saat yang sama Abu Lahab justru mengabaikan
dan meragukan serta menolak Al-Qur’an, menolak Syariahnya, bahkan Abu Lahab pun
sangat enggan diatur dengan hukum-hukumnya, hingga parahnya Abu Lahab pun
menjadi musuh Dakwah nomor wahid Sang Nabi Muhammad ﷺ. Dan Abu Lahab pun
berakhir dengan kematian yang sangat tragis penuh hina dan dipastikan masuk
neraka kekal selamanya. Na'udzubillaah
mindzalik. Allah SWT berfirman:
تَبَّتْ
يَدَآ اَبِيْ لَهَبٍ وَّتَبَّ
"Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar
binasa dia!"
مَآ اَغْنٰى عَنْهُ مَالُهٗ
وَمَا كَسَبَۗ
"Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia
usahakan."
سَيَصْلٰى
نَارًا ذَاتَ لَهَبٍۙ
"Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak
(neraka)."
وَّامْرَاَتُهٗ ۗحَمَّالَةَ
الْحَطَبِۚ
"Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar
(penyebar fitnah)."
فِيْ
جِيْدِهَا حَبْلٌ مِّنْ مَّسَدٍ
"Di lehernya ada tali dari sabut yang dipintal."
(QS. Al-Lahab: 1-5)
Maka, segera
bertaubatlah saudara, janganlah menjadi Abu Lahab zaman now...!!!
Dan wujud nyata
karakter seorang Mukmin sejati umatnya Nabi Muhammad ﷺ yang cinta Nabi ﷺ
beserta seluruh ajaran Islamnya khususnya cinta Syariah dan Khilafah warisan
utama Sang Nabi ﷺ tersebut, harusnya sebagaimana yang termaktub dalam firman
Allah SWT ini:
إِنَّمَا
كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ
بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
"Sesungguhnya jawaban orang-orang Mukmin, bila mereka
dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara
mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh". Dan mereka
itulah orang-orang yang beruntung." (QS. An-Nuur: 51)
وَمَنْ
يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللَّهَ وَيَتَّقْهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ
الْفَائِزُونَ
"Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya
dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang
yang mendapat kemenangan." (QS. An-Nuur: 52)
Oleh sebab itu,
sambutlah seruan Allah dan Rasul-Nya sebagai wujud cinta hakiki kita kepada
Sang Nabi Muhammad ﷺ dan Allah SWT. Allah SWT berfirman:
وَمَا
آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ
اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah.
Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya." (QS. Al-Hasyir:
7)
Wallahu a'lam bish shawab. []
#CintaNabiCintaSyariah
#CintaNabiCintaKhilafah
#CintaNabiBersemiKembali
#SholawatUntukNabi
#SemarakMaulid1441H
#KamiPerluSyafaatmuYaaNabi
#IkhlasTaatiNabiSAW