Tuesday, October 29, 2019

Hakikat Maulid Nabi SAW



Oleh: Zakariya al-Bantany


Alhamdulillah, tak terasa kita sudah kembali di bulan Rabi'ul Awwal 1441 H. Dan terkhusus di bulan Rabi'ul Awwal ini tentunya merupakan bulan yang sangat istimewa. Karena bulan Rabi'ul Awwal tersebut adalah bulan kelahiran makhluk yang sangat istimewa yang menjadi rahmat bagi semesta alam yakni baginda Nabi Muhammad Rasulullah ﷺ.

Bulan Rabiul Awwal tersebut, yang sangat diyakini oleh kaum Muslim di seluruh penjuru dunia sebagai bulan kelahiran Baginda Nabi Muhammad Rasulullah ﷺ pada hari Senin 12 Rabiul Awwal tahun Gajah di Makkah (Ibnul Qayyim, Zadul Maad I/28). Seperti biasa, Peringatan Hari Kelahiran Baginda Nabi Muhammad Rasulullah ﷺ — atau dikenal dengan Peringatan Maulid Nabi ﷺ — ramai diselenggarakan oleh kaum Muslim di berbagai tempat, khususnya di Tanah Air.

Pada tanggal 12 Rabiul Awal tersebut pula terjadi peristiwa besar dalam sejarah umat Islam yaitu hijrahnya Rasulullah ﷺ ke Madinah dan Maulid (lahirnya) Daulah Islam (Negara Islam) yang pertama di Madinah secara de facto dan de jure yang dibidani oleh Rasulullah ﷺ dan para Sahabat Radhiyallahu 'anhum. Dan juga pada tanggal 12 Rabiul Awwal tersebut adalah juga merupakan Maulid (lahirnya) Khulafaur Rasyidin (Khilafah Rasyidah yang pertama) dengan dibai'atnya Abu Bakar ash-Shiddiq baik dibai'at secara in'iqad (resmi dan legal) maupun dibai'at tha'at oleh seluruh kaum Muslim sebagai Khalifah pertama umat Islam pasca wafatnya baginda Rasulullah ﷺ.

Tentunya Maulid Nabi ﷺ ini memiliki banyak esensi atau hakikat di baliknya, antara lain yaitu:

1. Nabi Muhammad ﷺ dilahirkan dan diutus sebagai Nabi dan Rasul serta pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan untuk seluruh umat manusia dan untuk seluruh alam semesta. Allah SWT berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

"Tidaklah Kami mengutusmu (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam." (QS. Al-Anbiyâ’ [21]: 107)

Allah SWT pun berfirman:

قُلْ يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ لآ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ يُحْيِ وَيُمِيتُ فَئَامِنُوا بِاللهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ اْلأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

“Katakanlah: “Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan yang mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk." (QS. al-A’raf [7]: 158)

Perintah Allah dalam ayat ini “Katakanlah: “Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua”, ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad ﷺ diutus untuk seluruh umat manusia, sebagaimana firman Allah SWT:

وَمَآ أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ كَآفَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ

"Dan Kami tidak mengutusmu, melainkan kepada seluruh umat manusia, sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui." (QS. Saba’ [34]: 28)

Oleh karena itulah, siapa saja yang telah mendengar dakwah agama Islam, agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ , yang membawa kitab suci al-Qur’an, kemudian tidak beriman, tidak percaya dan tidak tunduk, maka dia adalah orang kafir yang sesungguhnya dan di akhirat menjadi penghuni neraka, kekal selamanya. Allah SWT berfirman:

وَمَن يَكْفُرْ بِهِ مِنَ اْلأَحْزَابِ فَالنَّارُ مَوْعِدُهُ فَلاَ تَكُ فِي مِرْيَةٍ مِّنْهُ إِنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّكَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يُؤْمِنُونَ

"Dan barangsiapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada al-Qur’an, maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya, karena itu janganlah kamu ragu-ragu terhadap al-Qur’an itu. Sesungguhnya (al-Qur’an) itu benar-benar dari Rabbmu, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman”. (QS. Hud [11]: 17)

Rasulullah ﷺ bersabda:

وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ اْلأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ

"Demi (Allah) Yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, tidaklah seorangpun di kalangan umat ini, Yahudi atau Nashrani, mendengar tentang aku, kemudian dia mati, dan tidak beriman kepada apa yang aku diutus dengan-Nya, kecuali dia termasuk para penghuni neraka." (Hadits Shohih Riwayat Muslim, no: 153, dari Abu Hurairah)

Hadits ini juga merupakan dalil yang menunjukkan akan keumuman risalah Rasulullah dan wajib bagi semua umat manusia untuk beriman kepadanya.

2. Nabi Muhammad ﷺ adalah simbol akhlak al-Qur’an.

Allah SWT berfirman:

وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ

"Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki khuluq yang agung." (QS. Al-Qalam [68]: 4)

Di dalam tafsirnya, Imam Jalalain menyatakan bahwa kata khuluq dalam ayat di atas bermakna dien (agama/ jalan hidup) [Lihat: Jalalain, Tafsir Jalalain, I/758].

Dengan demikian ayat di atas bisa dimaknai: Sesungguhnya engkau berada di atas agama/ jalan hidup yang agung. Tegasnya, menurut Imam Ibnu Katsir dengan mengutip pendapat Ibnu Abbas ra., ayat itu bermakna: Sesungguhnya engkau berada di atas agama/ jalan hidup yang agung, yakni Islam (Lihat: Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, 4/403). Ibnu Katsir lalu mengaitkan ayat ini dengan sebuah hadits yang meriwayatkan bahwa Aisyah ra. Istri Nabi ﷺ pernah ditanya Sa'ad bin Hisyam ra. mengenai akhlak Nabiﷺ , Aisyah ra. lalu menjawab:

كَانَ خُلُقُهُ القُرآنَ
"Sesungguhnya akhlaknya adalah al-Qur’an." (HR. Ahmad)

3. Nabi Muhammad ﷺ sebagai pelaksana Syariah Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan.

Allah SWT berfirman:

وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (48) وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ (49) أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ (50)

"Dan kami telah turunkan kepadamu al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kalian, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kalian dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kalian terhadap pemberian-Nya kepada kalian, maka berlomba-lomba­lah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kalian semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepada kalian apa yang telah kalian perselisihkan. Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasiq. Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (QS. al-Maidah [5]: 48-50)

Allah SWT pun berfirman:

فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

"Demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara apapun yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (QS an-Nisa’ [4]: 65).

Imam ath-Thabari menjelaskan makna ayat tersebut: Falâ maknanya tidak seperti yang mereka klaim, bahwa mereka beriman kepada kamu, tetapi mereka berhukum kepada thâghût dan berpaling dari kamu saat mereka diseru. ‘Demi Rabb-mu’, ya Muhammad, ‘mereka tidak beriman’, yakni tidak membenarkan Aku, engkau dan apa pun yang Aku turunkan kepada engkau, ‘sampai mereka menjadikan engkau hakim dalam semua perkara yang mereka perselisihkan [Imam ath-Thabari, Tafsîr ath-Thabarî].

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak." (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak." (HR. Muslim no. 1718)

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan." (HR. Muslim no. 867)

Dalam riwayat an-Nasa’i:

مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلا هَادِيَ لَهُ ، إِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ

“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang bisa menyesatkannya. Dan yang disesatkan oleh Allah tidak ada yang bisa memberi petunjuk padanya. Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan tempatnya di neraka." (HR. An-Nasa’i no. 1578, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan An Nasa’i)

أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

“Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, tetap mendengar dan ta’at kepada pemimpin walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Karena barangsiapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti, dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk berpegang pada sunnah-ku dan sunnah Khulafa’ur Rasyidin yang mereka itu telah diberi petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi geraham kalian. Jauhilah dengan perkara (agama) yang diada-adakan karena setiap perkara (agama) yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan." (HR. At-Tirmidzi no. 2676. Ia berkata: “hadits ini hasan shahih”)

Sepeninggal Nabi ﷺ adalah dengan menjadikan beliau ﷺ sebagai hakim tidak lain adalah dengan menjadikan Syariah Islam yang beliau ﷺ bawa sebagai hukum untuk memutuskan segala perkara yang terjadi. Itu berarti menerapkan syariah Islam secara totalitas dalam semua urusan. Untuk itu mutlak memerlukan kekuasaan.

4. Nabi Muhammad ﷺ simbol Islam dan simbol kekuasaan Islam.

Rasul ﷺ pun telah mencontohkan bagaimana beliau memohon kekuasaan kepada Allah SWT untuk mewujudkan hal itu. Allah SWT berfirman:

وَاجْعَل لِّي مِن لَّدُنكَ سُلْطَانًا نَّصِيرًا

“…Dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong." (QS al-Isra’ [17]: 80)

Imam Qatadah menjelaskan, “Nabi ﷺ menyadari bahwa tidak ada daya bagi beliau dengan perkara ini kecuali dengan sulthân (kekuasaan). Karena itu beliau memohon kekuasaan yang menolong untuk Kitabullah, untuk hudûd Allah, untuk kewajiban-kewajiban dari Allah dan untuk tegaknya agama Allah” [Imam ath-Thabari, Tafsîr ath-Thabari].

Kekuasaan itu tidak ada artinya jika bukan sulthân[an] nashîr [an] (kekuasaan yang menolong). Kekuasaan yang menolong itu hanyalah kekuasaan yang sedari awal memang ditujukan untuk menolong agama Allah SWT, Kitabullah dan untuk menegakkan Syariah-Nya. Kekuasan seperti ini hanyalah kekuasaan yang Islami sejak dari asasnya, bentuknya, sistemnya, hukumnya, perangkat-perangkatnya, struktur dan semua penyusunnya. Kekuasaan yang menolong seperti itu adalah Khilafah Rasyidah ‘ala Minhâj an-Nubuwwah.

Inilah kesempurnaan Risalah Islam yang dibawa oleh Rasulullah ﷺ untuk mengatur hubungan manusia dengan al-Khaliq (hablun minallaah) yaitu mencakup perkara akidah dan ibadah; mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri (hablun minannafsi) yaitu mencakup perkara makanan, minuman, pakaian dan akhlak; dan mengatur hubungan manusia dengan sesamanya (hablun minannaas) yaitu mencakup perkara politik, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, kesehatan, hukum, peradilan dan sanksi serta pertahanan dan keamanan. Allah SWT berfirman:

الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ فَلاَ تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ، الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا

"Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agama kalian. Oleh karena itu, janganlah kalian takut kepada mereka, tetapi takutlah kalian kepada-Ku.  Pada hari ini Aku telah menyempurnakan untuk kalian agama kalian, telah mencukupkan atas kalian nikmat-Ku, dan telah meridhai Islam menjadi agama bagi kalian." (QS. al-Maidah [5]: 3)

Dan juga Allah SWT berfirman:

يُرِيدُونَ أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللَّهُ إِلا أَنْ يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ (32) هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ (33)

"Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Qur'an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai." (QS. at-Taubah [9]: 32-33)

5. Nabi Muhammad ﷺ adalah simbol persatuan umat dan pemersatu umat

Intisari semua risalah yang dibawa dan diemban oleh para Nabi dan para Rasul adalah ajaran tauhid. Tauhidullah yakni mengesakan Allah SWT semata. Tidak mengakui keberadaan tuhan selain Allah SWT. Allah SWT berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

"Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan Kami mewahyukan kepada dia bahwa tidak ada Tuhan (yang haq) melainkan Aku. Karena itu sembahlah Aku oleh kalian." (QS. Al-Anbiya’ [21]: 25)

Allah SWT juga berfirman:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

"Sungguh Kami telah mengutus rasul kepada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah oleh kalian Allah saja dan jauhilah thâghût-thâghût itu." (QS. An-Nahl [16]: 36)

Islam yang dibawa oleh Rasulullah ﷺ adalah agama yang dibangun di atas tauhid dari Dzat Yang Maha Esa lagi Maha Serba Maha yakni Allah SWT Tuhan Semesta Alam. Kalimat dakwah pertama yang disampaikan kepada umat manusia oleh Nabi ﷺ adalah ajakan mengesakan Allah SWT dan mengakui dirinya sebagai utusan Allah SWT. Ajaran itu pula yang dibawa oleh baginda Nabi Muhammad Rasulullah ﷺ untuk disampaikan ke seluruh penjuru alam.

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوْا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَيُقِيْمُوا الصَّلاَةَ، وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ، فَإِذَا فَعَلُوْا ذَلِكَ عَصَمُوْا مِنِّيْ دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ اْلإِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ تَعَالَى

"Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tiada tuhan yang haq kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat dan membayar zakat. Jika mereka melakukan semua itu, berarti mereka telah melindungi darah dan harta mereka dariku, kecuali dengan hak Islam. Adapun perhitungan atas dosa mereka diserahkan kepada Allah SWT." (HR. Muttafaq ‘alaih)

Bahkan beliau ﷺ pun menyatukan umat manusia yang beraneka ragam suku bangsa dan ras serta warna kulitnya dalam ikatan shahih akidah tauhid Islam tersebut dalam bingkai Daulah Khilafah Islam dalam naungan panji (bendera) tauhid atau panji Rasul (bendera) al-Liwa' (bendera berwarna putih) dan ar-Royah (bendera berwarna hitam) yang bertuliskan kalimat tauhid "لا اله الا الله محمد رسول الله".

Rasulullah ﷺ bersabda:

أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

“Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, tetap mendengar dan ta’at kepada pemimpin walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Karena barangsiapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti, dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk berpegang pada sunnah-ku dan sunnah Khulafa’ur Rasyidin (Khilafah Rasyidah) yang mereka itu telah diberi petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi geraham kalian. Jauhilah dengan perkara (agama) yang diada-adakan karena setiap perkara (agama) yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan." (HR. At-Tirmidzi no. 2676. Ia berkata: “hadits ini hasan shahih”)

Terkait panji Rasul yang notabene bendera Islam dan bendera Daulah Khilafah Islam dan juga bendera pemersatu umat tersebut banyak dalil-dalil sunnah dan atsar yang menjelaskan tentang al-Liwa dan ar-Rayah, di antaranya dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu:

كَانَ لِوَاءُ -صلى الله عليه وسلم- أَبْيَضَ، وَرَايَتُهُ سَوْدَاءَ

Bendera (Liwa) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwarna putih, dan panjinya (Rayah) berwarna hitam.” (HR. Al-Hakim, Al-Baghawi, At-Tirmidzi)

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ’anhu :

كَانَتْ رَايَةُ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- سَوْدَاءَ وَلِوَاؤُهُ أَبْيَضُ، مَكْتُوبٌ عَلَيْه ِ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ

Panjinya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwarna hitam, dan benderanya (Liwa) berwarna putih, tertulis di dalamnya: “Laa Ilaaha Illallaah Muhammad Rasulullah.” (HR. Ath-Thabrani)

Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu:

أَنَّ النبي -صلى الله عليه وسلم- كَانَ لِوَاؤُهُ يَوْمَ دَخَلَ مَكَّةَ أَبْيَضَ

Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam liwa’-nya pada hari penaklukkan Kota Mekkah berwarna putih.” (HR. Ibn Majah, Al-Hakim, Ibn Hibban)

Dari Yunus bin Ubaid maula Muhammad bin Al-Qasim, ia berkata: Muhammad bin Al-Qasim mengutusku kepada Al-Bara’ bin ‘Azib, aku bertanya tentang rayah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti apa? Al-Bara’ bin ‘Azib menjawab:

كَانَتْ سَوْدَاءَ مُرَبَّعَةً مِنْ نَمِرَةٍ

“(Ar-Rayah) ia berwarna hitam, berbentuk persegi panjang terbuat dari kain wol.” (HR. At-Tirmidzi, Al-Baghawi, An-Nasa’i)

Dari Al-Hasan radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

كَانَتْ رَايَةُ النَّبِيِّ -صلى الله عليه وسلم- سَوْدَاءَ تُسَمَّى الْعُقَابَ

Rayah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwarna hitam disebut Al-‘Uqab.” (HR. Ibnu Abi Syaibah)

Dan kelak Rasulullah ﷺ pun akan mengumpulkan dan menyatukan umatnya pada hari Kiamat dalam naungan panji Rasul (bendera tauhid) tersebut bahkan para Nabi dan Rasul lainnya pendahulu Rasulullah ﷺ mereka pun akan berhimpun dalam naungan bendera Rasulullah ﷺ tersebut. Rasulullah ﷺ bersabda:

أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آَدَمَ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ وَلاَ فَخْرَ، وَبِيَدِيْ لِوَاءُ اْلحَمْدِ وَلاَ فَخْرَ، وَ مَا مِنْ نَبِيٍّ يَوْمَئِذٍ آَدَمُ فَمَنْ سِوَاهُ إِلاَّ تَحْتَ لِوَاءِيْ وَ أَنَا أَوَّلُ مَنْ تَنْشَقُّ عَنْهُ الأَرْضُ وَلاَ فَخْرَ

“Aku adalah pemimpin anak Adam pada hari Kiamat dan bukannya sombong, dan di tanganku Panji Al-Hamd dan bukannya sombong, dan tidak ada seorang Nabi pun, tidak pula Adam juga yang lainnya ketika itu kecuali semua di bawah benderaku, dan aku orang pertama yang keluar dari tanah/ kubur dan bukannya sombong.” (HR. At Tirmidziy, Ibnu Majah dan Ahmad)

Oleh karena itulah, di antara doa yang biasa dipanjatkan kaum muslimin dalam doa setelah shalat tarawih adalah:

وَتَحْتَ لِوَاءِ سيدنا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ سَائِرِيْنَ

"Yaa Allah, jadikanlah kami orang-orang yang berada di bawah panji-panji junjungan kami, Nabi Muhammad, pada hari kiamat."

Karena itulah dengan kalimat tauhid sebagai pondasi dan asas dari Islam yang diwujudkan oleh Rasulullah ﷺ dalam bentuk Daulah Khilafah Islam dan Panji Tauhid tersebut mampu membangkitkan dan menyatukan umat manusia menjadi satu umat yakni umat Islam yang diikat dengan ideologi Islam atau akidah tauhid Islam hingga umat Islam pun menjadi masyarakat baru yang khas dan terbaik yakni masyarakat Islam yang digelari Khairu Ummah (umat yang terbaik) yang menebar Islam rahmatan lil 'alamin.

6. Nabi Muhammad ﷺ simbol kelahiran masyarakat baru.

Sebagaimana diketahui, masa sebelum Islam adalah masa kegelapan, dan masyarakat sebelum Islam adalah masyarakat Jahiliyah. Akan tetapi, sejak kelahiran (maulid) Muhammad ﷺ di tengah-tengah mereka, yang kemudian diangkat oleh Allah sebagai nabi dan rasul pembawa risalah Islam ke tengah-tengah mereka, dalam waktu hanya 23 tahun, masa kegelapan mereka berakhir digantikan dengan masa ‘cahaya’; masyarakat Jahiliyah terkubur digantikan dengan lahirnya masyarakat baru, yakni masyarakat Islam. Sejak itu, Nabi Muhammad ﷺ. adalah pemimpin di segala bidang. Ia memimpin umat di masjid, di pemerintahan, bahkan di medan pertempuran atau medan peperangan. Allah SWT berfirman:

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آَمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasiq." (QS. Ali Imran [3]:110)

7. Nabi Muhammad ﷺ sebagai Suri Tauladan bagi seluruh alam semesta.

Allah SWT berfirman:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُوْلِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللهَ وَالْيَوْمَ اْلآخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيْرًا

Sesungguhnya pada diri Rasulullah ada teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap Allah dan hari akhir serta banyak berdzikir kepada Allah.” (QS. al-Ahzab [33]: 21)

Karena itu, Peringatan Maulid Nabi ﷺ pun tidak akan bermakna apa-apa—selain sebagai aktivitas ritual dan rutinitas belaka—jika kaum Muslim tidak mau diatur oleh wahyu Allah, yakni al-Qur’an dan as-Sunnah, yang telah dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ ke tengah-tengah mereka. Padahal, Allah SWT telah berfirman:

وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا

"Apa saja yang diberikan Rasul kepada kalian, terimalah; apa saja yang dilarangnya atas kalian, tinggalkanlah." (QS. al-Hasyr [59]: 7)

Lebih dari itu, pengagungan dan penghormatan kepada Rasulullah Muhammad ﷺ , yang antara lain diekspresikan dengan Peringatan Maulid Nabi ﷺ , sejatinya merupakan perwujudan kecintaan kepada Allah, karena Nabi Muhammad ﷺ adalah kekasih-Nya.

Jika memang demikian kenyataannya maka kaum Muslim wajib mengikuti sekaligus meneladani Nabi Muhammad ﷺ dalam seluruh aspek kehidupannya, bukan sekadar dalam aspek ibadah ritual dan akhlaknya saja. Allah SWT berfirman:

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي

Katakanlah, “Jika kalian benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku.” (QS. Ali Imran [3]: 31)

Dalam ayat di atas, frasa fattabi‘ûnî (ikutilah aku) bermakna umum, karena memang tidak ada indikasi adanya pengkhususan (takhshîsh), pembatasan (taqyîd), atau penekanan (tahsyîr) hanya pada aspek-aspek tertentu yang dipraktikkan Nabi ﷺ.

Di samping itu, Allah SWT juga berfirman:

وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ

"Sesungguhnya engkau berada di atas khuluq yang agung." (QS. al-Qalam [68]: 4)

Di dalam tafsirnya, Imam Jalalain menyatakan bahwa kata khuluq dalam ayat di atas bermakna dîn (agama, jalan hidup) (Lihat: Jalalain, Tafsîr Jalâlayn, 1/758). Dengan demikian, ayat di atas bisa dimaknai: Sesungguhnya engkau berada di atas agama/ jalan hidup yang agung.

Tegasnya, menurut Imam Ibn Katsir, dengan mengutip pendapat Ibn Abbas, ayat itu bermakna: Sesungguhnya engkau berada di atas agama/ jalan hidup yang agung, yakni Islam (Lihat: Ibn Katsir, Tafsîr Ibn Katsîr, 4/403). Ibn Katsir lalu mengaitkan ayat ini dengan sebuah hadis yang meriwayatkan bahwa Aisyah istri Nabi ﷺ pernah ditanya oleh Sa’ad bin Hisyam mengenai akhlak Nabiﷺ , Aisyah ra. lalu menjawab:

كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ

"Sesungguhnya akhlaknya adalah al-Qur’an." (HR. Ahmad)

Dengan demikian, berdasarkan ayat al-Qur’an dan hadis penuturan Aisyah ra. di atas, dapat disimpulkan bahwa meneladani Nabi Muhammad ﷺ hakikatnya adalah dengan cara mengamalkan seluruh isi al-Qur’an, yang tidak hanya menyangkut ibadah ritual dan akhlak saja, tetapi mencakup seluruh aspek kehidupan manusia.

Artinya, kaum Muslim dituntut untuk mengikuti dan meneladani Nabi Muhammad ﷺ dalam seluruh perilakunya: mulai dari akidah dan ibadahnya; makanan/minuman, pakaian, dan akhlaknya; hingga berbagai muamalah yang dilakukannya seperti dalam bidang ekonomi, sosial, politik, pendidikan, hukum, dan pemerintahan termasuk juga metode dakwah beliau ﷺ.

Sebab, Rasulullah ﷺ sendiri tidak hanya mengajari kita bagaimana mengucapkan syahadat serta melaksanakan shalat, shaum, zakat, dan haji secara benar; tetapi juga mengajarkan bagaimana mencari nafkah, melakukan transaksi ekonomi, menjalani kehidupan sosial, menjalankan pendidikan, melaksanakan aktivitas politik (pengaturan masyarakat), menerapkan sanksi-sanksi hukum (‘uqûbat) bagi pelaku kriminal, dan mengatur pemerintahan/negara secara benar. Lalu, apakah memang Rasulullah ﷺ hanya layak diikuti dan diteladani dalam masalah ibadah ritual dan akhlaknya saja, tidak dalam perkara-perkara lainnya? Tentu saja tidak begitu!

Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu." (QS. al-Baqarah [2]: 208)

Allah SWT juga berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (102) وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعاً وَلا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْداءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْواناً وَكُنْتُمْ عَلى شَفا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْها كَذلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آياتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (103)

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Dan berpeganglah kalian kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan amarah hati kalian, lalu menjadilah kalian karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara, dan kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian darinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian, agar kalian mendapat petunjuk." (QS. Ali Imran [2]: 102-103)

Jika demikian, mengapa saat ini kita tidak mau meninggalkan riba dan transaksi-transaksi batil serta bendera-bendera ashabiyah jahiliyah nasionalisme yang dibuat oleh sistem Kapitalisme-sekular-demokrasi; tidak mau mengatur urusan sosial dengan aturan Islam; tidak mau mengibarkan dan membumikan kembali bendera Rasul (bendera tauhid), namun justru malah membakar dan menista serta mengkriminalisasi bendera Rasulullah ﷺ tersebut; tidak mau menjalankan pendidikan dan politik Islam; tidak mau menerapkan sanksi-sanksi hukum Islam (seperti qishâsh, potong tangan bagi pencuri, rajam bagi pezina, cambuk bagi pemabuk, hukuman mati bagi yang murtad, dll); juga tidak mau mengatur pemerintahan/negara dengan aturan-aturan Islam? Bukankah semua itu justru pernah dipraktikan oleh Rasulullah ﷺ selama bertahun-tahun di Madinah dalam kedudukannya sebagai kepala Negara Islam (Daulah Islamiyah)?

Karena itu, kita bisa menyimpulkan bahwa makna terpenting dari kelahiran Nabi Muhammad ﷺ adalah keberadaannya yang telah mampu membidani kelahiran masyarakat baru, yakni masyarakat Islam dengan tegaknya Daulah Islamiyah yang pertama di Madinah al-Munawwarah; sebuah masyarakat yang tatanan kehidupannya diatur seluruhnya oleh aturan-aturan Islam.

Renungan

Walhasil, Peringatan Maulid Nabi ﷺ sejatinya dijadikan momentum bagi kaum Muslim untuk terus berusaha meneladani Rasulullah ﷺ secara kaffah untuk melahirkan kembali masyarakat baru, yakni masyarakat Islam, sebagaimana yang pernah dibidani kelahirannya oleh Rasulullah ﷺ di Madinah. Sebab, siapapun tahu, masyarakat sekarang tidak ada bedanya dengan masyarakat Arab pra-Islam, yakni sama-sama Jahiliyah. Sebagaimana masa Jahiliyah dahulu, saat ini pun aturan-aturan Islam tidak diterapkan dan umat Islam pun terpecah belah menjadi lebih dari negara-negara kecil dalam bentuk negara bangsa (nation state) dengan paham sempit nan sesat nasionalisme dan dalam naungan bendera ashabiyah jahiliyah kebangsaan.

Karena aturan-aturan Islam—sebagaimana aturan-aturan lain—tidak mungkin tegak tanpa adanya negara, maka menegakkan negara yang akan memberlakukan aturan-aturan Islam dan menyatukan kembali umat Islam menjadi satu umat dan satu kepemimpinan serta satu negara dan satu bendera adalah sebuah keniscayaan. Inilah juga yang disadari benar oleh Rasulullah ﷺ sejak awal dakwahnya. Rasulullah ﷺ tidak hanya menyeru manusia agar beribadah secara ritual kepada Allah dan berakhlak baik, tetapi juga menyeru mereka seluruhnya agar menerapkan semua aturan-aturan Allah dalam seluruh aspek kehidupan mereka.

Sejak awal, bahkan para pemuka bangsa Arab saat itu menyadari, bahwa secara politik dakwah Rasulullah ﷺ akan mengancam kedudukan dan kekuasaan mereka. Itulah yang menjadi alasan orang-orang seperti Abu Jahal, Abu Lahab, Walid bin Mughirah, dan para pemuka bangsa Arab lainnya sangat keras menentang dakwah Rasulullah ﷺ. Akan tetapi, semua penentangan itu akhirnya dapat diatasi oleh Rasulullah ﷺ sampai beliau berhasil menegakkan kekuasaannya di Madinah sekaligus melibas kekuasaan mereka.

Walhasil, dakwah seperti itulah yang juga harus dilakukan oleh kaum Muslim saat ini, yakni dakwah untuk menegakkan kekuasaan Islam yaitu Daulah Khilafah Islam yang akan memberlakukan aturan-aturan Islam dan menyatukan umat Islam sedunia dalam satu kalimat agung nan mulia yakni kalimat tauhid: "لا اله الا الله محمد رسول الله", sekaligus yang akan meruntuhkan kekuasaan rezim penjajah kafir kapitalisme global asing dan aseng beserta rezim ruwaibidhah bonekanya yang telah memberlakukan aturan-aturan kufur selama ini, serta melanjutkan kehidupan Islam dan menyebarluaskan Islam ke segala penjuru dunia dengan dakwah dan jihad.

Hanya dengan itulah Peringatan Maulid Nabi ﷺ yang diselenggarakan setiap tahun akan jauh lebih bermakna, lebih hidup dan lebih membekas di dalam jiwa serta akan jauh lebih membangkitkan umat sehingga benar-benar akan kembali terwujud umat Islam sebagai umat yang terbaik (Khairu Ummah) dan terwujud pula kembalinya Islam rahmatan lil 'alamin yang menebar rahmah dan berkah bagi dunia dan alam semesta.

Wallaahu a'lam bish shawaab. []


#IjtimaUlama
#IkutUlama
#BenderaTauhidSatukanUmat
#2019TumbangkanDemokrasi
#2019TegakkanKhilafah
#KhilafahWajib
#KhilafahAjaranIslam
#KhilafahSolusiReal
#ReturnTheKhilafah

Channel Youtube Kopi Nikmat

Channel Youtube Kopi Nikmat
(klik gambar logo)

Fanpage di Facebook

Popular Posts

Search This Blog