Oleh: Zakariya al-Bantany
Nasionalisme adalah sebuah paham sempit
kebangsaan yang lahir dari ideologi penjajah kafir Barat dan Timur baik
kapitalisme-sekulerisme maupun sosialisme-komunisme ataupun ideologi jahiliyah.
Nasionalisme adalah warisan para penjajah Barat dan Timur untuk memecah-belah
persatuan para penduduk negeri-negeri jajahannya sehingga para penjajah
tersebut dapat dengan mudah dan lebih leluasa dalam menguasai sepenuhnya
wilayah jajahannya tersebut secara sistemik.
Dalam pandangan ideologi (mabda' ,
akidah) Islam, Nasionalisme adalah sebuah ikatan yang sangat rapuh dan sangat
rendah nilainya serta temporal sifatnya dan hanya membawa perpecahan dan
malapetaka di tengah umat manusia atau masyarakat. Karena itulah dalam hadits
Rasulullah ﷺ disebutkan:
عَنْ
جُنْدَبِ بْنِ
عَبْدِ اللَّهِ
الْبَجَلِيِّ
قَالَ : قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَنْ
قُتِلَ تَحْتَ
رَايَةٍ عِمِّيَّةٍ
يَدْعُو عَصَبِيَّةً
أَوْ يَنْصُرُ عَصَبِيَّةً
فَقِتْلَةٌ جَاهِلِيَّةٌ
Dari Jundab bin Abdullah Al-Bajaliy, ia berkata:
Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa terbunuh karena membela bendera
kefanatikan yang menyeru kepada kebangsaan atau mendukungnya, maka matinya
seperti mati Jahiliyah.”
(HR. Muslim, No. 3440)
Menurut As-Sindi, Ummiyyah atau Immiyyah
adalah bentuk kinâyah, yaitu larangan berperang membela jamaah
(kelompok) yang dihimpun dengan dasar yang tidak jelas (majhûl), yang
tidak diketahui apakah haq atau batil. Karena itu, orang yang berperang karena
faktor ta’âshub itu, menurutnya, adalah orang yang berperang bukan demi
memenangkan agama, atau menjunjung tinggi kalimah Allah [As-Sindi, Hasyiyah
as-Sindi ‘ala Ibn Majah, VII/318].
Dengan demikian, jelas bahwa makna ‘ashabiyyah
di sini bersifat spesifik, yaitu ajakan untuk membela orang atau kelompok,
tanpa melihat apakah orang atau kelompok tersebut benar atau salah; juga bukan
untuk membela Islam, atau menjunjung tinggi kalimat Allah, melainkan karena
dorongan marah dan hawa nafsu. Islam tidak mengakui setiap loyalitas kepada
selain akidahnya, tidak mengakui persyerikatan kecuali ukhuwah Islamiyyah
(persatuan Islam atau persaudaraan Islam) dan tidak mengakui ciri khas yang
membedakan manusia kecuali iman dan kekafiran [Ahmad Ar Rifa’i, 2011].
Rasulullah ﷺ juga menegaskan bahwa
para pembawa bendera 'ashabiyah
(fanatisme kelompok, kesukuan dan kebangsaan) bukanlah termasuk umat Beliau ﷺ:
عَنْ
جُبَيْرِ بْنِ
مُطْعِمٍ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ لَيْسَ مِنَّا
مَنْ دَعَا إِلَى
عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ
مِنَّا مَنْ قَاتَلَ
عَلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ
مِنَّا مَنْ مَاتَ
عَلَى عَصَبِيَّةٍ
Dari Jabir bin Muth’im, bahwasanya
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Bukan termasuk golongan kami orang yang
mengajak kepada 'ashabiyah (fanatisme kelompok, kesukuan dan
kebangsaan), bukan termasuk golongan kami orang yang berperang karena 'ashabiyah
dan bukan termasuk golongan kami orang yang mati karena 'ashabiyah.”
(HR. Abu Dawud No.4456)
Padahal Allah SWT juga telah berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ حَقَّ
تُقَاتِهِ وَلَا
تَمُوتُنَّ إِلَّا
وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
"Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa, dan janganlah
kalian sekali-kali mati melainkan dalam keadaan beragama Islam." (QS. Ali
Imran: 102)
وَاعْتَصِمُوا
بِحَبْلِ اللَّهِ
جَمِيعًا وَلَا
تَفَرَّقُوا ۚ
وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ
اللَّهِ عَلَيْكُمْ
إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاءً
فَأَلَّفَ بَيْنَ
قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم
بِنِعْمَتِهِ
إِخْوَانًا وَكُنتُمْ
عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ
مِّنَ النَّارِ
فَأَنقَذَكُم
مِّنْهَا ۗ
كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ
اللَّهُ لَكُمْ
آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ
تَهْتَدُونَ
"Berpegang teguhlah kalian dengan
tali Allah (agama-Nya) kesemuanya dan janganlah kalian berpecah-belah (setelah
menganut Islam) serta ingatlah nikmat Allah (yakni karunia-Nya) kepada kalian
ketika kalian (yakni sebelum Islam) bermusuh-musuhan, maka disatukan-Nya
(dihimpunkan-Nya) di antara hati kalian (melalui Islam), lalu jadilah kalian
berkat nikmat-Nya bersaudara (dalam agama dan pemerintahan serta negara Islam).
Padahal sebelumnya kalian telah berada dipinggir jurang neraka (sehingga tidak
ada lagi pilihan lain bagi kalian kecuali terjerumus ke dalamnya dan mati dalam
kekafiran) lalu diselamatkan-Nya kalian dari neraka tersebut (melalui iman
kalian kepada Allah dan Rasul-Nya). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya
supaya kalian mendapat petunjuk." (QS. Ali Imran: 103)
Padahal, umat Islam sebagaimana juga
digambarkan oleh Rasulullah ﷺ bagaikan satu tubuh. Hadits Rasul yang
diriwayatkan:
عَنْ
النُّعْمَانِ
بْنِ بَشِيرٍ قَالَ:
قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: مَثَلُ
الْمُؤْمِنِينَ
فِي تَوَادِّهِمْ
وَتَرَاحُمِهِمْ
وَتَعَاطُفِهِمْ
مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا
اشْتَكَى مِنْهُ
عُضْوٌ تَدَاعَى
لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ
بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
Dari Nu'man bin Basyir Radhiyallahu
'anhu berkata, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam
berkasih sayang bagaikan satu tubuh, apabila satu anggota badan merintih
kesakitan maka sekujur badan akan merasakan panas dan demam." (HR. Muslim)
Bila seorang atau sekelompok mukmin
menderita kesulitan, maka mukmin yang lain juga seharusnya merasakan itu.
Itulah makna ukhuwah (persaudaraan/persatuan) sesungguhnya. Islam mendorong
Umatnya untuk menerjemahkan ukhuwah dalam kehidupan sehari-hari. Agar mereka
dapat merasakan apa yang diderita saudaranya seagama atau seakidah tersebut,
untuk selanjutnya memberikan bantuan apapun bentuknya agar meringankan beban
dan penderitaan saudaranya itu. Baik bantuan berupa pemikiran, tenaga, doa,
materi, sandang, pangan maupun papan ataupun nyawa sekalipun.
Betapa banyak Kaum Muslimin di penjuru
bumi yang masih belum merasakan ketenangan dan ketentraman hidup khususnya di
Palestina, Rohingya, Suriah dan lain-lain yang sedang terpuruk dan ditindas
serta dijajah secara sistemik oleh koalisi para penjajah kafir Barat dan Timur
beserta para bonekanya (proxy).
Karena itulah Islam mendorong umatnya
segera bersatu untuk membantu dengan segenap daya upaya kepada siapapun
khususnya dari sesama saudara seiman dan semuslimnya yang sangat membutuhkan
bantuan dan pertolongan tanpa melihat ras, suku dan bangsanya.
Dan pada hakikatnya menolong orang
khususnya sesama saudara seiman yang sangat membutuhkan pertolongan juga
berarti bahwasanya sama saja kita telah menolong diri kita sendiri. Ada kaidah
dalam bahasa Arab yang berbunyi: "al-jazaa’ min jinsil ‘amal",
bahwa balasan seperti amal yang dilakukan. Karena itu dengan kaidah tersebut
kita bisa memahami sabda Rasulullah ﷺ berikut ini:
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ
قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: مَنْ
نَفَّسَ عَنْ مُؤْمـِنٍ
كُرْبَةً مِنْ
كُرَبِ الدُّنْيَا،
نَفَّسَ اللهُ
عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ
كُرَبِ يَوْمِ
الْقِيَامَةِ،
وَمَنْ يَسَّرَ
عَلَى مُعْسِرٍ
يَسَّـرَ اللهُ
عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا
وَاْلآخِرَةِ،
وَمَنْ سَتَرَ
مُسْلِمًا سَتَرَهُ
اللهُ فيِ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ،
وَاللهُ فِي عَوْنِ
الْعَبْدِ مَا
كَانَ الْعَبْدُ
فِي عَوْنِ أَخِيْهِ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu
berkata, Rasulullah ﷺ bersabda: “Siapa yang menyelesaikan problem
seorang Mukmin di Dunia, maka Allah SWT akan menyelesaikan problemnya di
Akhirat, siapa yang memudahkan orang yang kesulitan maka Allah SWT akan
memberikan kemudahan kepadanya di Dunia dan Akhirat, siapa yang menutupi aib
saudaranya seiman maka Allah SWT akan menutupi aibnya di Dunia dan Akhirat, dan
Allah SWT senantiasa akan menolong hamba-Nya selama ia menolong
saudaranya." (HR. Muslim)
Dalam hadits lain yang diriwayatkan Ibnu
Umar Radhiyallahu 'anhuma, Rasulullah ﷺ bersabda:
عَنِ
ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
الْمُسْلِمُ أَخُو
الْمُسْلِمِ لاَ
يَظْلِمُهُ وَلاَ
يُسْلِمُهُ، وَمَنْ
كَانَ فِي حَاجَةِ
أَخِيهِ كَانَ
اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ
"Seorang Muslim adalah saudara bagi
Muslim yang lain, tidak boleh ia mendzhalimi dan membiarkannya terdzhalimi
(dalam bahaya), siapa saja yang memenuhi kebutuhan saudaranya maka Allah akan
memenuhi kebutuhannya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Sebab itulah, permasalahan umat Islam
adalah permasalahan akidah atau permasalahan keimanan bukan sekedar
permasalahan kemanusiaan belaka. Karena itu, siapa saja yang menolong
saudaranya sesama akidah atau sesama Muslim atas dorongan akidah Islam semata,
maka niscaya Allah SWT yang akan langsung memberikan pertolongan kepadanya. Dan
pertolongan dari Allah SWT, itu mencakup di Dunia dan di Akhirat.
Ada beberapa amal yang bisa dilakukan
untuk meringankan dan menyelesaikan masalah sesama Muslim. Di antaranya dengan
usaha paling minimal doa selain bantuan pemikiran, tenaga, materi, sandang,
papan, pangan dan jihad. Berdoa untuk saudara-saudara kita yang dilanda musibah
dan masalah seperti di Palestina, Rohingya, Suriah dan lain-lain. Berdoa di antara
salah-satu bukti perhatian dan kepedulian kita terhadap sesama Muslim yang
notabene adalah saudara seakidah atau seiman.
Berdoa adalah satu amal ringan namun
cukup memiliki pengaruh. Apalagi doa zahril gaib, yaitu doa dibaca ketika
sedang tidak bersama orang yang kita doakan. Lantaran membaca doa zahril gaib,
Malaikat akan mendoakan si pembaca doa. Rasulullah ﷺ bersabda dalam
hadits yang diriwayatkan Abu Darda’ Radhiyallahu 'anhu:
عَنِ
أَبِى الدَّرْدَاءِ
قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: دَعْوَةُ
الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ
لِأَخِيهِ بِظَهْرِ
الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ
عِنْدَ رَأْسِهِ
مَلَكٌ مُوَكَّلٌ
كُلَّمَا دَعَا
لِأَخِيهِ بِخَيْرٍ
قَالَ الْمَلَكُ
الْمُوَكَّلُ
بِهِ آمِينَ وَلَكَ
بِمِثْلٍ
"Doa seorang Muslim untuk saudaranya
dalam keadaan zahril ghaib (tidak bersama saudara yang didoakan)
mustajab, (dan) di atas kepalanya (orang yang mendoakan) ada Malaikat yang
diutus, setiap kali orang itu berdoa untuk kebaikan saudaranya, maka Malaikat
itu akan berkata 'Aaamiin, dan bagimu seperti itu juga'." (HR.
Muslim)
Sebab itulah, sesungguhnya nasionalisme
sangat bertentangan dengan Islam dan nasionalisme hanya merusak persaudaraan
dan persatuan umat Islam sedunia. Karena itulah, nasionalisme sejatinya adalah
senjata pemikiran yang ampuh dan beracun serta mematikan dari kafir penjajah Barat
dan Timur dalam menikam dada dan tubuh umat Islam untuk memecah-belah dan
menghancurkan persatuan dan persaudaraan umat Islam tersebut menjadi
berkeping-keping sekaligus senjata ampuh para penjajah kafir Barat dan Timur
tersebut dalam menjauhkan Islam dari benak umat Islam sehingga umat Islam hanya tersibukkan dan
hanya peduli dengan urusan pribadinya belaka ataupun tersibukkan oleh urusan bangsanya
sendiri hingga mereka pun tidak lagi peduli dengan nasib saudara-saudara
sesama Muslimnya yang sedang ditindas, dijajah dan dibunuh secara massal
seperti di Palestina, Rohingya, Suriah, Uighur, dan lain-lain.
Nasionalisme
pula sesungguhnya merupakan salah-satu faktor penyebab terjadinya malapetaka
runtuhnya Daulah Khilafah Islam yang
berpusat di Turki pada tahun 1924 M hingga terjadinya perpecahan umat Islam
yang sebelumnya adalah satu tubuh negara besar warisan Rasulullah ﷺ yakni
Khilafah Islam -yang telah berkuasa selama rentang 13 abad lamanya dan
menguasai 2/3 dunia dari penjuru Nusantara hingga pintu gerbang kota Wina
Austria- yang diikat oleh akidah (ideologi/mabda') Islam, kini terpecah
berkeping-keping menjadi lebih dari 50 negara kecil dalam bentuk negara bangsa
(nation state) dengan paham sempit nan kufur nasionalismenya.
Sehingga berpuluh-puluh tahun lamanya
hingga kini umat Islam pun kian merintih kesakitan dan menangis darah tiada
kesudahan tertimpa berbagai balak bencana dan tragedi berdarah serta hanya menjadi bulan-bulanan para
penjajah kafir Barat dan Timur. Umat Islam benar-benar seperti anak ayam
yang kehilangan induknya. Umat Islam benar-benar kondisinya kini laksana
tanaman atau kebun tanpa pagar.
Di mana mereka umat Islam hingga kini pun
secara sistemik terus-menerus dijajah dan dibantai secara massal dengan keji
dan brutal di tanah kelahirannya sendiri oleh para penjajah kafir Barat dan Timur,
serta kekayaan sumberdaya alam negeri-negeri mereka pun dirampok dengan kejinya
oleh para penjajah kafir Barat dan Timur yang sangat culas dan sangat serakah
penuh kerakusan tiada tara tersebut.
Nasionalisme pun menjadi salah-satu biang
tragedi berdarah atas dibantainya secara massal puluhan ribu lebih umat Islam
Rohingya di tanah kelahirannya sendiri oleh bangsa barbar ekstrimis radikal
teroris buddha Myanmar. Hanya gara-gara umat Islam Rohingya beragama Islam dan
memilih Islam. Begitupula jutaan lebih umat Islam Uighur dijajah dan dibantai
serta dipaksa murtad oleh negara komunis Cina RRC di tanah kelahiran kaum Muslim
Uighur (Turkistan Timur) sendiri.
Nasionalisme pula yang menyebabkan
puluhan tahun umat Islam Palestina dibunuh secara massal hampir setiap hari,
tiap minggu, tiap bulan dan tiap tahun serta wilayah Palestina khususnya
Yerussalem (Al-Quds) dicaplok dan dirampas dengan sangat brutal dan barbarnya
oleh bangsa kera zionis yahudi israel yang dibidani oleh Inggris dan
negara-negara sekutu jahatnya dan dibekingi serta dilindungi oleh AS sejak
tahun 1948 hingga "zaman now" sekarang.
Lihatlah, karena nasionalisme pula kita
umat Islam di seluruh penjuru dunia tidak bisa bersatu dan tidak punya kekuatan serta tidak berdaya
untuk menolong saudara seakidah kita umat Islam Palestina dari orang tua hingga
bayi yang dibunuh hampir setiap harinya secara keji dan brutal oleh bangsa
barbar zionis yahudi israel laknatullahi 'alaihim. Bahkan, kita pun umat
Islam sedunia tidak mampu membebaskan tanah suci Palestina dari belenggu
cengkraman penjajahan bangsa maling zionis yahudi israel tersebut. Padahal
jumlah kita umat Islam sedunia sangat banyak yaitu milyaran dan kita pun umat
Islam sedunia memiliki jumlah pasukan militer puluhan juta lebih tentara aktif
dan perlengkapan persenjataan tempur militer kita pun sangat mumpuni serta
sangat banyak jumlahnya. Sebaliknya jumlah penduduk warga ilegal zionis yahudi
israel sangat sedikit tidak sampai puluhan juta dan jumlah pasukan militer
israel pun tidak sampai jutaan tentara aktif.
Lihatlah pula, karena nasionalisme para
penguasa negeri-negeri Islam seperti Turki, Mesir, Libanon, Yordania, Suriah,
Arab Saudi, Iran, Brunei Darussalam, Malaysia, Indonesia, dan lain-lain menjadi
diam membisu, tanpa merasa malu dan tanpa merasa berdosa membiarkan terus-menerus
terjadinya pembantaian secara massal (genosida) terhadap puluhan ribu lebih
umat Islam Palestina dari tahun 1948 hingga kini yang dilakukan bangsa barbar
zionis yahudi israel terkutuk tersebut. Kalaupun kecaman paling sebatas
retorika belaka tanpa aksi
nyata untuk bersatu memobilisasi pasukan militer dan armada perangnya untuk
berjihad membebaskan bumi para Nabi yaitu tanah suci Palestina sekaligus
mengenyahkan entitas ilegal zionis yahudi israel dari peta dunia.
Dan parahnya para penguasa negeri-negeri
Islam tersebut begitu lunak dan cenderung membela dan mengakui serta melindungi
penjahat zionis yahudi israel tersebut dengan sejumlah sandiwara politik dan
retorika basi baik berupa kecaman belaka, genjatan senjata, diplomasi,
perdamaian dan solusi dua negara yang notabene justru hanya mengakui keberadaan
entitas ilegal bangsa penjajah zionis yahudi israel tersebut.
Padahal umat Islam Palestina telah
menangis darah dan menjerit histeria meminta pertolongan kepada dunia terlebih
kepada saudara seimannya umat Islam di seluruh penjuru dunia khususnya para
penguasa Muslim tersebut. Padahal masalah Palestina adalah masalah akidah atau
masalah keimanan bukan sekedar masalah kemanusiaan belaka.
Namun, tidak ada satu pun dari penguasa
Muslim tersebut yang tergerak hatinya untuk segera memobilisasi seluruh umat
Islam sedunia dan jutaan pasukan militernya serta mengerahkan pesawat tempur
dan tanknya serta armada perangnya untuk berjihad dalam menyelamatkan dan
membebaskan umat Islam Palestina dari penindasan, penjajahan dan pembantaian
massal (genosida) yang dilakukan bangsa barbar teroris zionis yahudi israel
tersebut sekaligus mengenyahkan bangsa barbar tersebut dari Palestina sekaligus
menaklukkan kembali Baitul Maqdish serta membersihkan tanah suci Palestina dari
kotoran dan najis bangsa kera zionis yahudi israel tersebut. Sebab bahasa yang
paling dimengerti oleh bangsa barbar teroris israel dan induk semangnya AS
tersebut adalah jihad (perang) bukan bahasa dialog.
Padahal di sisi Allah SWT, hilangnya
nyawa seorang muslim lebih besar perkaranya daripada hilangnya dunia.
Dari al-Barra’ bin Azib Radhiyallahu
‘anhu, Nabi ﷺ bersabda:
لَزَوَالُ
الدُّنْيَا أَهْوَنُ
عَلَى اللَّهِ
مِنْ قَتْلِ مُؤْمِنٍ
بِغَيْرِ حَقٍّ
“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah
dibanding terbunuhnya seorang Mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi
1455)
Sangat disayangkan, tiada hentinya
puluhan ribu lebih nyawa umat Islam Palestina harus hilang dibinasakan dengan
biadabnya oleh bangsa barbar zionis yahudi israel terkutuk tersebut dihadapan
kita umat Islam di seluruh penjuru dunia khususnya umat Islam Yordania,
Lebanon, Suriah, Turki, Iran dan Arab Saudi yang lebih dekat dengan mereka.
Namun, lagi-lagi gara-gara nasionalisme pula kita umat Islam tidak kuasa
mencegah dan menghentikan kejahatan dari bangsa barbar zionis yahudi israel
tersebut serta kita pun tidak bisa secara totalitas menolong saudara Muslim
Palestina kita tersebut.
Padahal, satu tetes darah umat Islam
Palestina baik orang tua maupun anak-anak tertumpahkan dan satu nyawa umat
Islam Palestina ada yang hilang, maka kita umat Islam di seluruh penjuru dunia
khususnya para penguasa Muslim di negeri-negeri Islam termasuk penguasa Arab,
Saudi, Turki, Iran, Indonesia, Pakistan, Bangladesh, Malaysia, Brunei
Darussalam, dan lain-lain tersebut pasti akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah SWT di Yaumil
Hisab kelak. Jika kita tetap diam membisu tidak mau menolong umat Islam
Palestina yang sedang dijajah dan dibantai secara massal oleh bangsa barbar
zionis yahudi tersebut, maka sesungguhnya kita pun termasuk orang-orang yang
dzhalim. Bukankah Allah SWT tidak pernah melupakan tindakan orang-orang yang
dzhalim..?! Allah SWT berfirman:
وَلَا
تَحْسَبَنَّ اللَّهَ
غَافِلًا عَمَّا
يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ
إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ
لِيَوْمٍ تَشْخَصُ
فِيهِ الْأَبْصَارُ
“Jangan sekali-kali kamu mengira, Allah
akan melupakan tindakan yang dilakukan orang dzhalim. Sesungguhnya Allah
menunda hukuman mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak
(karena melihat adzab).” (QS. Ibrahim: 42)
Dan bisa jadi pula, hukuman itu Allah
segerakan di Dunia. Sebagaimana riwayat hadits dari Abu Bakrah Radhiyallahu
‘anhu, Nabi ﷺ bersabda:
مَا
مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ
أَنْ يُعَجِّلَ
اللَّهُ لِصَاحِبِهِ
الْعُقُوبَةَ
فِى الدُّنْيَا
مَعَ مَا يَدَّخِرُ
لَهُ فِى الآخِرَةِ
مِنَ الْبَغْىِ
وَقَطِيعَةِ الرَّحِمِ
"Tidak ada dosa yang lebih berhak
untuk Allah segerakan hukuman bagi pelakunya di dunia, di samping masih ada
hukuman di akhirat, selain dosa dzhalim dan memutus silaturrahmi." (HR.
Tirmidzi, 2700 dan Abu Daud, 4904)
Di sinilah relevansi dan urgensi Khilafah.
Karena Khilafah adalah perkara hidup dan matinya umat Islam. Karena Khilafah
adalah pelaksana Syariah dan pemersatu umat Islam serta penjaga Akidah Islam
dan umat Islam serta Khilafah adalah benteng kokoh Islam.
Karena itulah dalam Islam, Khilafah adalah salah-satu
benteng utama Islam sekaligus perisai Islam (junnatul Islam) dan pedang
Allah yang terhunus. Sekaligus mahkota kewajiban (taajul furuudh),
sehingga kewajiban-kewajiban hukum Syariah bisa dilaksanakan dengan sempurna,
termasuk kewajiban menolong saudara seakidah-seperti Palestina, Rohingya,
Kashmir, Iraq, Suriah, Afghanistan, dan lain-lain-yang tengah ditindas dan
dijajah serta dibunuhi secara massal oleh para penjajah kafir Barat dan Timur.
Seperti pada masa Daulah Islam yang
pertama di Madinah, pada pertengahan bulan Syawal tahun 2 H Rasulullah ﷺ
mengerahkan pasukannya dan mengepung perkampungan Yahudi Qainuqa' serta
menghukum mati semua orang-orang yahudi Qainuqa' yang telah terlibat melecehkan
kehormatan seorang Muslimah dan pembunuhan secara beramai-ramai terhadap
seorang pemuda Muslim yang membela kehormatan wanita Muslimah tersebut.
Sebagaimana pula Rasulullah ﷺ telah
memimpin langsung 30.000 pasukan kaum Muslimin menghadapi pasukan Bizantium
Romawi Timur yang berjumlah 100.000 pasukan dalam perang tabuk yang terjadi
pada 630 M atau 9 H. Rasulullah ﷺ mengerahkan pasukan jihadnya tersebut
dalam membebaskan kaum Muslimin (masyarakat Tabuk yang baru masuk Islam) yang
dijajah dan dibunuh secara massal oleh tentara Romawi tersebut di Tabuk
(perbatasan wilayah jajahan Romawi di Syam).
Juga sebagaimana pula pada masa Khulafaur
Rasyidin Amirul Mukminin Umar bin Khaththab Radhiyallahu 'anhu bersama
Panglima militernya yaitu Khalid bin Walid dan Amru bin Ash Radhiyallahu
'anhuma berhasil membebaskan Palestina dari penjajahan imperium Bizantium
Romawi Timur pada tahun 637 M.
Sebagaimana halnya pula pada masa
Kekhilafahan Islam Bani Abbasiyah, Sultan Shalahuddin al-Ayyubi seorang wali
Mesir dan Syam sekaligus panglima militer Khilafah Islam berhasil membebaskan
Palestina dari cengkraman penjajahan bangsa Eropa Salibis. Kemenangan besar
dalam pembebasan Palestina itu terjadi pada tanggal 27 Rajab 583 H/2 Oktober
1187 M, yaitu setelah 88 tahun di bawah penjajahan kekuasaan bangsa Eropa
Salibis.
Seperti halnya pula Khalifah al-Mu'tashim
Billah (pada masa Khilafah Abbasiyah) berhasil menaklukkan kota Amuria (Turki)
dan membebaskan seorang Muslimah dari Bani Hasyim yang telah dilecehkan
kehormatannya oleh seorang tentara Romawi.
Di mana pada tahun 837, al-Mu’tasim
Billah menyahut seruan seorang budak muslimah yang meminta pertolongan karena
diganggu dan dilecehkan oleh orang Romawi, kainnya dikaitkan ke paku sehingga
ketika berdiri, terlihatlah sebagian auratnya. Wanita itu lalu berteriak
memanggil nama Khalifah Al-Mu'tashim Billah dengan lafadz yang legendaris: waa
Mu'tashimaah!
Setelah mendapat laporan mengenai
pelecehan ini, maka sang Khalifah pun menurunkan puluhan ribu pasukan untuk
menyerbu kota Amuria dan melibas semua orang kafir yang ada di sana (30.000
prajurit Romawi terbunuh dan 30.000 yang lain ditawan). Seseorang meriwayatkan
bahwa panjangnya barisan tentara ini tidak putus dari istana Khalifah di
Baghdad hingga kota Amuria, karena besarnya pasukan.
Setelah menduduki kota tersebut, Khalifah
memanggil sang pelapor untuk ditunjukkan di mana rumah wanita tersebut, saat berjumpa
dengannya ia mengucapkan, "Wahai saudariku, apakah aku telah memenuhi
seruanmu atasku?" Dan sang budak wanita inipun dibebaskan oleh Khalifah
serta orang romawi yang melecehkannya dijadikan budak bagi wanita tersebut.
Dan juga masih pada masa Khilafah
Abbasiyah, sebagaimana halnya pula Sultan al-Mudzhaffar Saifuddin Qutuz sebagai
Wali Mesir sekaligus Panglima militer Islam beserta pasukan kaum Muslim
berhasil membebaskan dan membersihkan wilayah Daulah Khilafah Islam dari
cengkraman penjajahan bangsa barbar Mongol (Tartar) dalam peperangan yang
sangat terkenal dalam sejarah yaitu Perang AIN JALUT (Spring of Goliath)
pada tahun 658 H/1260 M.
Juga sebagaimana pada tahun 1989-1902 di
masa akhir Khilafah Islam Utsmaniyah pada masa Khalifah Sultan Abdul Hamid II
yang begitu sangat luar biasanya dan heroiknya beliau tetap sangat kokohnya
menjaga dan mempertahankan tanah suci Palestina dengan tidak memberikan
sejengkal tanah pun kepada bangsa barbar zionis yahudi israel, meskipun beliau
pada akhirnya pada tahun 1909 harus kehilangan jabatannya sebagai Khalifah dan
beliau pun beserta keluarga besarnya harus terusir dari istananya dan dibuang
serta mendekam dalam penjara di Salonika Yunani hingga beliau wafat di sana.
Karena konspirasi jahat zionis yahudi dan Inggris beserta negara-negara barat
penjajah sekutunya dan para boneka-para pengkhianat Islam yaitu kaum zindiq dan
kaum nasionalis Turki muda-nya yang ditanam di tubuh negara Khilafah Utsmaniyah
yang sudah tua renta dan sudah sakit-sakitan tersebut.
Karena itulah, solusi final dari tragedi
Palestina dan seluruh problematika negeri-negeri Islam lainnya yang sedang
terjajah seperti Uighur, Rohingya, Suriah, Iraq, Afghanistan, Kashmir, Bosnia,
Indonesia, dan lain-lain adalah dengan segera umat Islam sedunia bersatu-padu meruntuhkan dinding
tebal sekat-sekat nasionalisme biang petaka Palestina dan negeri-negeri
Islam lainnya tersebut, dan bersegera mencampakkan sistem kufur demokrasi,
kapitalisme, sekulerisme -yang menjadi biang masalah dan biang penjajahan di seluruh
penjuru negeri Islam- ke dalam tong sampah peradaban dunia selamanya.
Dan solusi finalnya pun, umat Islam harus
segera kembali bangkit dan bersegera bersatu pula dalam bingkai Khilafah Islam
dengan bergerak di bawah
komando seorang Khalifah dalam jihad fi sabilillah membebaskan
Palestina dari kejahatan bangsa barbar teroris radikal zionis yahudi israel
sekaligus mengenyahkan bangsa barbar teroris zionis yahudi israel tersebut
beserta induk semangnya AS dari peta dunia selamanya. Dan sekaligus juga membebaskan
seluruh negeri-negeri Islam lainnya dari belenggu penjajahan kafir Barat dan Timur
kapitalisme global. Sebab, hanya jihad dan Khilafah saja solusi real
dalam menyelamatkan dan membebaskan Palestina dan seluruh negeri-negeri Islam
lainnya dari belenggu kejahatan gurita penjajahan kapitalisme global baik asing
(AS, Eropa dan zionis yahudi) maupun aseng (RRC).
Wallahu a'lam bish shawab. []
#RamadhanBulanKetaatan
#RamadhanBulanPerjuangan
#RamadhanBulanDakwah
#RamadhanBulanJihad
#RamadhanBulanKhilafah
#ReturnTheKhilafah
#KhilafahDanJihadSolusiTuntasPalestina