Oleh: Zakariya
al-Bantany
Masihkah anda ingat
tragedi kasus kopi sianida yang telah membunuh dan menewaskan Wayan Mirna
Salihin (27 tahun) yang malang, pada tanggal 6 Januari 2016 yang lalu..?!
Di mana kasus kopi
sianida tersebut membuat heboh sejagad Indonesia raya. Bahkan ramai media cetak
dan media televisi serta media sosial pagi dan petang, siang dan malam
memberitakannya.
Sampai-sampai karena
sangat hebohnya kasus kopi sianida tersebut, Indonesia Lawyers Club (ILC TVONE)
yang dibawakan oleh Presiden ILC Karni Ilyas pun sangat serius membahas dan
membedahnya secara live pada Selasa (2/2/2016) malam dengan menghadirkan para
narasumber yang berkompeten.
Bahkan pemerintah pun
begitu sangat sigap dan sangat cepatnya mengungkap dan menyingkap misteri kasus
kopi sianida yang telah menewaskan Mirna yang malang tersebut.
Hingga polisi pun
berhasil meringkus dan menangkap terduga pelakunya yakni Jessica Kumala Wongso
hingga pemerintah pun bersemangat memproses dan mengadili Jessica tersebut
dengan membuat pengadilan live atas kasus kopi sianida tersebut hingga
berjilid-jilid bak sinetron di sejumlah media televisi hingga selama satu
tahun.
Dan hingga akhirnya
pun hakim memutuskan bahwa Jessica terbukti bersalah telah membunuh Mirna
dengan kopi sianida tersebut dan menjatuhkan 20 tahun penjara kepada Jessica
tersebut. [https://m.detik.com/news/berita/d-3382029/kopi-sianida-kematian-mirna-dan-vonis-jessica-wongso;
https://www.google.com/amp/s/m.liputan6.com/amp/2680512/kaleidoskop-news-januari-2016-heboh-kasus-kopi-sianida-mirna#ampshare=https://www.liputan6.com/news/read/2680512/kaleidoskop-news-januari-2016-heboh-kasus-kopi-sianida-mirna;
https://m.antaranews.com/berita/592814/perjalanan-kasus-kematian-mirna-hingga-vonis-jessica;
http://manado.tribunnews.com/2016/02/03/ayah-wayan-mirna-sebut-anaknya-jadi-mainan-jessica-ungkap-isi-pesan]
Namun, tatkala 554
orang petugas pemilu meninggal dunia -dan sangat mungkin korban nyawa akan
terus bertambah- saat jalankan tugasnya dalam pemilu serentak 2019 yang sudah
diselenggarakan 17 April 2019 yang lalu justru pemerintah dan negara bungkam
bahkan cenderung menutupinya dan sejumlah media pun tidak begitu hebohnya
memberitakan tewasnya 554 petugas pemilu tersebut bahkan ILC TVONE pun dibuat
cuti panjang.
Padahal jumlah petugas
penyelenggara Pemilu 2019 yang meninggal dunia terus bertambah -lebih sangat
banyak daripada korban nyawa kopi sianida tersebut-. Data sementara secara
keseluruhan petugas yang tewas mencapai 554 orang, baik dari pihak Komisi Pemilihan
Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) maupun personel Polri.
Berdasarkan data KPU
per Sabtu (4/5) pukul 16.00 WIB, jumlah petugas Kelompok Penyelenggara
Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal sebanyak 440 orang. Sementara petugas
yang sakit 3.788 orang.
Jumlah itu bertambah
dari hari sebelumnya yaitu 424 orang. Begitu pula dengan petugas yang sakit
juga bertambah dari hari sebelumnya yang mencapai 3.668 orang. [https://m.cnnindonesia.com/nasional/20190507084423-32-392531/total-554-orang-kpps-panwas-dan-polisi-tewas-di-pemilu-2019]
Ini makin membuktikan
demokrasi lebih beracun daripada kopi sianida. Kopi sianida hanya bisa membunuh
satu orang Mirna yang malang saja. Sebaliknya, demokrasi lebih gila dan lebih
brutal serta lebih sadis dengan terbukti mampu membunuh 554 petugas pemilu
tersebut dalam waktu serentak dan dalam waktu yang berdekatan serta menjadi
misteri hingga kini.
Namun, parahnya justru
pemerintah dan negara masih tetap bungkam bahkan cenderung menutupi atas
tewasnya 554 orang petugas pemilu tersebut yang menjadi tumbal pesta demokrasi
2019 tersebut.
Sebaliknya dahulu
pemerintah dan negara begitu sangat sigap dan cekatan menyingkap misteri tabir
kasus kopi sianida yang telah menewaskan Mirna yang malang tersebut bahkan
berhasil menangkap Jessica pelakunya dan juga persidangannya pun dibuat live di
sejumlah media televisi hingga berjilid-jilid bak sinetron. Di manakah keadilan
dalam negara demokrasi itu..?!
Jika seorang Mirna dan
keluarganya telah dilayani urusan hukumnya dan Jessica pelaku pembunuhan via
kopi sianida tersebut telah dijatuhi hukuman berat, lantas mengapa sampai saat
ini 554 orang petugas pemilu yang tewas tersebut dan keluarganya belum juga
kunjung mendapatkan pelayanan hukum dari pemerintah dan negara..?!
Bukankah 554 orang
petugas pemilu yang tewas tersebut juga adalah warga negara Indonesia bahkan
mereka adalah panitia penyelenggara pemilu dan konon katanya pun mereka
digelari pahlawan pemilu..?!
Mengapa pemerintah dan
negara demokrasi ini bungkam dan cenderung menutupi kasus tewasnya 554 orang
petugas pemilu tersebut..?! Dan mengapa pula KPU dan pemerintah atau negara ini
tidak mau mengungkap dan menyingkap misteri tabir kematian 554 orang petugas
pemilu tersebut..?!
Bukankah kematian 554
orang petugas pemilu tersebut adalah sebuah kejadian luar biasa sekaligus
tragedi dan bencana demokrasi dan petaka pesta demokrasi 2019..?! Bukankah
meninggalnya 554 orang petugas pemilu tersebut jauh lebih banyak daripada
korban kecelakaan pesawat terbang dan korban terorisme di New Zealand serta
korban kopi sianida..?!
Mengapa juga negara
demokrasi ini tidak juga kunjung mengeluarkan secara resmi dari lisan sang
Presiden RI berupa pernyataan sikap bela sungkawa sedalam-dalamnya atas
tewasnya 554 petugas pemilu tersebut dan menjadikannya sebagai darurat bencana
nasional serta mengibarkan bendera setengah tiang sebagai wujud duka cita yang
sangat mendalam bagi seluruh bangsa Indonesia atas tragedi kemanusiaan tewasnya
554 orang petugas pemilu tersebut dalam melaksanakan tugasnya..?!
Namun pasca pemilu
serentak yang menghabiskan biaya 25 triliyun lebih tersebut, pemerintah dan
negara demokrasi saat ini justru sibuk berupaya membentuk tim pantau pencaci
jokowi. [https://m.cnnindonesia.com/nasional/20190506183019-12-392420/wiranto-bentuk-tim-pantau-pencaci-jokowi].
Dan juga justru sibuk
mengkriminalisasi Dokter Ani Hasibuan yang mencurigai meninggalnya petugas KPPS
tersebut, di mana ia akan dilaporkan ke polisi oleh Jangkar Relawan Jokowi
karena dituduh pendukung Prabowo dan melakukan kebohongan serta mempolitisasi
tewasnya 554 petugas pemilu tersebut untuk mendeligitimasi KPU. Padahal,
sebelumnya dokter Ani Hasibuan mengaku penelusurannya itu independen.
“Saya dokter, saya
independen. Saya sendirian saja (melakukan penelusuran). Nggak ada yang nyuruh juga,” kata dokter Ani
Hasibuan saat dihubungi, Rabu (8/5/2019).
Sebagai tenaga medis,
Ani awalnya heran dengan banyaknya petugas KPPS yang meninggal usai Pemilu 2019
hingga jumlahnya mencapai ratusan. Menurutnya, peristiwa itu bisa dianggap
masuk akal apabila jumlah petugas KPPS yang meninggal 5-10 orang dan sudah lanjut
usia. Tapi, ternyata ada pula petugas KPPS yang meninggal di usia muda.
“Jadi saya ingin tahu
ada apa sesungguhnya? Kok bisa ada kematian yang banyak dalam waktu bersamaan,”
ujarnya. [https://www.google.com/amp/s/suaranasional.com/2019/05/09/jangkar-relawan-jokowi-akan-laporkan-dokter-ani-hasibuan-ke-polisi/amp/]
Padahal, saat ini yang
sangat dibutuhkan oleh seluruh rakyat Indonesia adalah keadilan dan kejujuran
untuk mengusut, menyingkap dan mengungkap misteri kematian tak wajar dari 554
orang petugas pemilu tersebut dan juga atas dugaan kecurangan pemilu yang begitu
sangat terang-benderang, terstruktur, sistematis, massif dan brutal.
Ini semakin meneguhkan
bukti sangat kuat bahwa
keadilan dalam negara demokrasi hanyalah sebuah ilusi dan hanyalah
utopia belaka serta hanyalah sebuah fatamorgana belaka. Masihkah percaya
demokrasi..?! Mikir..?!
Allah SWT berfirman:
أَفَحُكْمَ
الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ
حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
"Apakah hukum
Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada
(hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?." (QS. Al-Maidah : 50)
Oleh sebab itu, maka sudah kiranya itu semua semakin
membuktikan bahwa demokrasi
adalah sistem gagal dan betapa bobroknya demokrasi serta betapa brutal
dan sadisnya demokrasi sistem kufur warisan penjajah tersebut. Demokrasi hanya
lahirkan democrazy dan dungukrasi serta demokrasi hanya menjadi biang petaka
dan biang bencana serta biang penjajahan dan biang kejahatan di negeri ini dan
di dunia.
Karena itu, sudah tiba
saatnya segera tumbangkan demokrasi dan bersegeralah hijrah ke dalam sistem Islam secara kaffah dalam
segala aspek kehidupan dalam bingkai Khilafah Rasyidah Islamiyah untuk
Indonesia dan dunia yang lebih baik, berkeadilan dan sejahtera penuh
rahmah dan penuh berkah. Mau..?!
Wallahu a'lam bish shawab. []
#RamadhanBulanPerjuangan
#RamadhanBulanJihad
#RamadhanBulanKetaatan
#2019TumbangkanDemokrasi
#RamadhanBulanKhilafah
#2019TegakkanKhilafah
#ReturnTheKhilafah
#KhilafahSolusiUntukIndonesiaDanDunia
#SelamatkanIndonesiaDanDuniaDenganSyariahDanKhilafah