Oleh: Zakariya al-Bantany
Heboh, beredar surat yang mengatasnamakan
Pemda DIY tertanggal 21 Januari 2020, yang isinya melarang tepuk anak shalih
yaitu tepuk tangan yang disertai yel-yel dan dilakukan oleh anak sekolah,
yaitu:
"Aku anak shalih, rajin ngaji, rajin
shalat, orang tua dihormati, kita Islam sampai mati. Laa ilaaha illallaah
Muhammadur Rasulullaah... Islam Islam... Yes... Kafir kafir... No..." [https://twitter.com/steveharris191/status/1220509843871559680?s=20]
Bahkan UIN SUKA melalui Siti seorang
Dosen Sosiologi Hukum, Hukum dan HAM, Hukum dan Gender Pascasarjana UIN Sunan
Kalijaga, Yogyakarta mengatakan: “Masyarakat enggak boleh diam, semua perlu
bergerak kembalikan Yogya yang nyaman,” kata Siti ketika dihubungi Tempo,
Selasa malam, 14 Januari 2020. [https://nasional.tempo.co/read/1295326/yel-islam-yes-kafir-no-siti-ruhaini-ksp-publik-jangan-diam]
Yang salah dari tepuk anak shalih itu apa
hingga harus diributkan dan dilarang..?!
Bukankah selama ini tepuk anak shalih
tersebut tidak ada masalah apa-apa dan tidak juga merusak masyarakat serta
tidak pula bikin masyarakat pecah-belah serta tidak bikin bangkrut keuangan
negara serta tidak bikin goro-goro ataupun huru-hara di Jogja dan tidak
pula bikin Jogja berdarah-darah..?!
Diributkan dan dilarangnya tepuk anak
shalih tersebut hanya bikin heboh dan bikin gaduh saja serta hanya bikin resah umat Islam khususnya para orangtua Muslim dan para guru Muslim yang sangat peduli dengan
akidah anak-anak mereka dan murid-murid mereka.
Diributkan dan dilarangnya tepuk anak
shalih tersebut hanya bikin heboh dan bikin gaduh saja. Serta hanya bikin resah
umat Islam khususnya para orang tua Muslim dan para guru Muslim yang sedang
berupaya menanamkan akidah dan menjaga akidah anak-anak mereka dan murid-murid
mereka tersebut sejak dini.
Padahal, tepuk anak shalih tersebut
adalah salah-satu uslub mengajarkan akidah Islam dan menanamkan sekaligus
memperkuat akidah Islam anak-anak mereka dan murid-murid mereka tersebut yang
notabene adalah generasi penerus Islam dan generasi pewaris negeri ini.
Uslub tepuk anak shalih tersebut adalah
sekaligus upaya mereka para orangtua Muslim dan guru-guru Muslim dalam
membentuk syakhsiyah Islam (kepribadian/karakter Islam) nan shalih dalam
diri anak-anak mereka dan murid-murid mereka sejak dini sebagai generasi
pelanjut keberlangsungan Islam dan keberlangsungan negeri tercinta ini.
Dengan diributkan dan dilarangnya tepuk
anak shalih tersebut, itu bukti kebebasan berpendapat dan kebebasan beragama
serta kebebasan menjalankan perintah agama dalam negara demokrasi hanyalah
ilusi dan tipuan belaka. Sekaligus bukti HAM hanya omong kosong belaka.
Dan bukti pula bahwa negara demokrasi tidak
peduli dengan urusan akidah umat Islam, serta negara demokrasi ini pun tampak
sekali hendak mensekulerisasi
dan meliberalisasi umat Islam khususnya anak-anak Islam generasi penerus Islam
tersebut sejak dini.
Dengan diributkan dan dilarangnya tepuk
anak shalih tersebut menjadi bukti kuat bahwa negara demokrasi ini tidak
menghendaki umat Islam khususnya anak-anak Islam menjadi anak-anak yang shalih,
tidak menghendaki anak-anak Islam menjadi anak-anak yang rajin ngaji dan rajin
shalat sehingga kaffah ber-Islam. Serta tidak menghendaki anak-anak Islam
menjadi anak-anak yang menghormati orang tua.
Dan negara demokrasi ini pun tampak
sekali tidak menghendaki kita umat Islam khususnya anak-anak kita menjadi Islam
sampai mati dan tidak pula menghendaki kita umat Islam dan anak-anak kita meninggikan
dan mempertahankan kalimat tauhid: "Laa ilaaha illallaah Muhammadur
Rasulullaah" sampai mati.
Dan sepertinya pula negara demokrasi ini tampaknya
menghendaki Islam Islam... No... Kafir kafir... Yes.. Karena itulah, tepuk anak
shalih tersebut diributkan dan dilarang.
Dengan diributkan dan dilarangnya tepuk
anak shalih tersebut, maka itu justru menjadi bukti kuat bahwa yang intoleran
dan radikal sesungguhnya adalah negara demokrasi tersebut dan pihak-pihak yang
ngotot meributkan dan melarang tepuk anak shalih tersebut. Clear..
Jadi, harusnya yang diributkan dan
dilarang itu adalah mereka yang selama ini berkoar paling Pancasila dan paling
NKRI harga mati yaitu para elit politik oligarkhi demokrasi dan rezim demokrasi
yang dzhalim nan curang dan parpolnya serta parpol koalisinya dan Ormas
pendukungnya serta kroni-kroninya yang nyerocos paling Pancasila dan sok
NKRI harga mati.
Karena, faktanya banyak sekali elit
politik oligarki demokrasi terbukti korupsi dan membangkrutkan keuangan negara
serta merugikan penduduk. Dan juga banyak pula menteri sang rezim demokrasi di
era orde reformasi hingga orde bohong saat ini terbukti korupsi. Bahkan parpol
rezim penguasa pun beserta parpol koalisinya dan Ormas pendukungnya tersebut
pun terbukti kader-kadernya banyak korupsi uang negara hingga milyaran bahkan
triliyunan rupiah.
Seperti korupsi: BLBI, Century, E-KTP,
Sumber waras, pengadaan Trans Jakarta, Honggo, Meikarta, Ketum DPR RI Setya
Novanto, Mensos Idrus Marham, Ketum PPP Romahurmuzy yang melibatkan Menag
Lukman Saifuddin, Menpora Imam Nahrowi, Jiwasraya, Bumiputera, Asabri,
Komisioner KPU yang melibatkan elit petinggi PDIP, dan lain-lain.
Dan juga terbukti mereka banyak jual-jual
aset penting negara, serahkan wilayah negara dan 80% lebih SDA dan migas milik
umum ke asing dan aseng, serta sebabkan negara terjerat utang luar negeri mencapai
Rp6.000 triliyun lebih, dan juga memuluskan 28 kontrak obor Cina yang hanya
akan membakar seluruh kedaulatan. Serta membiarkan kapal-kapal negara Cina
komunis leluasa mencuri ikan dan mengobok-obok kedaulatan wilayah di perairan
Natuna.
Dan mereka pun terlibat pemilu 2019 yang
telah menumbalkan 700 KPPS yang meninggal secara misterius dan tak wajar. Dan
juga menghabiskan uang negara lebih dari Rp25 triliyun untuk membiayai pemilu 2019
yang notabene adalah pemilu paling terburuk dan paling amburadul sepanjang sejarah
negara Pancasila-UUD45. Hingga pula sebabkan lebih dari 9 warga sipil tewas
dalam aksi rakyat pada tanggal 21, 22 dan 23 Mei yang lalu dalam memprotes
pemilu 2019 tersebut.
Yang korupsi mereka, yang banyak jual
aset penting negara ya mereka, yang serahkan migas secara murah ke asing dan
aseng ya mereka, yang sebabkan Indonesia terjerat utang luar negeri hingga Rp6000
triliyun lebih ya mereka, yang teken 28 kontrak obor Cina yang bakal membakar kedaulatan
dan juga yang biarin Natuna diobok-obok negara komunis Cina ya mereka juga.
Dan yang bikin pemilu serentak amburadul dan
memakan korban tumbal nyawa 700 KPPS dan menghabiskan uang negara lebih dari Rp25
triliyun untuk membiayai pemilu paling terburuk ya mereka juga hingga pula
sebabkan lebih dari 9 warga sipil tewas dalam aksi pada tanggal 21, 22 dan 23
Mei yang lalu dalam memprotes pemilu 2019 tersebut.
Dan juga sebabkan 4 Mahasiswa tewas dalam
serangkaian aksi Mahasiswa menggugat RUU KPK dan RKUHP pada 23 September 2019–2
Oktober 2019 (1 minggu dan 2 hari), saat jelang pelantikan Presiden dan
Wapresnya di periode kedua pemerintahannya pada tahun 2019 yang lalu.
Jadi, yang salah ya mereka itu lho
para elit politik oligarkhi demokrasi yang korup nan culas dan rezim demokrasi
serta kroni-kroninya yang jualan paling Pancasila dan paling NKRI harga mati
bukan tepuk anak shalih.
Kenapa justru tepuk anak shalih yang
disalahkan hingga diributkan dan hendak dilarang..?! Mikir..?!
Wallahu a'lam bish shawab. []
#TepukAnakSholeh
#KhilafahTinggalSelangkah