Oleh: Annas I. Wibowo
Pertama, bendera
tauhid al-Liwa dan ar-Royah adalah warisan, sunnah, dan tuntunan dari
Rasulullah Muhammad Saw. Dalam hadits-hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad, Tirmidzi, dan Thabrani dari Buraidah ra. disebutkan, “Royah Nabi saw.
berwarna hitam dan Liwa‘-nya berwarna putih.” Ibnu Abbas ra. mengatakan,
“Tertulis pada Liwa` Nabi saw. kalimat: Lâ
ilâha illalLâh Muhammad rasûlulLâh (Abdul Hayyi Al-Kattani, Nizhâm al-Hukûmah an-Nabawiyyah [At-Tarâtib al-Idâriyyah], I/266).
(lebih
lanjut lihat: KH. Muhammad Shiddiq al-Jawi, “Makna
Bendera Dan Panji Rasulullah SAW”)
Maka
mengikuti tuntunan dari Rasul SAW adalah kewajiban dan amalan berpahala,
terlebih lagi jika tuntunan itu telah lama redup kemudian dipopulerkan kembali.
Nabi
Saw. menjelaskan:
»قَالَ
تَرَكْتُ
فِيكُمْ
أَمْرَيْنِ
لَنْ تَضِلُّوا
مَا
تَمَسَّكْتُمْ
بِهِمَا كِتَابَ
اللهِ
وَسُنَّةَ
نَبِيِّهِ «
“Aku
telah meninggalkan dua perkara yang menyebabkan kalian tidak akan sesat
selamanya selama kalian berpegang teguh pada keduanya, yaitu Kitabullah dan
Sunnah Nabi-Nya.” (HR. at-Tirmidzî, Abû Dâwud, Ahmad)
إِنَّ
الدِّينَ
بَدَأَ
غَرِيبًا وَيَرْجِعُ
غَرِيبًافَطُوبَى
لِلْغُرَبَاءِ
الَّذِينَ
يُصْلِحُونَ
مَا أَفْسَدَ
النَّاسُ
مِنْ بَعْدِي
مِنْ
سُنَّتِي
“Sungguh
agama bermula asing dan kembali asing. Karena itu kegembiraanlah untuk al-ghurabaa’. [Yakni] orang-orang yang
memperbaiki sunnahku yang dirusak oleh orang-orang.” (HR. at-Tirmidzi no.2554,
ath-Thabarani, Ibnu ‘Adi dan Abu Nu’aim al-Ashbahani)
Menggunakan bendera Tauhid sebagaimana
tuntunan Nabi Saw. adalah kewajiban. Tindakan Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam yang terus-menerus menggunakan bendera
Tauhid al-Liwa dan ar-Royah dan tidak pernah menggunakan yang lain, sudah cukup
menjadi qarînah (indikasi), bahwa
status perkara ini wajib, yaitu berdasarkan qarînah
mudâwamah [indikasi penggunaan atau dilakukan terus-menerus oleh Nabi Saw.].
Dalam hal ini, bendera Tauhid digunakan oleh Nabi Saw. sebagai simbol identitas
umat Islam dan negara Islam, yang berbeda dengan umat dan Negara lain. (Lebih
lanjut lihat: KH. Hafidz Abdurrahman, “Lemahkah
Hadits-Hadits Tentang Panji Rasulullah SAW?”)
Kedua, untuk
menghentikan pelecehan terhadap ajaran Islam ini –yaitu bendera Tauhid al-Liwa
dan ar-Rayah, termasuk lafadz kalimat Tauhid itu sendiri- maka diperlukan
dakwah edukasi kepada seluruh masyarakat dan juga penguasa. Sehingga diharapkan tidak terulang lagi
tindakan yang melecehkan simbol Islam -termasuk bendera Tauhid- di masa
mendatang.
As-Shaidalani
(w. 427H), ulama dari kalangan Syafi’iyyah, menyatakan bahwa pencaci Allah dan
Rasul-Nya, jika bertobat, tobatnya diterima, tidak dihukum mati; namun tetap
diberi ‘pelajaran’ dengan dicambuk 80 kali (Mughni
al-Muhtâj, 5/438). (Lihat: Al Azizy Revolusi, “Sekularisme
menyuburkan Penistaan Agama, ganti dengan Islam”)
Ingat,
di bendera Tauhid terdapat lafadz Allah, Muhammad, Rasulullah, dan lafadz
kalimat Tauhid itu sendiri. Dan mencaci ajaran Islam adalah salah satu
perbuatan melecehkan atau menghina, sebagaimana perbuatan membakar simbol Islam
sambil bersuka cita.
Ketiga, selama
ini, bendera umat Islam -yakni bendera Tauhid- tenggelam dari kancah kehidupan
umat Islam, terutama setelah munculnya banyak bendera yang memecah politik umat
Islam berdasarkan kebangsaan atau nasionalisme. Maka dakwah Islam harus juga mencakup
seruan persatuan umat
Islam, yaitu bersatu berpegang teguh kepada tali agama Allah SWT saja. Inilah
asas yang benar untuk persatuan umat Islam di seluruh dunia, bukan asas yang
lain.
Ditegaskan oleh Allah SWT dalam al-Qur’an:
وَاعْتَصِمُوا
بِحَبْلِ
اللَّهِ
جَمِيعًا
وَلَا
تَفَرَّقُوا…
“Berpegang teguhlah kalian semuanya
pada tali Allah dan jangan bercerai-berai…” (TQS. Ali Imran
[3]: 103)
Imam as-Samarqandi berkata, “Wa'tashimû
bi hablilLâh (Berpegang teguhlah kalian pada tali Allah)” bermakna,
“Tamassakû bi dînilLâhi wa bi al-Qur'ân (Berpegang teguhlah kalian
semuanya dengan agama Allah dan al-Quran)” (As-Samarqandi, Bahr al-'Ulûm,
1/234). (Lihat: Buletin Dakwah Kaffah edisi 018, “Umat,
Persatuan dan Politik”)
Dan,
jelas bahwa umat Islam dilarang bersatu dengan asas sekularisme yang menolak
sebagian ayat-ayat Allah SWT dan sunnah Rasul Saw. sehingga tidak diterapkan.
“Yaitu
orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka
berkata: "Kami mendengar", tetapi kami tidak mau menurutinya…” (TQS.
an-Nisaa’: 46)
Dan
jelas pula, umat Islam dilarang bersatu dengan asas kebangsaan yang menolak
ajaran Islam Imamah/ Khilafah, sehingga tidak memiliki pemimpin yang syar’i
yang menerapkan seluruh syariat Islam.
Nabi
Saw. bersabda:
يَا
أَيُّهَا
النَّاسُ
اِتَّقُوْا
اللهَ،
وَإِنْ
أُمِّرَ
عَلَيْكُمْ عَبْدٌ
حَبَشِيٌّ
مُجَدَّعٌ،
فَاسْمَعُوْا
وأَطِيْعُوْا
مَا أَقَامَ
فِيْكُمْ كِتَابَ
اللهِ
“Wahai manusia, bertakwalah kepada
Allah. Jika diangkat amir atas kalian seorang hamba sahaya Habasyi yang hitam
legam maka dengar dan taatilah dia selama dia menegakkan di tengah kalian
Kitabullah.” (HR. at-Tirmidzi)
Bela Tauhid 212, Momen Persatuan Kaum
Muslimin.
Keempat, Anggapan
bahwa aksi damai Bela Tauhid adalah sebuah kesia-siaan atau perbuatan mubazir jelas
merupakan anggapan yang jauh dari ilmu Islam. Sebagaimana beberapa saat yang
lalu Wiranto berkomentar ketika Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF-U)
akan menggelar Aksi Bela Tauhid 211. "Kita melihat kegiatan demonstrasi
semacam itu, selain menghabiskan energi kita, dalam konteks ini tidak
relevan," kata Menko Polhukam Wiranto seusai rapat koordinasi di
kantornya, Jalan Medan merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (1/11/2018) (detik.com).
Perbuatan
manusia dihukumi dengan Syariat Islam, yang tidak keluar dari ahkamul khomsah, yaitu hukum yang lima:
haram, makruh, mubah, sunnah, dan wajib. Maka aksi Bela Tauhid, sebagaimana
telah disebutkan di atas, adalah bentuk pemenuhan kewajiban dakwah, amar ma’ruf nahi munkar, yang mendapat
pahala dari Allah SWT.
Apakah
yang bermanfaat dan tidak mubazir itu konser-konser dangdut, rock n roll, guns n roses, acara stand up comedy, sinetron pacaran, pabrik
dan distribusi miras, perhelatan para rentenir riba skala dunia? Sedangkan
dakwah Bela Tauhid mubazir? Bertaubatlah dari sekularisme!
Harus
dipahami bersama, bahwa dakwah Islam itu memang memerlukan pengorbanan yang
seringkali tidak sedikit. Maka, aksi Bela Tauhid juga merupakan upaya untuk
terus menyalakan semangat dakwah umat Islam, semangat rela berkorban untuk tegaknya Islam di bumi
Allah SWT.
“Dan
di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan
Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (TQS. al-Baqarah: 207)
Kelima, berbagai
macam persoalan yang menimpa umat Islam terus didorong pula oleh adanya neoliberalisme
dan neoimperialisme. Kaum Muslimin bisa dengan mudah tertindas neoimperialisme
di berbagai negeri adalah karena belum berlakunya tauhid sebagai asas di semua
bidang kehidupan, karena yang berlaku justru sekularisme, hukum dari kafir penjajah,
liberalisme, kapitalisme yang dilestarikan oleh para anteknya imperialis dari
kalangan umat Islam sendiri.
Tauhid
meniscayakan upaya penerapan syariat Islam, dan syariat Islam tegas menolak
neoliberalisme dan neoimperialisme. Pahlawan tidak hanya ada dalam sejarah masa
lalu namun di masa sekarang pun harus bangkit para pahlawan baru, yang berjalan
di atas jalan yang lurus, mengikuti teladan Nabi Saw. dan para Shahabat ra.,
beraqidah Islam dan bersyariat Islam, rela berkorban melawan kezhaliman,
seperti kaum Anshor.
Kaum
Anshor bukanlah orang-orang yang takut pada kaum kafir imperialis, bukanlah
mereka yang suka menjadi antek imperialis, menjual agamanya demi uang haram,
menjilat penguasa zhalim, menentang dakwah syariah Islam, gemar memfitnah
sesama Muslim, menyembunyikan kebenaran, membengkokkan ajaran-ajaran Islam, membiarkan
gembong kemaksiatan merajalela, mencari kedamaian dan kenikmatan hidup dengan
meninggalkan banyak kewajiban.
“(Yaitu)
orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang
yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk
menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka," maka perkataan itu
menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi
Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung." (TQS. Ali Imran:
173)
Menjadi Anshorullah adalah sebagaimana kaum Anshor dahulu
menolong agama Allah dengan jiwa dan raga sehingga tegak sistem Islam secara
totalitas, meskipun orang-orang kafir dan munafik imperialis membencinya.
“Hai
orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong (agama) Allah sebagaimana Isa
ibnu Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia:
"Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama)
Allah?" Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: "Kamilah penolong-penolong
agama Allah," lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan lain
kafir; maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap
musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang.” (TQS.
ash-Shaff: 14)
Wallahu a’lam.
Nahnu Ansharullah!
#BelaTauhid212
#212BersatuDibawahTauhid
#AksiBelaTauhid212