Oleh: Zakariya
al-Bantany
Rasulullah ﷺ adalah
sosok pribadi agung nan mulia yang telah banyak mengorbankan segala daya dan
upaya dalam ketaatan secara totalitas kepada Allah SWT dan dalam mengemban
risalah dakwah Islam ke segala penjuru dunia dan ke segenap alam semesta. Allah
SWT berfirman:
لَقَدْ
جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ
عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari
kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan
(keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasih lagi penyayang terhadap
orang-orang mukmin.” (QS. At-Taubat : 128)
Dalam menjelaskan ayat
ini, Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zhilalil
Qur’an mengatakan, “Allah tidak mengatakan ‘rasul dari kalian’ tetapi
mengatakan ‘dari kaummu sendiri’.
Ungkapan ini lebih
sensitif, lebih dalam hubungannya dan lebih menunjukkan ikatan yang mengaitkan
mereka. Karena beliau adalah bagian dari diri mereka, yang bersambung dengan
mereka dengan hubungan jiwa dengan jiwa, sehingga hubungan ini lebih dalam dan lebih
sensitif.”
Sudah maklum, selain
Baginda Rasulullah ﷺ yang wajib kita amalkan seluruh ajarannya dan semua
nasihatnya, ada sosok penting lain yang tak bisa dipisahkan dari momen ibadah
haji dan kurban. Dialah Nabiyullah Ibrahim AS. Di dalam QS al-Shafat [37] ayat
102, Allah SWT mengisahkan bagaimana Ibrahim AS, dengan sepenuh keimanan, tanpa
sedikitpun keraguan, menunaikan perintah Tuhannya: menyembelih putra
tercintanya, Ismail AS. Demikianlah, kedua hamba Allah yang shalih itu
tersungkur dalam kepasrahan. Berpadu dengan ketaatan dan kesabaran.
Kisah cinta yang amat
romantis sekaligus dramatis ini selayaknya menjadi ibrah sepanjang zaman bagi umat Islam. Sebab bukankah Allah SWT
pun telah berfirman:
لَنْ
تَنَالُوْا الْبِرَّ حَتَى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ
"Sekali-kali kalian tidak akan sampai pada kebajikan
sebelum kalian menginfakkan harta (di jalan Allah) yang paling kalian cintai."
(QS Ali Imran [3]: 92)
Nabiyullah Ibrahim AS
telah membuktikan hal itu. Bukan hanya harta, bahkan nyawa putra semata
wayangnya —yang kepada dia tertumpah segenap cinta dan kasih sayangnya— ia
persembahkan dengan penuh keyakinan kepada Allah, Zat Yang lebih ia cintai dari
apapun.
Karena itu pada momen
penting ibadah haji dan kurban tahun ini, selayaknya kita bisa mengambil ibrah dari keteladanan Nabiyullah Ibrahim AS;
dari besarnya cinta, ketaatan dan pengorbanannya kepada Allah SWT. Cinta,
ketaatan dan pengorbanan Ibrahim kepada Allah SWT ini kemudian diteruskan
secara sempurna, bahkan dengan kadar yang istimewa, oleh Baginda Rasulullah ﷺ.
Bukan hanya cinta dan taat, bahkan beliaupun siap mengorbankan segalanya,
termasuk nyawa sekalipun, demi tegaknya agama Allah SWT ini.
‘Ala kulli hal. Inilah sesungguhnya esensi
ibadah haji dan kurban. Kita diajari tentang cinta, ketaatan dan kepatuhan
total kepada Allah SWT. Kita pun diajari tentang keharusan untuk berkorban
—mengorbankan apa saja yang ada pada diri kita— semata-mata demi kemuliaan Islam
dan kaum Muslim. [Buletin Kaffah_No.
052_05 Dzulhijjah 1439 H-17 Agustus 2018 M]
Karena itu dengan
meneladani cinta, ketaatan dan pengorbanan Nabiyullah
Ibrahim AS dan Baginda Rasulullah ﷺ, mari kita songsong kembali masa depan
cerah peradaban umat manusia di bawah naungan Islam. Tentu saat kita hidup
dalam naungan sistem Islam yang paripurna yakni dalam bingkai Khilafah Rasyidah
Islamiyah, di bawah ridha Allah SWT hingga Allah SWT pun berkenan curahkan
rahmah dan berkah-Nya dari langit dan bumi kepada kita.
Maka, sebagai wujud
keimanan, ketaatan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT marilah kita berkorban
segenap jiwa dan raga kita dalam barisan umat Islam sedunia dalam medan dakwah
perjuangan menegakkan kembali Khilafah Rasyidah Islamiyah sang pelaksana Syariah dan pemersatu umat
yang dijanjikan Allah SWT (Wa'dullah) dan diwajibkan oleh Allah (Fardhun
minallah) serta
kabar gembira dari Rasulullah ﷺ (Busyrah Rasulillah).
Itulah makna hakiki
kurban tersebut. Allah SWT berfirman:
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ
وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
"Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka
dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara
mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh". Dan mereka
itulah orang-orang yang beruntung." (QS. An-Nuur: 51)
فَلَا
وَ رَبِّكَ لَا يُؤمِنُونَ حَتَّي يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَينَهُم ثُمَّ لَا
يَجِدُوا فِي اَنفُسِهِم حَرَجًا مِّمَّا قَضَيتَ وَ يُسَلِّمُوا تَسلِيمًا.
"Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum
mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka
perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka
terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya."
(QS. An-Nisaa': 65)
إِيَّاكَ
نَعبُدُ وَ إيَّاكَ نَستَعِينُ.
"Hanya kepada-Mu (ya Allah) kami menyembah dan hanya
kepada-Mu pula (ya Allah) kami memohon pertolongan." (QS.
Al-Fatihah: 5)
Wallahu a'lam bish shawab. []
@Selamat Hari Raya
Idul Adha 10 Dzulhijjah 1440 H/11 Agustus 2019.
#IjtimaUlama
#IkutUlama
#KhilafahWajib
#KhilafahAjaranIslam
#ReturnTheKhilafah
#KhilafahAdalahSolusi
#KitaButuhKhilafah
#IdulAdhaAlaNabi
#11IdulAdha
#MenujuKesatuanUmmat