-Abu Jihad-
Ahad 212 kemarin sama-sama kita saksikan
bagaimana umat Islam di Indonesia bersama-sama melakukan aksi di Monas.
Meskipun tidak diberitakan oleh media massa, kecuali beberapa.
Lebih kurang 10 juta umat Islam berkumpul
di sana, dalam rangka membela agama kita. Mengapa agama kita? Sebab beberapa
waktu yang lalu, salah satu simbol agama kita, yaitu bendera tauhid, telah
dibakar oleh oknum yang juga mengaku dirinya muslim.
Bendera Tauhid adalah bendera pemersatu
umat Islam sejak jaman nabi hingga nanti di akhir zaman. Sebab di sanalah
tertulis kalimat laa ilaha ilallah, muhammadan rosuulullah, kalimat
syahadat kita, kalimat kesaksian kita kepada Allah dan Rosul-Nya.
Bendera ini pula yang dulu senantiasa
digunakan oleh nabi dan para kholifah penggantinya untuk mengomando seluruh
pasukan perang di setiap peperangan yang dilakukan. Yang dengannya kemenangan
selalu dimenangkan oleh pasukan kaum muslimin.
Kita masih ingat peristiwa Perang Mu'tah
yang menewaskan 3 panglima perang kaum muslimin: Zaid bin Haritsah, Ja'far bin Abi
Tholib dan Abdullah bin Rowahah? Di tangan ketiga panglima itulah nyawa mereka
dipertaruhkan hanya untuk menjaga tetap berkibarnya Bendera Tauhid di perang
melawan Romawi kala itu.
Tentu bukan hanya membela kalimat tauhid
yang kita inginkan dari aksi 212 kemarin. Sebab apa? Sebab lebih jauh lagi hari
ini bukan hanya kalimat tauhid yang dinistakan, tapi hukum-hukum Allah juga ditelantarkan
oleh penguasa.
Mengapa penguasa? Sebab 90% taklif perintah
hukum Allah diterapkan harus dengan kekuasaan, sehingga penguasanya syar’i.
Ketika ada orang yang membunuh, siapa yang berhak menghukum? Penguasa. Tapi
coba perhatikan, kalau ada yang membunuh, apa yang dilakukan penguasa di negeri
ini? Penguasa hanya menjatuhkan hukuman penjara maksimal 25 tahun pada
pelakunya. Apakah ini hukum yang diridhoi Allah? Bukankah Allah telah
memerintahkan/ mewajibkan hukuman mati untuk orang yang membunuh?
كُتِبَ
عَلَيْكُمُ
الْقِصَاصُ
فِي الْقَتْلَى
“telah
Aku wajibkan atas kalian qisos/ hukum mati atas pembunuhan”
(Al-Baqoroh:178)
Bukankah ini juga bagian dari penistaan?
Ketika ada yang berzina, siapa yang punya
kuasa untuk menindak? Penguasa. Tapi, sekali lagi apa yang dilakukan penguasa?
Membiarkan, bebas, selama dilakukan atas dasar suka sama suka. Bukankah Allah
telah mewajibkan cambuk dan rajam untuk mereka.
الزَّانِيَةُ
وَالزَّانِي
فَاجْلِدُوا
كُلَّ وَاحِدٍ
مِنْهُمَا
مِائَةَ
جَلْدَةٍ
“pezina
perempuan dan pezina laki-laki cambuklah masing-masing dari keduanya seratus
kali cambukan (An-Nur: 2)
Bukankah ini juga bagian dari penistaan,
pengabaian, kemaksiyatan terhadap hukum/ syariat Allah?
Karena itu, selama hukum-hukum syariat
Allah belum diterapkan, maka selama itu pula agama kita terus dinistakan. Kita
punya agama, kita punya syariat, tapi apa gunanya agama sementara syariat kita
dilarang atau ditolak untuk diterapkan oleh manusia, oleh penguasa, yang dia
bukan siapa-siapa di hadapan Allah Subhanahu wa ta'ala.
Kesombongan apa yang mau kita atau
penguasa tunjukkan pada Allah SWT? tidak ada. Sebab pada dasarnya kita ini
makhluk yang lemah, jahil/ bodoh. Kita baru tahu sesuatu setelah Allah memberi
petunjuk pada kita. Tanpa informasi dari Allah, tanpa petunjuk dari Allah,
pastilah kita dalam keadaan tetap bodoh dan tersesat. Bukankah Allah telah
berfirman pada kita:
وَاللَّهُ
يَعْلَمُ
وَأَنْتُمْ
لَا تَعْلَمُونَ
“dan Allah mengetahui, dan
kalian tidak mengetahui” (Al Baqoroh: 216).
Oleh karena itu, kalau Allah sudah
berfirman:
أَفَحُكْمَ
الْجَاهِلِيَّةِ
يَبْغُونَ وَمَنْ
أَحْسَنُ
مِنَ اللَّهِ
حُكْمًا لِقَوْمٍ
يُوقِنُونَ
“apakah
hukum jahiliyah yang kalian kehendaki? Dan hukum siapakah yang lebih baik dari
pada hukum Allah, bagi orang-orang yang yakin” (Al-Maidah: 50),
maka sudah pasti hanya hukum Allah-lah
yang terbaik untuk kita, bukan hukum buatan manusia, apalagi buatan Belanda.
Karena itu, kita masih punya tugas besar pasca aksi 212 kemarin,
yaitu terus mendorong kesadaran umat bahwa selama syariat Allah belum tegak di
negri yang mayoritas penduduknya muslim ini, maka selama itu pula sebenarnya
agama kita terus dinista.
Dan sudah menjadi kewajiban kita bersama
untuk terus memperjuangkan agar agama kita, syariat kita, agar ditegakkan
kembali melalui negara, melalui penguasa. Sebab Rasulullah dan para kholifah
pengganti beliau telah mencontohkan kepada kita.
لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ
فِي رَسُولِ
اللَّهِ
أُسْوَةٌ
حَسَنَةٌ
“sungguh
telah ada di dalam rosul suri tauladan yang baik bagi kalian” (Al-Ahzab:21).
Karena itu mari bersama kaum muslimin
lainnya ber-amar makruf nahi mungkar pada penguasa kita, sampai kemauan
mayoritas umat Islam di negri ini mengkristal dalam satu suara, "kami
menolak diatur dengan cara sekuler hukum buatan manusia, kami hanya mau diatur
dengan syariat Allah."
Dengan
usaha yang maksimal ditopang oleh pertolongan Allah, maka tidak ada siapapun
yang bisa menghalangi tegaknya kembali syariat Islam di bawah naungan khilafah
nantinya, sebagaimana yang sudah dijanjikan oleh
Allah dan Rosul-nya. Tugas kita hanya mengupayakan sekuat tenaga, adapun kapan
terjadinya, kita serahkan pada Allah Subhanahu wa ta'ala. Wallahu a'lam.[]
#Spirit212
#BelaTauhid212
#KhilafahAjaranIslam