Oleh: Zakariya
al-Bantany
Munafik Itu
Sangat Tercela
Dalam Islam, munafik
adalah perilaku sangat tercela. Dan dalam banyak ayat-Nya, Allah SWT tidak
pernah menyebut kaum munafik kecuali dalam makna yang negatif atau buruk.
Sebagian Ulama membagi orang munafik menjadi dua:
Pertama: munafik secara i’tiqâdi. Pelakunya pada dasarnya kafir,
tetapi berpura-pura atau menampilkan diri sebagai Muslim semata-mata demi
menipu Allah SWT (QS. An-Nisa’: 142). Munafik jenis ini ditempatkan pada
tingkatan yang paling bawah dari neraka, sebagaimana firman-Nya:
إِنَّ
الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ
نَصِيرًا
"Sungguh kaum munafik itu ditempatkan di dasar neraka
yang paling bawah (kerak neraka) dan mereka tidak memiliki seorang penolongpun."
(QS. An-Nisa’: 145)
Kedua: munafik secara ‘amali. Pelakunya boleh jadi Muslim, tetapi
memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri orang munafik. Dalam hal ini Rasulullah ﷺ
bersabda:
آيَةُ
المُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا
اؤْتُمِنَ خَانَ
"Ada tiga tanda orang munafik: jika berkata, berdusta;
jika berjanji, ingkar; jika diberi amanah, khianat." (HR.
al-Bukhari dan Muslim)
Pertama:
Berbicara bohong atau dusta dinyatakan sebagai salah satu karakter orang
munafik. Hal itu menunjukkan bahwa berbohong merupakan dosa besar. Rasulullah ﷺ
bersabda:
إِنَّ
الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ
"Sungguh kebohongan itu mengantarkan pada kejahatan
dan kejahatan itu mengantarkan ke neraka." (HR. Bukhari dan Muslim)
Kedua:
Ingkar janji adalah ciri kaum munafik berikutnya. Kaum munafik itu gemar
berjanji, tetapi gemar pula mengingkari janji-janji mereka.
Ketiga:
Khianat terhadap amanah adalah ciri kaum munafik yang ketiga. Allah SWT mencela
sikap khianat ini:
إِنَّ
اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْخَائِنِينَ
"Sungguh Allah tidak menyukai para pengkhianat."
(QS. Al-‘Anfal: 58)
Di antara amanah itu
adalah amanah kepemimpinan. Kepemimpinan —dalam konteks bernegara— adalah
amanah untuk mengurus rakyat. Rasulullah ﷺ bersabda:
الإِمَامُ
رَاعٍ وَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
"Imam itu pengurus rakyat dan akan dimintai
pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus." (HR. Bukhari dan
Ahmad)
Mengurusi kemaslahatan
rakyat yang menjadi amanah seorang pemimpin tentu harus sesuai dengan tuntunan
Allah SWT dan Rasul-Nya (Syariah Islam). Karena itu selalu merujuk pada Syariah Islam dalam mengurus
semua urusan rakyat adalah wajib (Lihat: QS al-Nisa’ [4]: 59). Amanah
untuk mengurus semua kemaslahatan rakyat tidak boleh didasarkan pada
aturan-aturan kapitalis sekular —sebagaimana yang terjadi saat ini— yang
dasarnya adalah hawa nafsu. Allah SWT jelas mencela segala tindakan yang bersumber
dari hawa nafsu manusia:
وَلَا
تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ
"Janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah
Kami lalaikan dari mengingat Kami serta menuruti hawa nafsunya…"
(QS. Al-Kahfi: 28)
Selain ketiga ciri
kemunafikan di atas, menurut ‘Aid Abdullah al-Qarni dalam salah satu kitabnya,
Al-Qur’an menyebut sejumlah perilaku orang munafik. Di antaranya: dusta;
khianat; ingkar janji; riya' (doyan pencitraan); mencela orang-orang taat dan
shalih; memperolok-olok Al-Qur’an, As-Sunnah dan Rasulullah ﷺ; bersumpah palsu;
tidak peduli terhadap nasib kaum Muslim; suka menyebarkan kabar bohong (hoax); mencaci-maki kehormatan orang-orang
shalih; membuat kerusakan di muka bumi dengan dalih mengadakan perbaikan; tidak
ada kesesuaian antara lahiriah dan batiniah; menyuruh kemungkaran dan mencegah
kemakrufan; sombong dalam berbicara; menantang Allah SWT dengan terus berbuat
dosa; dan seterusnya.
Sayang, saat ini
perilaku munafik ini terus tumbuh makin subur. Khususnya di kalangan rezim atau
penguasa, para pejabat negara dan para politisi. Faktanya, sebagian perilaku di
atas —jika tidak semuanya— banyak dipraktikkan oleh rezim saat ini, termasuk sebagian
pejabat negara dan para politisi. Di antara mereka banyak yang biasa berdusta;
khianat; ingkar janji; riya' (doyan pencitraan); mencela orang-orang taat dan
shalih; memperolok-olok Al-Quran, As-Sunnah dan Rasulullah ﷺ; bersumpah palsu;
tidak peduli terhadap nasib kaum Muslim; suka menyebarkan kabar bohong (hoax); mencaci-maki kehormatan orang-orang
shalih; membuat kerusakan di muka bumi dengan dalih mengadakan perbaikan; tidak
ada kesesuaian antara lahiriah dan batiniah; menyuruh kemungkaran dan mencegah
kemakrufan; sombong dalam berbicara; menantang Allah SWT dengan terus berbuat
dosa; dan seterusnya. [https://mediaumat.news/buletin-kaffah-stop-segala-kemunafikan/]
Munafik
Intelektual
Di antara golongan
orang munafik atau kaum munafik, sesungguhnya ada orang munafik yang paling
berbahaya yaitu munafik intelektual ('aalimul
lisaan). Sebab, dalam sejarah umat manusia, kebanyakan masyarakat dan
negara serta peradabannya rusak dan hancur karena di antaranya disebabkan oleh
kaum munafik intelektual ('alimul lisan).
Kaum munafik intelektual itu sangat berlemah lembut terhadap orang kafir dan
bersikap sangat keras terhadap sesama Muslim. Bahkan kaum munafik intelektual
tersebut menjalin kerjasama dengan orang-orang kafir dalam menghancurkan Islam
dan dalam menghabisi umat Islam.
Kaum munafik
intelektual senantiasa meniupkan keragu-keraguan dan rasa was-was dalam benak
umat Islam dan berupaya keras menggembosi umat Islam serta mengadu-domba antar
umat Islam, di mana mereka senantiasa berupaya menyesatkan umat Islam dengan
mendistorsi atau mengaburkan dan merusak serta mengkriminalisasi ajaran Islam
khususnya ajaran Islam yang utama seperti Tauhid, Dakwah, Syariah, Jihad dan
Khilafah. Bahkan kaum munafik intelektual itu senantiasa menyerukan amar munkar
dan nahi ma'ruf dan loyalitas mereka hanya untuk kepentingan pribadi dan
kelompoknya serta untuk majikan mereka yakni para penguasa ruwaibidhah dan para penjajah kafir kapitalis
asing dan aseng.
Karena itulah, daya
rusak kaum munafik intelektual itu sangat sistemik, terstruktur, massif dan
brutal serta jangka panjang. Jadi, sangat wajar bila orang munafik itu
tempatnya di keraknya neraka Jahannam selamanya, khususnya munafik intelektual
tersebut. Allah SWT berfirman:
وَعَدَ اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْكُفَّارَ نَارَ
جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ هِيَ حَسْبُهُمْ ۚ وَلَعَنَهُمُ اللَّهُ ۖ وَلَهُمْ
عَذَابٌ مُقِيمٌ
"Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan
perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahannam, mereka kekal di
dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka, dan Allah melaknati mereka, dan bagi
mereka azab yang kekal." (QS. At-Taubah: 68)
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ
وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا
"Sungguh kaum munafik itu ditempatkan di dasar neraka
yang paling bawah (kerak neraka) dan mereka tidak memiliki seorang penolong pun."
(QS. An-Nisa’: 145)
Seorang munafik
intelektual mampu menyesatkan ribuan bahkan jutaan lebih umat manusia dan
membawa kerusakan sistemik yang sangat besar bagi tatanan kehidupan umat
manusia. Serta daya rusaknya pun berkepanjangan turun-temurun dari generasi ke
generasi hingga puluhan tahun, ratusan tahun bahkan hingga lebih dari ribuan
tahun lamanya.
Sebab, seorang munafik
intelektual argumentasinya bernas, lengkap dengan kutipan dari literatur yang
secara akademik tampak sangat ilmiah, mengutip perkataan Ulama, alur
penyampaiannya teratur dan logikanya terstruktur dan sistematis serta terkadang
gaya retorikanya dalam berkomunikasi sangat menarik dan menawan hati. Namun,
sayang semua itu dia gunakan untuk mendukung kemaksiatan dan kesesatan serta
kekufuran dan ia pun menjadi agen penguasa dan penjajah atau komprador kaki
tangan penguasa ruwaibidhah yang dzalim
dan para penjajah kafir asing dan aseng.
Di zaman now ini, potret atau fakta di atas sering kita
temukan pada beberapa orang yang biasa disebut cendekiawan Muslim terkadang
mereka bergelar profesor, doktor, insinyur, ilmuan, peneliti, aktivis, kyai,
gus, ustadz, dan lain-lain. Ada yang membela dan menghalalkan LGBT,
menghalalkan zina dan mengharamkan Khilafah serta mengharamkan poligami,
menghalalkan ekonomi ribawi dan pajak serta BPJS, berupaya menghapus kata kafir
dalam Islam.
Mereka ada yang
terang-terangan menentang Syariah Allah dan Khilafahnya Allah, ada pula yang
menistakan Syariah Allah dan Khilafahnya Allah, serta mereka pun sering kali
menjilat penguasa ruwaibidhah yang
zhalim dan menjilat para penjajah kafir kapitalis asing dan aseng demi uang,
jabatan dan wanita atau demi dunia dan materi atau karena mereka tersandera
kasus hukum seperti korupsi, penipuan, dan lain-lain, sehingga ia banting setir
berbalik mendukung penguasa ruwaibidhah
yang dzalim dan mendukung para penjajah kafir asing dan aseng, dia tak ubahnya
seperti Ar-Rajjal bin Unfuwah -seorang mantan Sahabat Nabi ﷺ- yang pindah kubu
menjadi pengikut setia Nabi palsu Musailamah al-Kadzdzab laknatullahi 'alaihi.
Potret-potret atau
fakta semacam itu mengingatkan kita tentang sabda Nabi Muhammad ﷺ perihal para
munafik 'alimul lisan tersebut, yakni
munafik yang pandai bersilat lidah atau pandai dan ahli beretorika alias
munafik intelektual. Rasulullah ﷺ sangat mengkhawatirkan keberadaan orang-orang
munafik ini, para pendusta yang pandai mengolah kata dan data, serta pandai
berbicara dan pandai beretorika. Beliau ﷺ bersabda:
إِنَّ
أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي كُلُّ مُنَافِقٍ عَلِيمِ اللِّسَانِ
“Sesungguhnya sesuatu yang paling aku takuti menimpa
umatku, adalah setiap munafik yang pandai bicara (bersilat lidah).” (HR.
Ahmad no. 143)
Senada dengan itu,
suatu ketika Umar bin al-Khaththab radhiyallahu
‘anhu naik mimbar kemudian berpidato:
إِنَّ
أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَى هَذِهِ الْأُمَّةِ الْمُنَافِقُ الْعَلِيمُ ، قِيلَ :
وَكَيْفَ يَكُونُ الْمُنَافِقُ عَلِيمٌ ؟ قَالَ : عَالِمُ اللِّسَانِ، جَاهِلُ
الْقَلْبِ وَالْعَمَلِ
“Sesungguhnya yang
paling aku khawatirkan terhadap umat ini adalah orang pintar yang munafik. Para
sahabat bertanya: Bagaimana bisa seseorang itu menjadi munafik yang pintar?
Umar radhiyallahu ‘anhu menjawab: “Yaitu
orang yang pandai berbicara (bak seorang alim), tapi hati dan perilakunya
jahil”. [Ihya Ulumuddin, hlm. 1/59]
Allah SWT berfirman:
إِنَّ
الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ
نَصِيرًا
"Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan)
pada tingkatan yang paling bawah dari neraka (keraknya neraka). Dan kamu
sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka."
(QS. An-Nisaa': 145)
Dahulu, di zaman Nabi
Musa AS pun ada seorang tokoh munafik intelektual yang bernama Samiri yang
berpura-pura menjadi pengikutnya Nabi Musa AS. Samiri pun berhasil sukses
menyesatkan banyaknya pengikut Nabi Musa yakni Bani Israil yang menyembah
patung emas sapi buatan tangan Samiri saat Bani Israil ditinggal oleh Nabi Musa
AS untuk menerima wahyu Allah di bukit Thur.
Di masa Rasulullah ﷺ
pun ada seorang tokoh munafik intelektual yang bernama Abdullah bin Ubay bin
Salul yang berupaya keras menggembosi umat Islam dan memecah belah umat Islam
serta membangkang kepada Rasulullah ﷺ melalui pemikiran-pemikiran kufur nan sesatnya
Abdullah bin Ubay tersebut dan juga pendirian Masjid
Dhirar di Madinah serta menjalin kerjasama dengan kaum yahudi di Madinah
untuk merongrong Rasulullah ﷺ dan Daulah Islam.
Di masa Khalifah Abu
Bakar ash-Shiddiq pun muncul sosok seorang munafik intelektual yang bernama
Ar-Rajjal bin Unfuwah. Pada awalnya dia adalah salah satu sahabat Rasulullah ﷺ.
Ar-Rajjal bin Unfuwah telah berhijrah, menyatakan keislamannya kepada Rasulullah
ﷺ. Dia membaca Al-Qur’an dan memahami ilmu agama. Dia juga seorang yang cerdas
dan memiliki pandangan yang luas tentang problematika hidup. Suatu ketika
muncul fitnah kenabian Musailamah al-Kadzdzab di Yamamah. Maka, Rasulullah ﷺ
mengutusnya sebagai pengajar penduduk Yamamah.
Ar-Rajjal bin Unfuwah
mendapat tugas untuk mengajar dan memberikan pemahaman kepada penduduk Yamamah
akan sesatnya Musailamah. Sehingga penduduk Yamamah menentang Musailamah dan
menggagalkan usaha Musailamah untuk diakui menjadi nabi di samping Rasulullah
ﷺ. Akan tetapi, di tengah jalan, Ar-Rajjal bin Unfuwah justru terpengaruh dan
lalai dari tugasnya. Ia termakan tipudaya dan kebohongan Musailamah. Sehingga
dia berbalik menjadi pembela Musailamah al-Kadzdzaab sebagai nabi palsu.
Pindah kubu Ar-Rajjal
bin Unfuwah jauh hari telah dikabarkan oleh Rasulullah ﷺ. Diriwayatkan oleh Abu
Hurairah radhiyallahu ’anhu, “Suatu hari
aku duduk di sisi Rasulullah bersama sekelompok orang, di tengah kami hadir
Ar-Rajjal bin Unfuwah. Nabi bersabda, “Sesungguhnya
di antara kalian ada seseorang yang gigi gerahamnya di neraka lebih besar dari
Gunung Uhud.”
Kemudian aku (Abu
Hurairah) perhatikan bahwa seluruh yang dulu hadir telah wafat, dan yang
tinggal hanya aku dan Ar-Rajjal. Aku sangat takut menjadi orang yang disebutkan
oleh Nabi tersebut hingga akhirnya Ar-Rajjal keluar mengikuti Musailamah dan
membenarkan kenabiannya. Sesungguhnya fitnah Ar-Rajjal lebih besar daripada
fitnah yang ditimbulkan oleh Musailamah.” [Lihat Ibnu Katsir, Al-Bidayah wan-Nihayah, dalam bahasan nabi
palsu Musailamah al-Kadzdzab]
Sungguh fitnah
Ar-Rajjal bin Unfuwah menjadi cerminan kondisi para elit politik dalam kubangan
demokrasi. Pindah kubu demi menyelamatkan kepentingan. Memuji pihak kawan dan
menjelek-jelekkan pihak lawan. Kerap kita jumpai dalam kontestasi politik ala
demokrasi di zaman now ini.
Munculnya gerakan khawarij dan
gerakan syiah tidak bisa pula dilepaskan dari fitnah yang dilontarkan oleh
orang-orang munafik di tengah kaum Muslimin. Di antaranya tokoh munafik
intelektual yang berjasa memicu konflik antar sesama Muslim hingga melahirkan
gerakan khawarij dan syiah adalah Abdullah bin Saba' seorang yahudi hitam dari
Yaman sejak era Khalifah Utsman bin Affan. Si Abdullah bin Saba' berupaya keras
memecah-belah kaum Muslim melalui pemikiran-pemikiran sesat dan nyelenehnya serta melalui propaganda fitnah
kepada Khalifah Utsman bin Affan dan memprovokasi kaum Muslim untuk membangkang
Khalifah Utsman bin Affan dan membunuh Utsman bin Affan hingga terjadilah
pembunuhan terhadap Khalifah Ustman bin Affan tersebut.
Hingga fitnah tersebut
pun berkelanjutan pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib hingga terjadilah
perang saudara antar sesama Muslim dalam perang Shiffin dan perang Jamal.
Hingga terjadilah pembunuhan terhadap Khalifah Ali bin Abi Thalib oleh seorang
khawarij yang bernama Abdurrahman bin Muljam dan pasca terbunuhnya Khalifah Ali
bin Abi Thalib oleh Ibnu Muljam tersebut, fitnah tersebut pun berkelanjutan
hingga ribuan tahun sampai dengan sekarang di zaman now ini.
Dan juga di masa akhir
Khilafah Islam Utsmaniyah yang berpusat di Turki pun muncul tokoh munafik intelektual yang
bernama Mustafa Kamal Attarturk seorang agen Inggris dan juga seorang
yahudi yang berpura-pura Islam dan berpura-pura dekat dengan Ulama serta
berpura-pura pula cinta Ulama dan cinta Islam. Serta Mustafa Kamal pun berhasil
menyusup ke dalam tubuh militer Khilafah Ustmani hingga ia mendapatkan posisi
sangat strategis di militer Khilafah Utsmani hingga berhasil menguasai militer
Khilafah Utsmani.
Dan akhirnya Mustafa
Kamal pun berhasil diciptakan sebagai pahlawan Turki oleh Inggris dengan
skenario perang-perangan melawan Inggris oleh Mustafa Kamal Attarturk tersebut
di Turki hingga ia pun berhasil menguasai parlemen Turki, dan pada 3 maret 1924
masehi ia pun berhasil menghapus sistem Khilafah di Turki dan di dunia untuk
selama-lamanya. Dan ia pun mengusir Khalifah kita yang terakhir Sultan Abdul
Hamid II beserta keluarganya dari istana sang Khalifah dan memenjarakan sang
Khalifah seumur hidupnya di Tesalonika Yunani.
Hingga akhirnya pun
Turki menjadi negara sekuler sampai dengan sekarang dengan presiden pertamanya
yakni Mustafa Kamal Attarturk laknatullahi
'alaihi dan ia pun menghapus semua simbol-simbol Islam dan ajaran Islam
khususnya Islam politik serta umat Islam pun terpecah berkeping-keping menjadi
lebih dari 50 negara kecil dalam bentuk negara bangsa (nation state) dengan paham kufurnya nasionalisme hingga umat
Islam pun terjajah secara sistemik dan menjadi bulan-bulanan negara-negara
kafir imperialis Barat (asing) dan Timur (aseng) hingga umat Islam pun merintih
kesakitan penuh bersimbah darah sampai sekarang, serta kondisi umat Islam pun
bagaikan anak ayam yang kehilangan induknya dan bagaikan kebun tanpa pagar
serta bagaikan hidangan di atas meja yang diperebutkan oleh musuh-musuhnya dari
segala penjuru mata angin.
Di zaman penjajahan
Belanda di Indonesia dahulu pun muncul tokoh munafik intelektual yang bernama
Christiaan Snouck Hurgronje yang merupakan seorang orientalis dan think thank-nya Belanda dalam menguasai dan
menjajah Indonesia. Di mana Snouck Hurgronje berpura-pura masuk Islam dan ia
pun sangat fasih berbahasa Arab dan hafal sebagian kecil Al-Qur’an dan ia
pernah berangkat haji ke tanah suci Mekkah serta ia pun berpenampilan seperti
seorang Ulama atau Syaikh bahkan di Aceh ia dijuluki Syaikh Putih.
Dengan begitulah
Snouck Hurgronje masuk ke dalam tubuh umat Islam di Nusantara dengan mulai
melemahkan dari dalam umat Islam dengan pemikiran-pemikiran kufur liberal barat
sesatnya ia pun meracuni pemikiran umat Islam untuk secara pelan-pelan
menjauhkan umat Islam dari Islam dan memecah-belah kekuatan umat Islam hingga
Belanda pun berhasil menguasai sepenuhnya pulau Jawa dan pulau Sumatera
khususnya Aceh hingga kian langgenglah kekuasaan penjajahan dan kolonialisme
Belanda di Indonesia.
Dan kini di zaman now ini, di peradaban sampah kapitalisme dan
di negara-negara demokrasi ataupun di negara-negara sekuler yang mengadopsi
ideologi kufur demokrasi kapitalisme sekulerisme biang kemunafikan di zaman now ini justru semakin membuat kaum munafik
intelektual tersebut tumbuh subur bagaikan tumbuh suburnya jamur di musim
penghujan.
Dan orang-orang
munafik intelektual tersebut itu pun diberi fasilitas lengkap, gaji yang besar
dan jabatan tinggi nan strategis oleh negara bahkan dijadikan sebagai soko guru
dan guru bangsa serta pemimpin masyarakat hingga makin rusaklah masyarakat dan negara
hingga carut-marutlah di semua lini kehidupan, dan makin mengguritanya
liberalisme dan neo imperialisme serta neo kolonialisme kafir penjajah asing
dan aseng serta kemunafikan di negeri ini dan di negeri-negeri Islam lainnya
serta di seluruh penjuru dunia.
Jadi, begitulah fitnah
yang dilontarkan oleh kaum munafik intelektual sangat dahsyat mampu
memecah-belah kaum muslimin hingga Ulama dan ahlul
Qur’an pun bisa terkena fitnah dahsyat kaum munafik intelektual tersebut
dan menjadi pengikut setia kaum munafik intelektual tersebut. Karena itulah,
begitu sangat berbahayanya munafik intelektual ('alimul
lisan) tersebut.
Semoga Allah
melindungi kita dan menjauhkan kita dari sifat nifaq dari dalam diri kita dan
potensi diri kita menjadi orang munafik. Dan semoga Allah pun melindungi dan
menjauhkan kita dari bahaya dan fitnah keji kaum munafik intelektual serta dari
kejahatan sistematis kaum munafik khususnya kaum munafik intelektual ('alimul lisan) tersebut yang hidup dan
berkembang biang dalam ekosistem peradaban sampah kapitalisme sekuler demokrasi di zaman now ini. Aaamiin.
Wallahu a'lam bish shawab. []
#IjtimaUlama
#IkutUlama
#KhilafahWajib
#KhilafahAdalahSolusi
#ReturnTheKhilafah