Thursday, February 6, 2020

Ancaman Bagi Orang yang Mengejek Nabi SAW - TAFSIR al-Furqan: 41-41


https://shautululama.co/ulama-mataram-yogyakarta-rasulullah-saw-bukan-hanya-pemimpin-spiritual-namun-beliau-juga-pemimpin-negara/


Oleh: Rokhmat S. Labib, MEI

“Dan apabila mereka melihat kamu (Muhammad), mereka hanyalah menjadikan kamu sebagai ejekan (dengan mengatakan): ”Inikah orangnya yang diutus Allah sebagai Rasul? Sesungguhnya hampirlah ia menyesatkan kita dari sembahan-sembahan kita, seandainya kita tidak sabar (menyembah)nya." Dan mereka kelak akan mengetahui di saat mereka melihat azab, siapa yang paling sesat jalannya.” (TQS. al-Furqan [25]: 41-42).

Rasul diutus oleh Allah SWT untuk memberikan petunjuk dari-Nya kepada manusia. Dengan petunjuk itu, manusia dapat mengarungi kehidupannya dengan benar. Juga, dapat meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Kendati demikian, ada sebagian manusia yang enggan mengikuti petunjuk yang dibawa Rasul. Bahkan, mereka menjadikan utusan Allah SWT tersebut sebagai bahan ejekan. Atas kelancangan mereka itu, mereka pun harus menerima akibatnya. Yakni, azab yang pedih.

Inilah di antara yang dikandung oleh ayat ini.

Mengejek Rasul

Allah SWT berfirman: Wa idzaa rawka in yattakhidzuunaka illaa huzuww[an] (dan apabila mereka melihat kamu [Muhammad], mereka hanyalah menjadikan kamu sebagai ejekan). Dalam ayat sebelumnya, orang-orang kafir diingatkan tentang nasib yang dialami oleh kaum-kaum terdahulu yang mendustakan Rasul. Di antara yang disebut adalah kaum Nabi Nuh, kaum 'Ad, kaum Tsamud, Fir'aun dan pengikutnya, penduduk Rass dan kaum Nabi Luth. Mereka semua mengalami nasib yang sama, yakni ditimpakan azab atas mereka. Penyebabnya sama, mereka mendustakan para utusan Allah SWT yang diutus kepada mereka. Peristiwa itu dikisahkan kepada kaum musyrik Arab agar mereka segera sadar dan bertaubat serta mengimani Rasulullah .

Dalam ayat ini pun kemudian diceritakan tentang sikap orang-orang musyrik terhadap Rasulullah . Ketika mereka berjumpa dengan beliau, mereka mengolok-olok dan melecehkannya. Dalam ayat ini disebutkan: in yattakhidzuunaka illaa huzuww[an]. Huruf in di sini bermakna naafiyyah (menegasikan). Karena sesudahnya diiringi dengan huruf illaa yang merupakan istitsnaa' (pengecualian), maka kalimat tersebut memberikan makna li al-hasyr (untuk membatasi). Bahwa, ketika mereka melihat Rasulullah, yang mereka lakukan hanyalah menjadikan beliau sebagai huzuww[an]. Dikatakan Fakhruddin al-Razi, frasa ittakhadzu huzuww[an] bermakna isitahza‘u bihi (mengolok-olok beliau).

Kemudian diterangkan tentang perkataan mereka: Ahadzaa al-ladzii ba'atsalLaah rasuul[an] ([dengan mengatakan]: "inikah orangnya yang diutus Allah sebagai Rasul?”). Menurut al-Qurthubi, ini adalah perkataan Abu Jahal kepada Nabi sebagai ejekan. Kalimat yang dikatakan oleh mereka dalam bentuk istifhaam (kalimat tanya). Diterangkan Abu Hayyan al-Andalusi, kalimat tanya tersebut bermakna istighaar wa ihtiqaar (merendahkan dan melecehkan). Bahkan, menurut al-Baidhawi, mereka melakukan pengingkaran dan pelecehan paling puncak. Seandainya tidak demikian, mereka akan berkata, ”Apakah ini orang yang mengaku bahwa dirinya diutus Allah sebagai rasul?”

Menurut Ibnu Katsir, ayat ini sama dengan firman Allah SWT: “Dan apabila orang-orang kafiri itu melihat kamu, mereka hanya membuat kamu menjadi olok-olok. (Mereka mengatakan): "Apakah ini orang yang mencela tuhan-tuhanmu?" (TQS. al-Anbiya‘ [21]: 36). Mereka maksudkan adalah cacat dan kekurangan. Demikian pula dengan ayat ini. Perkataan mereka itu dalam rangka merendahkan dan melecehkan.

Sikap merendahkan dan mengolok-olok beliau jelas menunjukkan kebodohan mereka. Sebab, biasanya orang yang direndahkan memiliki cacat dalam soal fisik dan sifatnya. Sementara, semua itu tidak ada pada diri Rasulullah . Soal fisik, beliau terkenal ketampanannya. Demikian juga, dengan sifatnya. Beliau memiliki kesempurnaan sifat. Lebih dari itu, beliau adalah utusan Allah SWT yang membawa risalah-Nya, tentulah manusia pilihan dan terbaik. Maka, hanya orang bodoh saja yang merendahkan beliau.

Kemudian disebutkan perkataan mereka lagi dengan firman-Nya: In kaada layudhillanaa 'an aalihatinaa lawlaa an shabarnaa 'alayhaa (sesungguhnya hampirIah ia menyesatkan kita dari sembahan-sembahan kita, seandainya kita tidak sabar [menyembah]nya"). Dalam ayat ini, mereka menyebut Rasulullah hampir-hampir menyesatkan mereka. Ini mengisyaratkan bahwa mereka yakin berada dalam kebenaran, sehingga mereka harus mempertahankan keyakinan mereka mati-matian. Sedangkan keyakinan lainnya, pasti dianggap sesat walaupun berasal dari seorang nabi. Meskipun tampak jelas, keyakinan mereka itu hanya didasarkan pada taqlid buta dan menerima begitu saja dari warisan keyakinan nenek moyang mereka.

Seandainya mereka menggunakan akal mereka sedikit saja, niscaya mereka tidak bersikap demikian. Dengan mudah mereka akan menerima risalah yang dibawa oleh Rasulullah . Dalam ayat tersebut dikatakan in kaada (sesungguhnya hampir saja) Rasulullah mampu memalingkan mereka dari sesembahan mereka.

Di samping itu, ayat ini juga menunjukkan kesungguhan dan keseriusan Nabi dalam mendakwahkan risalahnya. Dikatakan al-Zamaksyari, ini menjadi dalil atas kesungguhan Rasulullah yang luar biasa dalam mendakwahi mereka dan keseriusan beliau dalam mengerahkan segenap kemampuan dan kekuatan untuk menaklukkan hati mereka dengan menyampaikan ayat-ayat dan mukjizat-mukjizat kepada mereka hingga mereka hampir saja -menurut pengakuan mereka-meninggalkan agama mereka dan masuk Islam. Itu akan terjadi seandainya mereka tidak bersikap keras dan kuat dalam berpegang teguh menyembah tuhan-tuhan mereka.

Ayat ini diakhiri dengan firman-Nya: wasawfa ya'lamuuna hiina yarawna al-'adzaab man adhallu sabiil[an] (dan mereka kelak akan mengetahui di saat mereka melihat azab, siapa yang paling sesat jalannya). Ini merupakan ancaman buat orang-orang yang melecehkan dan merendahkan Rasulullah . Dikatakan al-Samarqandi, peristiwa itu terjadi pada hari Kiamat. Pada hari itu, mereka akan menyaksikan azab. Ditegaskan ayat ini, ketika itu mereka akan mengetahui siapakah yang tersesat jalannya. Mereka jelas berada dalam jalan sesat. Sebab, mereka harus menerima azab yang pedih atas kekufuran mereka dan pelecehan mereka terhadap Rasulullah .

Diterangkan al-Zamakhsyari, firman Allah SWT: man adhallu sabiil[an] (siapa yang paling sesat jalannya) merupakan jawaban atas perkataan mereka: In kaada layudhillanaa 'an aalihatinaa (sesungguhnya hampirlah ia menyesatkan kita). Sebab, mereka menisbahkan Rasulullah kepada kesesatan, padahal beliau tidak meyesatkan orang lain kecuali orang tersebut tersesat oleh dirinya sendiri.

Hukum Mengolok-Olok Rasul

Mengolok-olok Nabi merupakan perbuatan terlarang yang menyebabkan pelakunya jatuh kepada kekufuran. Di antara dalilnya adalah firman Allah SWT: “Katakanlah, "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?" Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.” (TQS. al-Taubah [9]: 65-66).

Hukuman mereka di dunia adalah hukuman mati. Al-Qadhi 'Iyadh, dalam kitabnya, al-Syifa bi Ta'rif Huquq al-Musthafa, menjelaskan bentuk-bentuk hujatan kepada Nabi , ”Sesungguhnya semua orang yang menghina Rasululah adalah mencari-cari kesalahan, menganggap ada kekurangan pada diri Rasulullah , nasabnya, agamanya, salah satu sifatnya, kehormatannya, syubhat tentang sesuatu dengan niat untuk mencela, merendahkan, atau mengkerdilkan urusannya, menjelek-jelekkan, dan mencari-cari kesalahannya. Semua itu termasuk orang yang telah menghina. Hukum terhadapnya adalah hukum orang yang menghina adalah dibunuh, sebagaimana kami terangkan, tanpa kecuali.”

Demikianlah. Orang-orang musyrik tidak saja mengingkari dan mendustakan Rasulullah . Lebih dari itu, mereka melakukan tindakan konyol dan menyakitkan. Dalam ayat ini ada dua yang disebutkan, yakni: Pertama, mengejek dan mengolok-olok Rasulullah . Kedua, menuduh Rasulullah menyesatkan mereka. Padahal, merekalah yang menyembah tuhan-tuhan mereka itu yang sesungguhnya tersesat. Tindakan tersebut jelas merugikan diri mereka sendiri. Sebab, tidak ada balasan yang pantas buat mereka kecuali azab yang pedih. Wal-Laah a'lam bi al-shawaab.[]

Ikhtisar:

1. Ada dua tindakan yang dilakukan orang musyrik ketika berjumpa dengan Rasulullah , yakni: (1) mengolok-olok Rasulullah; (2) menyebut Rasulullah hampir saja menyesatkan mereka.

2. Mengejek, merendahkan, dan mengolok-olok Rasulullah termasuk tindakan yang mengantarkan pelakunya kepada kekufuran. Hukuman di dunia adalah mati.

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 150

Channel Youtube Kopi Nikmat

Channel Youtube Kopi Nikmat
(klik gambar logo)

Fanpage di Facebook

Popular Posts

Search This Blog