Thursday, July 23, 2020

Betulkah Pancasila Itu Ideologi ?! [#01]



Oleh: Zakariya al-Bantany


Polemik, kekisruhan dan kegaduhan RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila) masih berlangsung dan makin panas hingga memicu banyak gelombang protes dan aksi besar-besaran dari berbagai lapisan masyarakat khususnya umat Islam di tanah air yang menolak RUU HIP dan menuntut RUU HIP tersebut untuk dibatalkan. [1]

Dan pemerintah pun bersama DPR RI sepertinya tetap akan berupaya mensahkan RUU HIP tersebut meskipun sebelumnya sempat ditunda (bukan dibatalkan) karena tuntutan banyak pihak khususnya umat Islam yang diwakili oleh MUI Pusat dan MUI se-Propinsi Indonesia beserta seluruh Ormas Islam yang menuntut agar RUU HIP tersebut dibatalkan. [2]

Buktinya pun kini pemerintah bersama DPR RI berupaya mengganti nama RUU HIP tersebut menjadi RUU BPIP (Badan Pembina Ideologi Pancasila) untuk menyiasati dan mengelabui masyarakat khususnya umat Islam serta merupakan lobi-lobi politik untuk menekan dan menggembosi arus laju penolakan rakyat dan umat Islam terhadap RUU HIP tersebut. Sehingga RUU HIP tersebut tetap bisa disahkan dengan modus ganti nama menjadi RUU BPIP. [3]

RUU BPIP = RUU HIP karena substansinya tetap sama sekalipun mengganti nama baru. Seperti halnya ular berbisa nan beracun yang mengganti kulit lamanya yang sudah kusam, rusak dan tidak sedap dipandang dengan kulit barunya yang nampak indah dan sedap dipandang, namun itu tetaplah ular berbisa nan beracun walaupun dibungkus dengan kulit barunya yang mungkin nampak indah di penglihatan sebagian orang yang tersihir oleh keindahan kulit baru sang ular berbisa nan beracun tersebut.

Itu bukti akal bulus pemerintah dan DPR saja untuk tetap melanggengkan mensahkan RUU HIP/RUU BPIP tersebut menjadi UU. Padahal, RUU HIP tersebut disinyalir oleh banyak pihak dan masyarakat serta tokoh-tokoh masyarakat khususnya Ulama bahwasanya RUU HIP/RUU BPIP tersebut hanya akan menjadi jalan tol kebangkitan PKI dan jalan tol radikal sekulerisasi dan liberalisasi agama, kehidupan dan negara; serta jalan tol memberangus Islam khususnya gerakan Islam/Ormas Islam yang kritis terhadap pemerintahan dan menentang segala bentuk penjajahan kapitalisme global asing dan aseng yang sedang mencengkram kuat Indonesia; dan juga hanya menjadi jalan tol kebangkitan otoriterisme neo-orde baru yang lebih brutal dan sangat diktator.

Jadi, aspirasi rakyat atau suara rakyat atau masyarakat khususnya umat Islam khususnya Ulama-Habaib khususnya MUI Pusat dan MUI se-Propinsi serta Ormas-Ormas Islam yang menutut dibatalkannya RUU HIP tersebut tidak didengarkan dan tidak dianggap oleh pemerintah dan DPR RI. Dan sekaligus membuktikan pemerintah dan DPR RI tersebut memang tidak ada i'tikad baik dan sedang tidak mewakili kepentingan rakyat namun justru nampaknya sedang mewakili kepentingan politik oligarkhi demokrasi yang korup dan culas yang menjadi inisiator RUU HIP/RUU BPIP tersebut dan dalang utama di balik RUU HIP/RUU BPIP tersebut.

Dengan adanya polemik dan kisruhnya RUU HIP ataupun RUU BPIP tersebut dan sikap ngototnya Pemerintah dan DPR RI yang tetap berupaya melegislasi atau mensahkan RUU HIP tersebut menjadi UU dengan modus mengganti namanya menjadi RUU BPIP serta menafikkan aspirasi rakyat khususnya suara umat Islam bersama para Ulama-Habaib, MUI dan seluruh Ormas Islam, maka itu semua justru akan semakin membuka dan melebarkan polemik luka lama yang masih menganga dan belum sembuh serta belum usai saat perdebatan sengit perihal penentuan dasar negara apakah Pancasila ataukah Islam sebagaimana sejarah perseteruan antara kubu nasionalis sekuler dengan kubu Islam di sidang BPUPKI pada tahun 1945, perseteruan kubu nasionalis sekuler dengan kubu Islam di sidang Majelis Konstituante tahun 1956-1959 di Era Orde Lama hingga berujung didekrit oleh Presiden Soekarno pada 5 Juli 1959 hingga Soekarno mengeluarkan kebijakan demokrasi terpimpin dan Presiden seumur hidup dengan politik Nasakomnya, dan Presiden Soeharto yang mengeluarkan kebijakan pemerintahannya yaitu asas tunggal Pancasila dengan demokrasi Pancasilanya di Era Orde Baru. [4]

Dan itu semua pun juga, hanya kian semakin akan kembali membuka lebar pintu diskursus dan dialektika yang lebih tajam lagi di tengah masyarakat perihal eksistensi Pancasila tersebut sebagai dasar negara dan apakah benar Pancasila itu sesungguhnya adalah sebuah ideologi ataukah justru bukan sebuah ideologi..?!

Jadi, terlepas dari polemik RUU HIP atau RUU BPIP tersebut, yang menjadi pertanyaan mendasarnya untuk kita clear-kan bersama perihal Pancasila yang diributkan dan diperdebatkan dengan sengitnya sejak awal di sidang BPUPKI tahun 1945, di sidang Majelis Konstituante tahun 1956-1959 pada Era Orde Lama, di Era Orde Baru hingga Era Orde Reformasi dan Era Orde Bohong saat ini, maka sebenarnya betulkah Pancasila itu ideologi sehingga harus ada demokrasi terpimpin dan Nasakom pada Era Orde Lama, sehingga juga harus ada Asas Tunggal Pancasila dan demokrasi Pancasila pada Era Orde Baru, dan juga harus ada BPIP dan RUU HIP/RUU BPIP tersebut di Era Orde Reformasi dan Era Orde Bohong saat ini, sehingga juga sebagian kalangan khususnya pemerintah, DPR, Parpol dan sebagian masyarakat terus-menerus menganggap bahwa Pancasila itu adalah ideologi..?! Sehingga muncul pula istilah ideologi Pancasila dalam kamus perpolitikan Indonesia dalam setiap eranya atau dalam setiap masa demi masanya. Jadi, betulkah Pancasila tersebut itu ideologi..?!

Sebelum kita menjawab detail pertanyaan tersebut, ada baiknya kita pahami terlebih dahulu definisi atau pengertian "ideologi" tersebut secara mendalam dan cemerlang. Sehingga kita akan mengetahui dan memahami dengan benar, secara mendalam dan cemerlang perihal fakta real sesungguhnya apakah benar Pancasila itu ideologi ataukah justru Pancasila itu bukan ideologi..?!


Definisi Ideologi (Mabda')

Jadi, mabda' (المبدأ) merupakan istilah bahasa Arab yang dapat diterjemahkan sebagai ideologi, namun bukan ideologi dalam pengertian yang sempit, sebagaimana dalam pandangan sekularisme selama ini.

Simple-nya ideologi (mabda' [المبدأ]) adalah akidah/keyakinan yang dibuktikan dengan proses berpikir (rasional), yang melahirkan sistem atau seperangkat aturan-aturan (aqîdah aqliyyah yanbatsiqu 'anhâ nidzhâm [عقيدة عقلية ينبثق عنها نظام]). [5]

Menurut definisi ini, sebuah akidah/keyakinan disebut sebagai mabda' (ideologi) jika memiliki dua syarat:

1) Bersifat aqliyyah (rasional);
2) Memiliki sistem/seperangkat aturan hidup (nidzham).

Jadi, ideologi (mabda') merupakan pemikiran mendasar yang di atasnya dibangun pemikiran-pemikiran lain. Pemikiran mendasar ini disebut aqidah, yang merupakan pemikiran menyeluruh tentang manusia, alam semesta, dan kehidupan serta hubungan ketiganya dengan DZAT sebelum kehidupan dan sesudah kehidupan.

Sedangkan, pemikiran-pemikiran cabang yang dibangun atas dasar aqidah tadi, merupakan peraturan hidup manusia (nidzham) dalam segala aspeknya: hubungan manusia dengan al-Khaliq (Sang Maha Pencipta/Tuhan) [hablun minallah (mencakup perkara: keimanan dan ibadah)]; hubungan manusia dengan dirinya sendiri (hablun minannafsi [mencakup perkara: makanan, pakaian, minuman, dan akhlaq]); dan hubungan manusia dengan sesamanya (hablun minannaas/ mu'amalah) yakni mencakup perkara politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, kesehatan, hukum, peradilan, persanksian, pertahanan dan keamanan (hankam).

Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani rahimahullah (Nidzham Al-Islam [Peraturan Hidup Dalam Islam], 2001) menjelaskan definisi ideologi (mabda') ini dari sisi lain, yakni ideologi (mabda') tersusun dari fikrah (ideas, thoughts [ide/pemikiran/ gagasan/konsepsi/ mafahim]) dan thariqah (method [metodelogi/ cara baku/ roadmap]).

Ideologi dari sisi ini ditinjau dari segi: Pertama, konsep/pemikiran murni –yang semata-mata merupakan penjelasan konseptual tanpa disertai penjelasan bagaimana metode menerapkan konsep itu dalam kenyataan— dan Kedua, metodelogi yang menjelaskan bagaimana pemikiran/konsep itu diterapkan secara praktis. Tinjauan ideologi sebagai kesatuan fikrah-thariqah ini dimaksudkan untuk menerangkan atau menjelaskan bahwa thariqah adalah suatu keharusan agar fikrah tersebut dapat terwujud. Di samping itu, juga untuk menerangkan bahwa fikrah dan thariqah suatu ideologi adalah unik (khas). Artinya, setiap ada fikrah dalam sebuah ideologi, pasti ada thariqah yang khas untuk menerapkan fikrah tersebut, yang berasal dari ideologi itu sendiri, bukan dari ideologi yang lain.

Menurut Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani rahimahullah, fikrah merupakan sekumpulan konsep/pemikiran yang terdiri dari dari dua unsur:

1. Aqidah, yaitu pemikiran menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan kehidupan;
2. Dan solusi terhadap masalah manusia.

Sedang thariqah –yang merupakan metodelogi penerapan ideologi secara operasional-praktis— terdiri dari:

1. Penjelasan cara melaksanakan solusi terhadap masalah;
2. Cara penyebarluasan ideologi;
3. Dan cara pemeliharaan Aqidah.

Jadi, ideologi ditinjau dari sisi ini adalah gabungan dari fikrah dan thariqah, sebagai satu kesatuan. [6]


Definisi ideologi yang telah dijelaskan tersebut bersifat umum, dalam arti dapat dipakai dan berlaku untuk ideologi-ideologi dunia yang sedang eksis saat ini, seperti Kapitalisme-Sekulerisme dan Sosialisme-Komunisme termasuk pula Islam. Maka, apabila kita telusuri dunia ini, kita hanya menjumpai tiga mabda' (ideologi) yaitu ideologi Kapitalisme yang lahir dan berlandaskan aqidah kufur sekulerisme, Sosialisme/komunisme yang lahir dan berlandaskan aqidah kufur atheisme, dan Islam yang berlandaskan aqidah tauhid Islam.

Selain tiga ideologi tersebut semuanya bukan ideologi termasuk Pancasila sangat jelas bukan sebuah ideologi, karena tidak memenuhi kriteria dan karakteristik dari definisi ideologi tersebut beserta syarat-syaratnya termasuk pula fikrah dan thariqah-nya tersebut.


Hanya Islam Ideologi (mabda') Yang Benar

Dan ideologi (mabda') Islam sendiri berpijak pada aqidah Islam, satu-satunya aqidah yang lurus dan shahih (benar), bersumberkan dari wahyu Allah Tuhan Sang Maha Pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan, yaitu Kitabullah (Al-Qur’an) dan As-Sunnah. Aqidah Islam sendiri adalah iman kepada Allah, iman kepada Malaikat-Malaikat-Nya, iman kepada kitab-kitab-Nya, iman kepada Rasul-Rasul-Nya, iman kepada Hari Akhir/Hari Kiamat dan iman kepada Qadha wal Qadar baik-buruknya dari Allah.

Inilah aqidah yang sesuai dengan fitrah manusia, memuaskan akal dan menentramkan hati. Pengetahuan yang shahih, pemahaman yang shahih, pemikiran yang shahih, metodologi yang shahih dan kebangkitan yang shahih tentunya harus bersumber dari ideologi (mabda') yang shahih pula.

Dan Ideologi (mabda') yang shahih harus berpijak di atas aqidah yang shahih pula. Aqidah Islam memiliki karakteristik sebagai aqidah ruhiyah (aqidah spritual) sekaligus aqidah ri’ayah atau aqidah siyasiyah (aqidah politik) yang haq.

Aqidah ini memancarkan sistem (seperangkat aturan yang disebut Syariah Islam) kehidupan yang menyeluruh, mengatur urusan pribadi, manusia dengan Tuhannya (Al-Khaliq/Allah SWT), keluarga, masyarakat maupun negara. Ideologi shahih terpancar dari aqidah yang shahih pula. Sekalipun peradaban Islam pernah runtuh tetapi bukan dikarenakan kesalahan pada ideologi ataupun aqidahnya ini, namun disebabkan karena melemahnya pemahaman Umat Islam atas agamanya, usaha-usaha atau konspirasi jahat yang dilakukan oleh orang-orang kafir imperialis dan orang-orang munafiq yang senantiasa membenci dan sangat memusuhi Islam.

Maka, jelaslah hanya Islam satu-satunya aqidah dan ideologi yang shahih. Islam sebagai aqidah mampu memuaskan akal, menentramkan hati dan sesuai fitrah manusia. Sedangkan sebagai ideologi, Islam mampu menguraikan berbagai macam problematika kehidupan dalam seluruh aspek kehidupan. Islam pun mampu dengan benar dan tepat dalam menjawab tiga pertanyaan mendasar yang merupakan simpul besar ('uqdatul kubra), yaitu:

1. Dari mana kita berasal..?!
2. Untuk apa kita hidup di dunia ini..?!
3. Dan akan ke mana kita setelah kehidupan di dunia ini..?

Jadi, Islam hanya satu-satunya ideologi (mabda') yang shahih di dunia ini, selain Islam adalah salah dan bathil serta fasad (rusak). Karena, memang Islam pada faktanya mempunyai sebuah aqidah aqliyah, yaitu Aqidah Islamiyah, dan mempunyai sistem peraturan hidup (nidzham) yang sangat sempurna (kamil) dan sangat komprehensif (syumuliyah/ syamil) yaitu Syariah Islam, yang mengatur seluruh aspek kehidupan.

Sebab, ideologi (mabda') Islam itu sendiri bersumber dari Allah SWT Tuhan Semesta Alam Yang Maha Sempurna yang telah menciptakan manusia, kehidupan dan alam semesta. Sedangkan, ideologi Kapitalisme-Sekulerisme dan Sosialisme-Komunisme, termasuk pula Pancasila yang dianggap ideologi oleh sebagian orang yang buta definisi ideologi tersebut adalah sangat lemah karena bersumber dari akal pikir makhluq yang bernama manusia yang sangat lemah, dan manusia itu pun tempatnya salah dan lupa serta manusia itu pun terbatas dan fana (tidak kekal).

Dan Islam Itu sendiri pun tinggi dan tidak ada yang dapat menandingi ketinggian Islam, karena Islam bersumber dari Allah Sang Penguasa Jagad Raya Yang Maha Tinggi dan Maha Serba Maha. Allah SWT berfirman: 

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

"Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagimu." (QS. Al-Maidah: 3)

Rasulullah Saw. pun bersabda: 
اْلإِسْلاَمُ يَعْلُوْ وَلاَ يُعْلَى

Islam itu tinggi dan tidak ada yang mengalahkan ketinggiannya.” (HR. Ad-Daruquthni dan al-Baihaqy). [7]


Dengan demikian, tatkala kita menyebutkan istilah “ideologi (mabda') Islam” sesungguhnya kita telah memelihara substansi ataupun hakikat Islam itu sendiri –yaitu Aqidah dan Syariah— tanpa mengurangi atau menambahinya sedikitpun. Aqidah dan Syariah-nya tetap itu-itu juga. Hanya saja, kita meletakkan keduanya dalam kerangka berpikir ideologis dan politis, untuk menghadapi situasi umat saat ini, yang menganggap Islam sebagai “agama thok” dalam pengertian Barat yang sekuler dan liberal.

Jadi, Islam adalah ideologi (mabda') sekaligus sebuah agama samawi yang sangat berbeda jauh dengan seluruh agama-agama yang ada di muka bumi ini baik nasrani, yahudi, majusi, konghucu, hindu dan buddha, dan lain-lain, maupun ideologi manapun baik ideologi kapitalisme sekulerisme demokrasi maupun sosialisme komunisme. Karena, Islam tidak sekedar agama thok belaka, namun Islam juga adalah sebuah ideologi (mabda') sebagaimana penjelasan sebelumnya tersebut sekaligus Islam pun merupakan sistem kehidupan dan sebuah pandangan hidup yang khas serta mampu menjawab atau mampu memberikan solusi tuntas dari setiap persoalan segala problematika hidup yang melanda umat manusia dengan jawaban yang sangat memuaskan akal dan menentramkan hati serta sesuai dengan fitrah manusia itu sendiri.

Sebab, sekali lagi bahwa Islam adalah ideologi (mabda') sekaligus agama yang syamil (komprehensif atau lengkap/sempurna yang mencakup seluruh aspek kehidupan). Islam pun adalah sebuah aqidah ruhiyah (aqidah spritual) yang mengatur aspek keimanan dan ibadah mahdhah (ibadah ritual), sekaligus Islam adalah akidah siyasiyah (aqidah politik) yang mengatur seluruh aspek kehidupan baik perkara aqidah, ibadah, akhlak, pakaian, makanan, minuman, politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, kesehatan, hukum, peradilan, persanksian, pertahanan dan keamanan (hankam).

Karena itulah, sekali lagi ditegaskan bahwa Islam pun sejatinya adalah sebuah mabda' (ideologi) yakni sebuah aqidah aqliyah (aqidah yang rasional) yang daripadanya memancarkan seperangkat sistem peraturan hidup. Adapun asas dari ideologi (mabda') Islam tersebut adalah aqidah tauhid Islam sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.

Karena itulah, definisi syar'i Islam itu sendiri adalah dien (agama/ideologi) yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad Rasulullah Saw. untuk mengatur hubungan manusia dengan al-Khaliq (Allah SWT) atau Sang Maha Pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan (hablun minallah) yaitu mencakup perkara akidah dan ibadah; mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri (hablun minannafsi) yaitu mencakup perkara pakaian, akhlak, makanan dan minuman; dan mengatur hubungan manusia dengan sesamanya (hablun minannaas) yaitu mencakup perkara politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, kesehatan, hukum, peradilan, persanksian, pertahanan dan keamanan.

Oleh sebab itulah, ini sekali lagi membuktikan dan menegaskan bahwasanya Islam itu tinggi dan tidak ada yang bisa menandingi ketinggian Islam yang telah diturunkan oleh Allah SWT Dzat Yang Maha Tinggi lagi Maha Pencipta Alam Semesta, manusia dan kehidupan tersebut.


Islam Itu Tinggi Dan Sempurna

Ketinggian Islam itu sendiri -baik sebagai agama dan ideologi (mabda') sekaligus sistem kehidupan dan pandangan hidup- dapat kita lihat dan dapat kita pahami dari komponen atau unsur pokok utama Islam, di mana Islam sendiri memiliki dua pokok unsur utama, yaitu fikrah dan thariqah:

1. Fikrah adalah pemikiran (gagasan utama/ide/ konsepsi/mafahim/blueprint) mendasar dan menyeluruh, yaitu berupa aqidah dan Syariah. Aqidah adalah pemikiran mendasar dan menyeluruh tentang alam semesta, manusia dan kehidupan serta hubungan ketiganya dengan Dzat sebelum kehidupan dan Dzat sesudah kehidupan.

Aqidah Islam sendiri adalah iman kepada Allah, iman kepada Malaikat-Malaikat-Nya, iman kepada kitab-kitab-Nya, iman kepada Rasul-Rasul-Nya, iman kepada Hari Kiamat, dan iman kepada Qadha dan Qadar baik buruknya dari Allah.

Sedangkan, Syariah adalah seruan Allah SWT (khithabu asy-Syaari') sebagai Sang Pembuat hukum dan Pemilik hukum kepada hamba-hamba-Nya yang berkaitan dengan perbuatan hamba yaitu berisikan perintah dan larangan Allah SWT. Syariah Islam sendiri mengatur perkara akidah, ibadah, pakaian, makanan, minuman dan akhlak serta mengatur perkara politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, kesehatan, hukum, peradilan, persanksian, pertahanan dan keamanan.

Sumber utama Syariah Islam adalah wahyu Allah SWT yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Syariah Islam juga disebut hukum syara', yang terdiri dari lima hukum (ahkamu al-khamsah) yaitu fardhu (wajib), haram, mandub (sunnah), makruh dan mubah (boleh).

2. Thariqah adalah cara baku atau metodologi dalam menerapkan, menjaga dan menyebarluaskan Islam. Adapun metode dalam menerapkan, menjaga dan menyebarluaskan Islam, yaitu dengan melalui individu, kelompok, masyarakat dan negara.

Namun, Islam hanya bisa secara praktis, efektif dan efisien diterapkan secara kaffah (totalitas) dalam segala aspek kehidupan, dijaga secara totalitas dan disebarluaskan ke segala penjuru dunia dengan negara atau institusi politik yang telah dicontohkan, diajarkan, dipraktekkan, dibakukan dan diwariskan oleh Rasulullah Saw. dan para Khulafaur Rasyidin serta para Khalifah setelahnya yaitu Negara Islam (Daulah Islam) atau institusi politik Islam yang bernama Daulah Khilafah Islam.

Khilafah sendiri adalah kepemimpinan umum bagi seluruh umat Islam sedunia lintas suku bangsa dan lintas benua dalam satu negara, satu kepemimpinan, satu sistem, satu hukum dan satu ideologi serta satu bendera yang dipimpin oleh seorang kepala negara yang disebut dengan istilah Khalifah atau Amirul Mukminin.

Karena itulah Daulah Khilafah Islam sendiri fungsi utamanya adalah sebagai pelaksana Syariah, pelanjut kehidupan Islam dengan diterapkannya seluruh hukum syara' (Syariah Islam) dalam segala aspek kehidupan, pemersatu umat dan pengurus umat serta penjaga Islam dan umat Islam sekaligus Khilafah merupakan mahkota kewajiban (taajul furuudh) dan perisai Islam (junnatu al-Islam) serta pedang Allah (saifullah) yang terhunus dan benteng utama Islam yang sangat kokoh.

Karena itulah, hakikatnya Khilafah adalah representasi atau wujud dari ketinggian Islam dan dari Islam kaffah atau penerapan Islam secara kaffah (totalitas) dalam segala aspek kehidupan. Tanpa Khilafah maka Islam tidak akan bisa diterapkan secara kaffah dalam segala aspek kehidupan. Dan tanpa Khilafah banyak kewajiban-kewajiban Syariah yang tidak dapat ditunaikan secara sempurna. Karena itulah, dalam kaidah ushulul fiqh ditegaskan: 

مَالَا يَتِمُّ الوَاجِبَ إِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ

"Tidak sempurna suatu kewajiban tanpa sesuatu, maka sesuatu itu menjadi wajib."


Karena itulah, berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma' Sahabat dan Qiyash Syar'iyyah maka mewujudkan tegaknya kembali Khilafah hukumnya wajib. Bahkan jumhur Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja) bersepakat wajibnya Khilafah.

Dan para Ulama Ahlussunnah pun berkata: "Tidak adanya Khilafah adalah induk kejahatan (ummul jaraaim)."

Artinya dengan pemahaman terbalik (mafhum mukhalafah) dapat kita fahami sebaliknya pula bahwa adanya Khilafah adalah induk kebaikan (ummul akhyar).

Inilah ketinggian Islam dan kesempurnaan Islam sebagai sebuah agama dan ideologi (mabda') sekaligus sistem Ilahi yang sangat paripurna dan sangat komprehensif yang mengatur seluruh aspek kehidupan secara totalitas atau kaffah dan membawa kebaikan dan keberkahan bagi seluruh umat manusia dan alam semesta, sebagaimana yang termaktub dalam QS. Al-Maidah: 03. Allah SWT berfirman: 

الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ ۚ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

"Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu." (QS. Al-Maidah: 03)


Betulkah Pancasila Itu Ideologi?!

Walhasil, dari uraian yang sangat panjang di atas perihal definisi ideologi (mabda') tersebut beserta syarat-syaratnya ataupun komponen-komponen pembentuknya berupa aqidah aqliyyah dan sistem peraturan hidup (nidzham); mengandung fikrah (aqidah dan nidzham/Syariah [hablun minallah: keimanan dan ibadah; hablun minannafsi: makanan, minuman, pakaian, dan akhlaq; dan hablun minannaas/mu'amalah: politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, kesehatan, hukum, peradilan, persanksian, pertahanan dan keamanan/hankam]) dan thariqah (cara baku/metodelogi: menerapkan, menjaga dan menyebarluaskannya)nya.

Tiga ideologi (kapitalisme-sekulerisme, sosialisme- komunisme, dan Islam) yang sedang eksis di dunia saat ini benar-benar merupakan fakta real yang disebut ideologi. Maka, kesimpulannya bahwasanya Pancasila bukanlah sebuah ideologi, namun Pancasila hanyalah sebuah 'set of philasophy' atau seperangkat nilai filosofis belaka.

Wallahu a'lam bish shawab. []


Bersambung...


Catatan Kaki:





5. Syaikh Muhammad Muhammad Ismail dalam bukunya, Al-Fikr al-Islâmi (hal. 9–11), dan Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam bukunya Nidzham al-Islam, hal. 24;

6. Syaikh Taqiyyudin An-Nabhani, 2001, Nizham Al-Islam, hlm. 22-23;

7. HR. Ad-Daruquthni (III/ 181 no. 3564), tahqiq Syaikh ‘Adil Ahmad ‘Abdul Maujud dan Syaikh ‘Ali Mu’awwadh, Darul Ma’rifah, th. 1422 H) dan al-Baihaqy (VI/205) dari Shahabat ‘Aidh bin ‘Amr al-Muzan Radhiyallahu anhu;

Channel Youtube Kopi Nikmat

Channel Youtube Kopi Nikmat
(klik gambar logo)

Fanpage di Facebook

Popular Posts

Search This Blog