Friday, July 24, 2020

Iman Itu Laksana Garam


Oleh: Zakariya al-Bantany


Garam di laut, asam di gunung. Tapi keduanya bertemu di dapur jadi bumbu masakan spesial nan istimewa khas Nusantara.

Masakan ataupun makanan tanpa garam rasanya hambar nian terasa.

Garam adalah bumbu utama menu masakan ataupun makanan. Atau bisa dikatakan garam merupakan inti dari bumbu menu masakan ataupun makanan tersebut. Kandungan yodium di dalam garam sangat dibutuhkan oleh tubuh dan sistem kekebalan tubuh kita.

Garam adalah mineral kristal yang terbuat dari dua unsur, yaitu natrium (Na) dan klorin (Cl). Natrium dan klorin (NaCl) adalah zat yang sangat diperlukan oleh tubuh, karena membantu otak dan saraf untuk mengirimkan impuls listrik.

Garam digunakan untuk berbagai macam tujuan, yang paling umum adalah untuk membumbui setiap menu masakan dan makanan. Tetapi, garam juga bisa digunakan sebagai pengawet makanan, karena bakteri sulit tumbuh di lingkungan yang kaya garam.

Dan juga garam pun sangat baik untuk kesehatan tubuh kita dan untuk metabolisme tubuh kita. Garam pun sering pula digunakan untuk berbagai macam terapi pengobatan.

Garam itu pun tak ubahnya seperti iman di dalam dada. Apalah artinya hidup ini tanpa ada iman di dalam dada. Bila tanpa iman di dada maka terasa hambarlah hidup ini kian rasanya.

Maka, hidup tanpa iman hanya akan kian membuat makin meranalah hidup ini jiwa dan raga, laksana masakan ataupun makanan tanpa garam.

Allah SWT berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

"Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS. An-Nahl: 97)

Allah SWT berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ (6) إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ (7) جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ (8)

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.
Balasan mereka di sisi Rabb mereka ialah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Rabbnya.” (QS. Al-Bayyinah: 6-8)

Iman itu sendiri adalah pembenaran yang pasti sesuai dengan fakta berdasarkan dalil (at-tashdîq al-jâzim muthâbiq li al-wâqi’ ‘an dalîl). Dan pembenaran yang pasti (at-tashdîq al-jâzim) berarti keyakinan yang pasti yang tidak mengandung rayb (keraguan) dan tidak dimasuki syakk (kebimbangan).

Ini adalah makna iman itu sendiri secara bahasa yakni pembenaran yang pasti (at-tashdîq al-jâzim). Sesuai dengan fakta artinya bahwa fakta-fakta yang terindera membenarkannya dan tidak menentangnya.

Dan hingga pembenaran yang pasti itu sesuai fakta maka harus berangkat dari dalil yang dipastikan kebenarannya baik apakah dalil ini berupa dalil aqli (rasional) yakni hasil pembahasan rasional (aqliy) pada fakta-fakta yang terindera seperti pembahasan pada makhluk-makhluk yang terindera untuk berargumentasi bahwa Allah SWT adalah Penciptanya.

Atau dengan membahas Kalamullah yang telah diturunkan (Al-Qur’an Al-Karim) untuk berargumentasi bahwa Al-Qur’an itu adalah Kalamullah SWT dan bukan ucapan manusia.

Dan berikutnya berargumentasi bahwa Nabi Muhammad Saw. yang datang membawa Kalamullah itu adalah Rasul dari sisi Allah SWT.

Atau dalil itu berupa dalil naqli yakni melalui penukilan yang dipastikan berasal dari Allah SWT di dalam kitab-Nya yang mulia atau berasal dari Rasul-Nya Saw. dalam haditsnya yang mutawatir berasal dari beliau Saw.

Hal itu seperti iman terhadap hal-hal ghaib, para Malaikat, kitab-kitab yang diturunkan sebelum Al-Qur’an, Nabi-Nabi terdahulu, Hari Akhir dan Qadha wal Qadar baik dan buruknya. Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا

"Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, dan Hari Kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya." (QS. An-Nisa’ [4]: 136)

Allah SWT pun berfiman:

وَمَن يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Barangsiapa yang kafir sesudah beriman maka hapuslah amalannya dan ia di Hari Kiamat termasuk orang-orang merugi.” (QS. Al-Maidah: 5)

Dan Rasulullah Saw. bersabda dalam hadits Muslim dari Abdullah bin Umar, ia berkata: bapakku Umar ibn al-Khaththab telah menceritakan hadits kepadaku, ia berkata: sementara kami bersama Rasulullah Saw. pada suatu hari, ketika datang seorang laki-laki yang sangat putih pakaiannya, hitam legam rambutnya … dan laki-laki itu berkata:

يَا مُحَمَّدُ… فَأَخْبِرْنِي عَنِ الْإِيمَانِ، قَالَ: «أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ، وَمَلَائِكَتِهِ، وَكُتُبِهِ، وَرُسُلِهِ، وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ»… ثُمَّ قَالَ لِي: «يَا عُمَرُ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلُ؟» قُلْتُ: اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: «فَإِنَّهُ جِبْرِيلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِينَكُمْ»

"Ya Muhammad… beritahu aku tentang iman. Rasul menjawab: “Engkau beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, Hari Akhir dan engkau beriman kepada Al-Qadar baik dan buruknya … Kemudian Rasulullah Saw. bersabda kepadaku: “Ya Umar tahukah kamu siapa orang yang bertanya tadi?” Aku katakan: “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Beliau bersabda: “Sesungguhnya dia adalah Jibril datang kepada kalian mengajarkan kepada kalian agama kalian”." (HR. Muslim)


Inilah iman, dan dengan makna ini, iman itu lawan dari kufur. Selain orang Mukmin adalah orang kafir (orang yang tidak beriman) secara pasti dan tidak ada setengah Mukmin setengah kafir.

Allah SWT berfirman tentang kontradiksi iman dengan kufur:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَحْيِي أَنْ يَضْرِبَ مَثَلًا مَا بَعُوضَةً فَمَا فَوْقَهَا فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا فَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَأَمَّا الَّذِينَ كَفَرُوا فَيَقُولُونَ مَاذَا أَرَادَ اللَّهُ بِهَذَا مَثَلًا

"Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: “Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?”." (QS. Al-Baqarah [2]: 26)

Allah SWT pun berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الْكُفْرَ بِالْإِيمَانِ لَنْ يَضُرُّوا اللَّهَ شَيْئًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

"Sesungguhnya orang-orang yang menukar iman dengan kekafiran, sekali-kali mereka tidak dapat memberi mudharat kepada Allah sedikitpun; dan bagi mereka azab yang pedih." (QS. Ali Imran [3]: 177)

Allah SWT juga berfirman:

وَلَكِنِ اخْتَلَفُوا فَمِنْهُمْ مَنْ آمَنَ وَمِنْهُمْ مَنْ كَفَرَ

"Akan tetapi mereka berselisih, maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) di antara mereka yang kafir." (QS. Al-Baqarah [2]: 253)


Dan masih banyak lagi ayat-ayat Al-Qur’an lainnya yang menjelaskan perihal tentang berlawanannya iman dan kufur. Jadi, iman itu lawan kufur dan kufur lawan iman, serta Mukmin/Muslim (orang beriman) lawannya kafir (orang yang tidak beriman), dan kafir lawannya Mukmin/Muslim.

Dan iman tersebut dengan makna yang telah kami sebutkan yaitu pembenaran yang pasti sesuai dengan fakta dan berdasarkan dalil, makna ini tidak bertambah dan tidak berkurang sebab ia merupakan pembenaran yang pasti.

Dan jazmu (pasti) itu tidak terjadi kecuali penuh (100%). Jadi tidak ada iman dengan kadar 90% kemudian bertambah menjadi 95% atau 100%. Juga tidak ada iman 100% kemudian berkurang menjadi 95% atau 90%.

Sebab kekurangan itu berarti tidak pasti (‘adamu jazmi), yakni syakk (bimbang) dan rayb (ragu) dan ketika itu tidak menjadi iman akan tetapi kufur.

Bertambah dan berkurang menurut bahasa termasuk lafaz musytarak. Ia bermakna pertambahan yang bersifat batasan marjinal yakni dalam hal luas dan ukuran, dan juga bermakna kekuatan dan kelemahan.

Dan qarinah-lah yang menentukan makna yang dimaksudkan di antara kedua makna itu. Jika pertambahan dan pengurangan itu dikaitkan dengan iman maka dalalah-nya (konotasinya) adalah dari sisi kekuatan dan kelemahan, sebab pembenaran yang pasti (at-tashdîq al-jâzim) tidak boleh disertai pertambahan marjinal atau pengurangan marjinal.

Atas dasar itulah ayat-ayat berikut dipahami:

الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ

"(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”." (QS. Ali Imran [3]: 173)

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal." (QS al-Anfal [8]: 2)

وَلَمَّا رَأَى الْمُؤْمِنُونَ الْأَحْزَابَ قَالُوا هَذَا مَا وَعَدَنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَصَدَقَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَمَا زَادَهُمْ إِلَّا إِيمَانًا وَتَسْلِيمًا

"Dan tatkala orang-orang Mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata: “Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita”. Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan." (QS. Al-Ahzab [33]: 22)


Yakni bahwa orang-orang yang beriman itu keimanan mereka kuat dan kokoh disebabkan perkara-perkara yang dijelaskan oleh Allah SWT di dalam ayat-ayat tersebut.

Artinya bahwa iman meningkat dan berkurang dengan ketaatan dan kedisiplinan terhadap hukum-hukum syara’ dan rasa takut kepada Allah dan jihad di jalan-Nya.

Semua itu sebab, iman dengan makna yang telah dijelaskan tersebut yaitu pembenaran yang pasti sesuai dengan fakta dan berdasarkan dalil, tidak benar disertai pertambahan atau pengurangan dengan makna yang marjinal (batas). Jika tidak, niscaya menjadi tidak pasti dan berubah menjadi syakk dan rayb dan menjadi kekufuran.

Penting disebutkan bahwa iman ketika disebutkan tanpa disertai qarinah maka konotasinya adalah makna yang telah disebutkan itu. Dan jika dinyatakan bukan dengan makna ini maka qarinah lah yang menjelaskannya. Misalnya:

وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ

"Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia." (QS. Al-Baqarah [2]: 143)

Artinya adalah “shalat kalian” sebab kaum Muslimin pasca dialihkannya kiblat diturunkan ayat berikut:

وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ

"Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia." (QS. Al-Baqarah [2]: 143)

Ayat tersebut untuk menenteramkan kaum Muslimin bahwa shalat mereka terdahulu ke arah kiblat yang pertama diterima dan untuk mereka pahala mereka.

Misal yang lain hadits Rasulullah Saw. yang dikeluarkan oleh An-Nasai dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ شُعْبَةً، أَفْضَلُهَا لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَوْضَعُهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ

"Iman itu tujuh puluh lebih cabang, yang paling afdhal lâ ilaha illa Allâh, dan yang paling rendah menyingkirkan duri dari jalan." (HR. An-Nasa'i)

Sudah diketahui bersama bahwa tidak menyingkirkan duri dari jalan tidak membuat orang menjadi kafir. Oleh karena itu, iman yang dimaksud di sini adalah bermakna ketaatan kepada Allah secara umum.

Oleh sebab itulah, Rasulullah Saw. bersabda:

اْلاِيْمَانُ مَعْرِفَةٍ بِاْلَقلْبِ وَ قَوْلٌ بِلِّلسَانِ وَعَمَلٌ بِاْلَاْركَانِ

Iman itu dipahami (diyakini) dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan perbuatan." (HR. Ibnu Majah)

Jadi, iman itu ada bukti nyata real dalam kehidupan, tidak hanya 100% diyakini di dalam hati. Namun, juga ada bukti nyata diaplikasikan 100% pula diucapkan dengan perkataan dan dibuktikan pula 100 % dengan aplikasi perbuatan sehari-hari, yaitu ketaatan totalitas kepada Allah dan Rasul-Nya alias bertaqwa sebenar-benarnya taqwa.

Taqwa adalah bukti keimanan seorang hamba kepada Allah SWT. Taqwa itu sendiri adalah menjalankan segala perintah Allah SWT dan meninggalkan seluruh larangan Allah SWT. Dengan kata lain taqwa adalah terikat hukum-hukum Allah SWT (Syariah Islam) secara totalitas dalam segala aspek kehidupan.

Yaitu mengadopsi dan menerapkan Islam secara totalitas (kaffah) dalam segala aspek kehidupan baik dari urusan kamar mandi, urusan sumur, urusan dapur dan urusan kasur hingga urusan warga, jalan, pasar, sekolah dan kantor hingga urusan negara.

Dengan kata lain berIslam secara kaffah itu dari bab akidah, bab ibadah, bab akhlaq hingga bab mu'amalah khususnya hingga bab Khilafah sebagai bukti iman dan taqwa kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.

Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah: 208)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam." (QS. Ali Imran: 102)

Jadi, wujud iman itu adalah taqwa dan taqwa itu bukti iman. Dan bukti taqwa itu adalah berIslam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan. BerIslam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan pun bukti iman itu sendiri. Karena iman adalah inti kehidupan, inti taqwa dan inti Islam. Atau iman itu merupakan asas kehidupan, asas taqwa, dan asas Islam itu sendiri. Laksana garam yang merupakan inti bumbu setiap menu masakan ataupun makanan.

Dengan iman bikin hidup makin lebih hidup, makin bikin taqwa makin lebih taqwa, dan bikin Islam makin lebih Islam. Laksana garam tersebut, dengan garam bikin menu masakan ataupun makanan makin lebih enak, lebih gurih, lebih lezat dan lebih terasa nikmat tak terkira.

Sehingga dengan iman tersebut beserta taqwa tersebut akan membuat hidup semakin bahagia dan penuh berkah dunia hingga Akhirat. Namun, sebaliknya tanpa iman beserta taqwanya tersebut hanya akan mendatangkan murka dan azab Allah baik di dunia maupun di Akhirat.

Allah SWT berfiman:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (QS. Al-A'raf: 96)

Wallahu a'lam bish shawab. []


#SyariahKhilafahBuktiImanDanTaqwa
#2020ReturnTheKhilafah
#2020AbadKhilafah

Channel Youtube Kopi Nikmat

Channel Youtube Kopi Nikmat
(klik gambar logo)

Fanpage di Facebook

Popular Posts

Search This Blog