Oleh: Zakariya al-Bantany
Saat ini kita telah berada di puncaknya
tahun politik yaitu tahun 2019 yang akan digelar pemilu serentak baik pileg
maupun pilpres pada tanggal 17 April 2019 mendatang.
Baik di dunia nyata maupun di dunia maya
atau di dunia media sosial pertarungan politik dan intelektual pun begitu
terasa sangat dahsyatnya antara kubu petahana yang sangat berhasratnya
pertahankan kekuasaannya hingga 2 periode dan kubu oposisi yang sangat
menginginkan perubahan rezim yang baru dan kehidupan yang lebih baik dalam
berbangsa dan bernegara.
Debat capres perdana pun sudah digelar
oleh KPU pusat pada 17 Januari 2019 yang lalu hingga semakin menambah kian
panasnya suhu politik nasional dan kian menaikkan tingginya tensi konstelasi
politik nasional. Tak puas hasil debat capres yang pertama, kedua kubu pun
melakukan manuver politik dan serangan politik untuk melemahkan lawan
politiknya masing-masing dengan adu data, serta adu konsep perubahan
sampai-sampai kubu petahana sangat takut dengan hashtag
#2019GantiPresiden yang diviralkan oleh kubu oposisi yang disambut gegap
gempita oleh rakyat yang sangat menginginkan perubahan hingga kubu petahana
sangat ketakutan setengah mati.
Sampai-sampai saking paniknya kubu
petahana terhadap elektabilitasnya yang semakin nyungsep dan jatuhnya
kredibilitas, wibawa dan kharisma sang petahana di mata rakyatnya akibat
kedustaan dan kedzalimannya kepada rakyatnya melalui kebijakan-kebijakannya
yang sangat mendzalimi rakyat. Serta terbongkarnya kebobrokan dan kegagalan
rezim petahana dalam mengurus dan mengelola negara dan rakyatnya membuat sang
rezim petahana keluarkan jurus mabok di mana tatkala kubu petahana kehabisan
argumentasi dan kalah data dengan kubu oposisi maka secepat kilat kubu petahana
langsung melabeli kubu oposisi menebar hoax, menebar fitnah dan menebar
kebencian, serta menebar perpecahan bangsa.
Hingga akhirnya pun kian membuat kubu
petahana sering melakukan blunder politik yang kian menggerus elektabilitasnya
hingga kubu petahana pun semakin panik dengan menggunakan alat kekuasaannya
untuk membungkam lawan politiknya dengan ancaman UU ITE dan belenggu penjara
hingga persekusi dan kriminalisasi hingga kubu petahana pun menyerang membabi
buta kepada lawan politiknya dengan melontarkan tudingan bahwa kubu oposisi
menggunakan "propaganda Rusia" untuk menjatuhkan dirinya. Namun,
justru itu menjadi blunder terparah dan boomerang buat kubu
petahana itu sendiri hingga negara Rusia lewat kedubesnya pun protes keras dan
marah kepada kubu petahana yang membawa-bawa Rusia dalam pusaran pilpres 2019
tersebut dan sangat mungkin pula AS ikutan marah atas kelakuan sang petahana
tersebut.
Dan akhirnya pun semakin menguatkan tekad
baja rakyat menginginkan perubahan dengan berupaya keras menggantinya dengan
presiden yang baru yang sangat mereka harapkan mampu membawa perubahan yang
lebih baik bagi kehidupan mereka melalui pesta demokrasi pilpres 2019 pada 17
April mendatang.
Maka, berujunglah semakin ramai dan
viralnya hashtag #2019GantiPresiden baik di media sosial maupun di dunia nyata
yang menjadi bukti betapa rakyat sangat menginginkan perubahan yang lebih baik,
dan rakyat pun sudah bosan dan muak dengan rezim petahana yang sudah
mengingkari 60 lebih janji politiknya saat kampanye pilpres 2014 yang lalu,
serta sudah sangat menyusahkan rakyat melalui kebijakan-kebijakan dzalim sang
petahana yang sangat liberal dan sangat pro kapitalis asing dan aseng, serta
hanya membahayakan ketahanan negeri belaka.
Lantas, yang menjadi pertanyaannya,
apakah sebuah solusi real jika sekedar ganti presiden atau ganti rezim untuk
mewujudkan perubahan hakiki yang lebih baik bagi Indonesia yang sejahtera dan
berkeadilan di masa depan..?!
Bukankah kita sangat berpengalaman dalam
sejarah sudah berkali-kali ganti presiden atau ganti rezim sejak orde lama (era
presiden Soekarno), orde baru (era presiden Soeharto) hingga orde reformasi
(era presiden BJ Habibie, Gusdur, Megawati, SBY hingga Jokowi sekarang)..?!
Apakah dengan pergantian rezim atau
presiden berkali-berkali belaka tersebut kian membuat Indonesia semakin
lebih baik, sejahtera, adil dan makmur..?! Faktanya tidak, justru sebaliknya
Indonesia semakin lebih buruk, terpuruk, terjajah, miskin, tidak berkeadilan,
tidak sejahtera, tidak aman dan di ambang kehancurannya.
Buktinya Timor Leste beserta Sipadan dan
Ligitan lepas dari Indonesia, utang negara tembus lebih dari 5000 triliyun,
pemerintah defisit APBN, rakyat dipalak melulu di semua lini kehidupannya atas
nama pajak dan BPJS, BBM mahal dan naik terus, listrik mahal, biaya berobat
mahal, biaya sekolah mahal, biaya pajak STNK dan BPKB mahal, daging mahal, cabe
mahal, sembako mahal dan naik terus sebaliknya yang turun hanya harga diri, dan
yang tidak naik-naik hanyalah gaji rakyat dan pendapatan rakyat saja.
Buktinya juga Indonesia dibanjiri ribuan
hingga jutaan lebih tenaga kerja asing dari Cina baik legal maupun ilegal.
Indonesia juga dibanjiri berton-ton narkoba. Indonesia pun dibanjiri oleh:
LGBT, kumpul kebo, pornografi-pornoaksi, serta garam impor, beras impor, dan
ribuan lebih cacing sarden mackarel kaleng impor.
Buktinya juga Indonesia makin subur dan
mengguritanya kemiskinan, kriminalitas dan pelacuran; korupsi dari kelas ikan
teri, kelas ikan kakap hingga kelas ikan paus; privatisasi aset-aset vital dan
penting negara; 2/3 wilayah Indonesia dikuasai asing dan aseng; dan lebih dari
80% SDA dan Migas kita dikuasai asing dan aseng.
Buktinya juga hukum di Indonesia makin
tumpul ke atas dan hanya tajam ke bawah, yang berujung hukum makin tumpul ke
kafir dan hanya tajam ke Islam; ajaran Islam dan Ulama pun dikriminalisasi;
sebaliknya para penista agama (penista Islam) dilindungi oleh penguasa; bahkan
gerakan separatisme seperti OPM di Papua, RMS di Maluku, Minahasa Merdeka dibiarkan
dan cenderung dilindungi oleh penguasa, dan lain-lain.
Itu semua biangnya gara-gara sistem kufur
warisan penjajah yang bernama demokrasi kapitalisme sekulerisme yang diadopsi
dan diterapkan di Indonesia selama puluhan tahun hingga kini. Masihkah percaya demokrasi,
kapitalisme, sekulerisme tersebut?! Mikir..?!
Allah SWT berfirman:
أَفَحُكْمَ
الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ
ۚ
وَمَنْ أَحْسَنُ
مِنَ اللَّهِ حُكْمًا
لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
"Apakah hukum Jahiliyah yang mereka
kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi
orang-orang yang yakin?" (QS. Al-Maidah: 50)
Karena itulah, rasanya tidak layak kita
sebagai seorang Muslim ataupun Mukmin terjatuh ke dalam lubang yang sama
berkali-kali. Keledai saja tidak akan jatuh ke dalam lubang yang sama untuk
berkali-kalinya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
Nabi Saw. bersabda:
لاَ يُلْدَغُ
الْمُؤْمِنُ مِنْ
جُحْرٍ وَاحِدٍ
مَرَّتَيْنِ
“Tidak selayaknya seorang mukmin dipatuk
ular (terperosok/jatuh) dari lubang (ke dalam lubang) yang sama sebanyak dua
kali.” (HR. Bukhari no. 6133 dan Muslim no. 2998)
Imam Nawawi menyatakan bahwa Al-Qadhi
Iyadh berkata, cara baca “yuldagu” ada dua cara:
Pertama: Yuldagu dengan ghain-nya di-dhammah.
Kalimatnya menjadi kalimat berita. Maksudnya, seorang mukmin itu terpuji ketika
ia cerdas, mantap dalam pekerjaannya, tidak lalai dalam urusannya, juga tidak
terjatuh di lain waktu di lubang yang sama. Ada juga ulama yang berpendapat
bahwa ia tergelincir dalam urusan agama (akhirat).
Kedua: Yuldagi dengan ghain-nya
di-kasrah. Kalimatnya menjadi kalimat larangan. Maksudnya, janganlah
sampai lalai dalam suatu perkara. (Syarh Shahih Muslim, 12: 104)
Ibnu Hajar berkata, “Seorang muslim harus
terus waspada, jangan sampai lalai, baik dalam urusan agama maupun urusan
dunianya.” (Fath Al-Bari, 10: 530)
Kesimpulannya, Muslim yang cerdas ataupun
Mukmin yang cerdas tak mungkin berbuat dosa yang sama dua kali dan tidak akan
membiarkan dirinya jatuh terperosok ke dalam lubang yang sama untuk kedua
kalinya. Ketika ia sudah berbuat kesalahan, ia terus hati-hati jangan digigit
lagi di lubang yang sama dan jangan lagi jatuh ke dalam lubang yang sama untuk
kesekian kalinya.
Oleh sebab itulah, sudah terbukti secara
historis dan empiris berkali-kali jalan demokrasi itu dibuat oleh penjajah
kafir untuk menjebak, melemahkan dan menghancurkan umat Islam dan Islam, serta
untuk mematikan kebangkitan Islam, dan juga untuk kian mengokohkan hegemoni
penjajahan kapitalisme global kafir penjajah yang terlaknat tersebut di
negeri-negeri Islam khususnya di Indonesia. Mengapa kita masih tetap
menjatuhkan diri terjun bebas ke dalam lubang kubangan lumpur hitam jalan
demokrasi yang sesat dan kufur tersebut. Mikir..?!
Jadi, jika sekedar ganti presiden atau
ganti rezim belaka tanpa ganti sistem maka itu ibarat kita punya ladang yang
ditumbuhi banyak rerumputan. Apabila kita hanya membersihkan rerumputan
tersebut dari ladang kita dengan cara memangkas rerumputan tersebut maka
rerumputan tersebut niscaya tetap akan tumbuh lagi bahkan akan semakin tumbuh
subur dan semakin banyaknya, akhirnya ladang kita pun tetap tidak bisa ditanami
tanaman buah yang baik, sehat dan bermanfaat.
Namun, sebaliknya apabila kita ganti
rezim sekaligus ganti sistem maka itu ibaratnya kita punya ladang yang ditumbuhi
rerumputan dan kita pun membersihkan rerumputan tersebut dari ladang kita
dengan cara mencabut rerumputan tersebut sampai ke akar-akarnya dan membajak
tanahnya hingga gembur, serta tidak akan membiarkan satupun akar rerumputan
tersebut tertinggal di ladang kita. Maka rerumputan tersebut niscaya tidak akan
tumbuh lagi. Dan akhirnya ladang kita pun bisa ditanami tanaman buah yang baik,
sehat dan bermanfaat seperti padi, jagung, gandum, pisang, sayur-sayuran, dan
lain-lain.
Karena itu, solusi real dan finalnya atas
segala problematika yang tengah mendera dan melanda Indonesia hanyalah #2019
GantiRezimGantiSistem Hanya Dengan Syariah dan Khilafah_untuk Indonesia yang lebih baik, sejahtera,
berkeadilan penuh rahmah dan penuh berkah. Mau..?!
Wallahu a'lam bish shawab. []
#JgnPilihPembohongRakyat
#GakMauKetipuLagi
#SiapaBilangRezimProRakyat
#PikirLagiPilihPembohong
#JualanJanjiBohongiRakyat
#HaramPilihPemimpinIngkarJanji
#HaramPilihPemimpinAntekAsingAseng
#2019GantiRezimGantiSistem
#2019TumbangkanDemokrasi
#2019TegakkanKhilafah
#ReturnTheKhilafah
#KhilafahAjaranIslam
#KhilafahAdalahSolusi