Oleh: Zakariya al-Bantany
Islam adalah sebuah agama samawi yang sangat berbeda
jauh dengan seluruh agama-agama yang ada di muka bumi ini baik nasrani, yahudi,
majusi, konghucu, hindu dan buddha maupun ideologi manapun baik ideologi
kapitalisme-sekulerisme-demokrasi maupun sosialisme-komunisme. Karena Islam
tidak sekedar agama belaka, namun Islam juga adalah sebuah ideologi (mabda')
sekaligus sistem kehidupan dan sebuah pandangan hidup yang khas serta mampu
menjawab atau mampu memberikan solusi tuntas dari setiap persoalan hidup yang
melanda umat manusia dengan jawaban yang sangat memuaskan akal dan menentramkan
hati serta sesuai dengan fitrah manusia.
Sebab, Islam adalah agama yang syamil (komprehensif
atau lengkap/sempurna yang mencakup seluruh aspek kehidupan). Islam pun adalah
sebuah akidah ruhiyah (akidah spritual) yang mengatur aspek keimanan dan ibadah
mahdhah (ibadah ritual), sekaligus Islam adalah akidah siyasiyah (akidah politik) yang mengatur seluruh aspek
kehidupan baik perkara akidah, ibadah, akhlak, pakaian, makanan, minuman,
politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, kesehatan, hukum, peradilan,
persanksian, pertahanan dan keamanan.
Karena itulah, Islam pun sejatinya adalah sebuah
mabda' (ideologi) yakni sebuah akidah aqliyah (akidah yang rasional) yang
daripadanya memancarkan atau melahirkan seperangkat sistem peraturan hidup.
Adapun asas dari ideologi (mabda') Islam tersebut adalah akidah tauhid Islam.
Karena itulah, Islam adalah agama (dien) yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad Rasulullah ﷺ untuk
mengatur hubungan manusia dengan al-Khaliq (Allah SWT) atau Sang Maha Pencipta
alam semesta, manusia dan kehidupan (hablun minallah) yaitu
mencakup perkara akidah dan ibadah; mengatur hubungan manusia dengan dirinya
sendiri (hablun
minannafsi) yaitu mencakup perkara
pakaian, akhlak, makanan dan minuman; dan mengatur hubungan manusia dengan
sesamanya (hablun
minannaas) yaitu mencakup perkara
politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, kesehatan, hukum, peradilan,
persanksian, pertahanan dan keamanan.
Islam memiliki dua pokok unsur, yaitu fikrah dan thariqah:
1. Fikrah adalah pemikiran (gagasan
utama/ide/konsepsi) mendasar dan menyeluruh, yaitu berupa akidah dan Syariah.
Akidah adalah pemikiran mendasar dan menyeluruh tentang alam semesta, manusia
dan kehidupan serta hubungan ketiganya dengan Dzat sebelum kehidupan dan Dzat
sesudah kehidupan.
Akidah Islam sendiri adalah iman kepada Allah, iman
kepada Malaikat-Malaikat-Nya, iman kepada kitab-kitab-Nya, iman kepada
Rasul-Rasul-Nya, iman kepada Hari Kiamat, dan iman kepada Qadha dan Qadar
baik-buruknya dari Allah.
Sedangkan, Syariah adalah seruan Allah SWT (khithabu asy-Syaari') sebagai Sang Pembuat hukum dan Pemilik hukum kepada
hamba-hamba-Nya yang berkaitan dengan perbuatan hamba yaitu berisikan perintah
dan larangan Allah SWT. Syariah Islam sendiri mengatur perkara akidah, ibadah,
pakaian, makanan, minuman dan akhlak serta mengatur perkara politik, ekonomi,
sosial, budaya, pendidikan, kesehatan, hukum, peradilan, persanksian,
pertahanan dan keamanan.
Sumber utama Syariah Islam adalah wahyu Allah SWT
yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Syariah Islam juga disebut dengan istilah hukum
syara', yang terdiri dari lima hukum (ahkamu al-khamsah)
yaitu fardhu (wajib), haram, mandub (sunnah), makruh dan mubah (boleh).
2. Thariqah adalah cara baku atau
metodologi dalam menerapkan, menjaga dan menyebarluaskan Islam. Adapun metode
dalam menerapkan, menjaga dan menyebarluaskan Islam, yaitu dengan melalui
individu, kelompok, masyarakat dan negara.
Islam hanya bisa secara praktis, efektif dan efisien
dapat diterapkan secara kaffah (totalitas) dalam segala aspek kehidupan, dijaga
secara totalitas dan disebarluaskan ke segala penjuru dunia hanya dengan negara
atau institusi politik yang telah dicontohkan, diajarkan, dipraktekkan,
dibakukan dan diwariskan oleh Rasulullah ﷺ dan para Khulafaur Rasyidin serta
para Khalifah setelahnya yaitu Negara Islam (Daulah Islam) atau institusi
politik Islam yang bernama Daulah Khilafah Islam.
Khilafah sendiri adalah kepemimpinan umum bagi seluruh
umat Islam sedunia lintas suku bangsa dan lintas benua dalam satu negara, satu
kepemimpinan, satu sistem, satu hukum dan satu ideologi serta satu bendera yang
dipimpin oleh seorang kepala negara yang disebut dengan istilah Khalifah atau
Amirul Mukminin.
Karena itulah Daulah Khilafah Islam sendiri fungsi
utamanya adalah sebagai pelaksana Syariah, pelanjut kehidupan Islam dengan
diterapkannya seluruh hukum syara' (Syariah Islam) dalam segala aspek
kehidupan, pemersatu umat dan pengurus umat serta penjaga Islam dan umat Islam
sekaligus Khilafah merupakan mahkota kewajiban (taajul furuudh)
dan perisai Islam (junnatu
al-Islam) serta pedang Allah (saifullah) yang terhunus dan benteng utama Islam yang sangat
kokoh.
Karena itulah, hakikatnya Khilafah adalah representasi
atau wujud dari Islam kaffah atau penerapan Islam secara kaffah (totalitas)
dalam segala aspek kehidupan. Tanpa Khilafah maka Islam tidak akan bisa
diterapkan secara kaffah dalam segala aspek kehidupan. Dan tanpa Khilafah
banyak kewajiban Syariah yang tidak dapat ditunaikan secara sempurna. Karena
itulah, dalam kaidah ushulul
fiqh ditegaskan:
مَالَا يَتِمُّ الوَاجِبَ إِلاَّ بِهِ فَهُوَ
وَاجِبٌ
"Tidak sempurna suatu kewajiban tanpa sesuatu,
maka sesuatu itu menjadi wajib."
Karena itulah, berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma'
Sahabat dan Qiyash Syar'iyyah maka mewujudkan tegaknya kembali Khilafah
hukumnya wajib. Bahkan jumhur Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja) bersepakat
wajibnya Khilafah.
Dan para Ulama Ahlussunnah pun berkata: "Tidak
adanya Khilafah adalah induk kejahatan (ummul jaraaim)."
Artinya dengan pemahaman terbalik (mafhum mukhalafah) dapat kita fahami sebaliknya pula bahwa adanya
Khilafah adalah induk kebaikan (ummul akhyar).
Inilah kesempurnaan Islam sebagai sebuah sistem Ilahi
yang paripurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan secara totalitas atau
kaffah dan membawa kebaikan dan keberkahan bagi seluruh umat manusia dan alam
semesta. Allah SWT berfirman:
ۗ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ
كَفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ ۚ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ
دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ
دِينًا ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ
فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ ۙ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa
untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan
takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan
telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu." (QS. Al-Maidah: 03)
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً
لِلْعَالَمِينَ
"Tidaklah Kami mengutusmu, melainkan untuk
menjadi rahmat bagi semesta alam." (QS. Al-Anbiyâ’: 107)
Karena itulah, sebagai wujud dari keimanan dan
ketakwaan kepada Allah SWT, maka wajib hukumnya bagi seorang Muslim untuk masuk
Islam secara kaffah baik mempelajarinya secara kaffah dan mengamalkannya pun
dalam segala aspek kehidupan haruslah secara kaffah serta menegakkannya pun
dalam segala aspek kehidupan haruslah pula secara kaffah baik di dalam
kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat hingga khususnya dalam kehidupan
bernegara. Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي
السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ
مُبِينٌ
"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke
dalam Islam secara kaffah (keseluruhan), dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata
bagimu." (QS. Al-Baqarah: 208)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah
menjelaskan ayat tersebut:
“Allah SWT berfirman memerintahkan hamba-hamba-Nya
yang beriman untuk membenarkan Rasul-Nya; mengambil seluruh ikatan (akidah
Islam) dan Syariah Islam, mengamalkan seluruh perintah-Nya dan meninggalkan
seluruh larangan-Nya sesuai kemampuan (dengan segenap kemampuan)." [Ibnu
Katsir, Tafsir Al-Quran
Al-'Adzhim]
Al-’Alim asy-Syaikh ’Atha bin Khalil pun menuturkan:
فـ (السِّلْمِ) هنا الإسلام كما فسره اب
ن عباس -رضي الله عنه- والمقصود من الإسلام كله أي
الإيمان به كله دون استثناء والعمل بشرعه دون غيره
“Maka kata as-silm dalam ayat ini
adalah al-Islam, sebagaimana ditafsirkan oleh Ibn ‘Abbas radhiyallahu 'anhu dan maksudnya adalah keseluruhan ajaran Al-Islam
yakni beriman terhadapnya tanpa pengecualian dan mengamalkan seluruh
syari’atnya tanpa yang lainnya.” [Lihat: At-Taysîr fî Ushûl At-Tafsîr (Sûrah
Al-Baqarah), Syaikh ‘Atha’ bin Khalil Abu
Rusythah, Beirut: Dar al-Ummah. Cet. II: 1427 H/ 2006]
Yakni berakidah dengan akidah islamiyyah secara
sempurna tanpa terkecuali dan mengamalkan Syari’at Islam tanpa Syari’at
lainnya. Maka ayat ini jelas menolak konsep sekularisme yang memisahkan atau
mengenyampingkan peran agama dalam mengatur kehidupan, sebagaimana
didefinisikan al-‘Allamah Taqiyuddin an-Nabhani ketika beliau mengkritik
pemahaman sesat ini, sekularisme (al-‘ilmaaniyyah) yakni:
فصل الدين عن الحياة
“Pemisahan agama dari kehidupan. [Lihat: al-‘Allamah
asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Nidzhaam Al-Islaam]
Berkaitan dengan ayat ini dan satu ayat setelahnya,
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah
mengatakan:
“Ini merupakan titah dari Allah SWT kepada orang-orang
yang beriman agar mereka masuk ke dalam Islam secara keseluruhan, yaitu dalam
seluruh syariat agama dan tidak meninggalkan darinya sedikitpun, dan agar tidak
menjadi orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya; jika perkara yang
disyariatkan itu sesuai dengan hawa nafsu dikerjakannya, namun jika
bertentangan ia akan meninggalkannya. Akan tetapi yang menjadi kewajiban adalah
hawa nafsu itu haruslah mengikuti agama. Dan agar ia mengerjakan setiap yang ia
mampu berupa perbuatan-perbuatan baik dan yang belum mampu ia (tetap)
memandangnya wajib dan berniat (mengerjakan)nya sehingga niatnya itu dapat
menggapainya.
Oleh karena masuk ke dalam Islam secara keseluruhan
tidak akan mungkin dan tergambar kecuali dengan menyelisihi langkah-langkah
setan, Allah berfirman: ‘…Dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaitan’, yaitu dalam bermaksiat kepada Allah. Sesungguhnya dia (syaitan) adalah
musuh yang nyata bagi kalian’, dan musuh
yang nyata tidak akan memerintahkan kecuali dengan keburukan, kekejian, dan
yang membahayakan kalian.” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hlm.
78)
Oleh karena itu, kata Syaikh Abu Bakar Jabir
Al-Jazairi hafidzhahullah:
“Jika ada seseorang berkata, ‘Aku menerima Islam dan
memeluknya, hanya saja apa yang diharamkannya berupa minuman dan makanan, aku
tidak mengharamkannya.’ Atau yang lain mengatakan, ‘Aku memeluk Islam, namun
aku tidak mau mengakui puasa karena ia akan melemahkan kekuatan badanku.’ Atau
yang lain mengatakan, ‘Aku memeluknya tapi aku enggan mengakui apa yang
ditetapkan Islam bahwa bagian wanita itu setengah daripada bagian laki-laki
dalam pewarisan.’ Atau lainnya berkata, ‘Aku mengakui Islam, tetapi aku tidak
mau mengakui hukum potong tangan pencuri atau rajam pezina muhshan (yang sudah kawin).’
“Apakah Islam mereka ini bisa diterima? Jawabannya,
tidak akan diterima selamanya. Mereka adalah orang-orang kafir yang kekal di
neraka jika mereka mati dalam keadaan kafir semacam ini.” (Nida’at Ar-Rahman li Ahli Al-Iman, hlm. 20)
Beliau juga mengatakan, “Dan tidak diperkenankan bagi
seorang mukmin yang sejati kecuali berserah diri secara sempurna kepada Allah
SWT. Yang demikian itu dengan menerima apa yang Dia syariatkan dan tidak
memilih-milihnya dengan menerima sebagian dan menolak yang sebagiannya.”
Allah SWT juga berfirman memerintahkan kepada manusia
agar menerima semua yang dibawa Nabi Muhammad ﷺ:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا
نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah dan apa yang dilarangnya
bagimu tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras
siksa-Nya.” (QS Al-Hasyr: 7)
Syaikh Muhammad Nawawi bin ‘Umar Al-Bantani rahimahullah dalam kitab tafsirnya, beliau berkata, “Wajib patuh,
karena beliau tidak berucap menurut nafsunya. Dan ini mengharuskan apa yang
diperintahkan Nabi ﷺ merupakan titah dari Allah. Meskipun ayat ini khusus
tentang fai’, namun seluruh perintah dan larangannya termasuk di dalamnya.” [At-Tafsir Al-Munir li Ma’alim
At-Tanzil, II/509]
Dan haram hukumnya seorang Muslim mengambil Islam
hanya sebagian saja ataupun mengambil selain Islam. Allah SWT berfirman:
أَفَتُؤْمِنُوْنَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَ
تَكْفُرُوْنَ بِبَعْضٍ، فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذلِكَ مِنْكُمْ إِلّا خِزْيٌّ
فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّوْنَ إِلَى أَّشَّدِّ
الْعَذَابِ وَ مَا اللهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُوْنَ
“Apakah kamu beriman kepada sebagian Kitab dan ingkar
kepada sebagian (yang lainnya)? Maka tidak ada balasan (yang pantas) bagi orang
yang berbuat demikian itu di antara kalian selain kenistaan dalam kehidupan
dunia, dan pada hari Kiamat mereka dikembalikan kepada azab yang paling berat.
Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 85)
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا
قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ
أَمْرِهِمْ ۗ وَمَنْ يَعْصِ
اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin
dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah
menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang
urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah
dia telah sesat, sesat yang nyata." (QS. Al-Ahzab: 36)
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الإِسْلاَم
“Sesungguhnya agama yang diridhai di
sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali
Imron: 19)
وَ مَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِيْنًا
فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَ هُوَ فِي الْأخِرَةِ مِنَ الْخسِرِيْنَ
“Dan siapa saja yang mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima,
dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Ali Imran: 85)
Yaitu, siapa yang menempuh suatu jalan selain yang
Allah syariatkan kelak di akhirat dia termasuk orang-orang yang merugi
sebagaimana sabda Nabi ﷺ dalam sebuah hadits shahih, “Barangsiapa yang melakukan suatu
amalan yang bukan termasuk perkara kami, maka ia tertolak.” [Tafsir Al-Quran Al-‘Adzhim,
III/103]
Rasulullah ﷺ pun bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ
مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Siapa saja yang mengada-ngadakan suatu perkara dalam urusan kami ini
yang bukan wewenangnya, maka ia tertolak.”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
melaporkan dari Rasulullah ﷺ, bahwa beliau bersabda:
وَ الَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يَسْمَعُ بِي
أَحَدٌ مِنْ هذِهِ الْأُمَّةِ يَهُوْدِيٌّ وَ لَا نَصْرَانِيٌّ وَ مَاتَ وَ لَمْ
يُؤْمِنُ بِي إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah
seseorang dari kalangan umat ini baik Yahudi maupun Nasrani yang mendengar
(dakwah)ku sedangkan ia wafat dalam keadaan tidak beriman kepadaku, kecuali dia
termasuk penduduk neraka.” (HR. Muslim dalam Shahih-nya)
Setelah mengetahui kebenaran dan kesempurnaan agama
Islam -yang juga merupakan sebuah sistem kehidupan atau sebuah ideologi
(mabda')- yang mencakup secara kaffah (totalitas) atas segala aspek kehidupan,
maka sudah sepantasnyalah seorang hamba terlebih lagi seorang Muslim wajib
bersegera memeluk Islam secara kaffah pula agar keselamatan dan keberkahan
segera menghampirinya. Dan berislam secara kaffah pun adalah bukti keimanan dan
ketakwaan seorang hamba kepada Allah SWT.
Baginda Nabi Muhammad Rasulullah ﷺ dalam suratnya yang
ditujukan kepada raja Romawi Heraklius, beliau ﷺ bersabda:
أَسْلِمْ تَسْلَمْ، أَسْلِمْ تَسْلَمْ، أَسْلِمْ
يُئْتِكَ اللهُ أَجْرَكَ مَرَّتَيْنِ
“Peluklah Islam, maka anda akan selamat. Masuklah ke dalam Islam, maka
anda akan selamat. Masuklah ke dalam Islam, niscaya Allah akan melimpahkan
kepada Anda ganjaran dua kali lipat.”
(HR. Al-Bukhari)
Wallahu a'lam bish shawab. []
#2019TumbangkanDemokrasi
#2019TegakkanKhilafah
#KhilafahAjaranIslam
#ReturnTheKhilafah
#KhilafahAdalahSolusi
#KhilafahPastiMenang